"Ayahnya sudah tak ada, di melindungimu ketika banjir air asin menghantam rumah-rumah temanmu,"
"Apakah kita perlu bertukar cangkang dengan paman kura-kura."
"Tak perlu, kita hanya perlu sembunyi saja."
"Tetapi kita nggak bisa secepat burung, sembunyi saja tak cukup untuk mengontrol diri kita agar tak lekas punah oleh penduduk bumi."
"kita tak perlu jadi yang lain. Tuhan menciptakan kita agar bisa menggunakan kekuatan kita bukan kelemahan, ingat kita hanya mahluk, semuanya sudah ada takarannya."
"Mengapa kita sangat lambat."
"Karena kita tekun."
"Bukannya pemalas."
"Kaum seperti kita tak ada yang pemalas. Mereka semua punya jam kerja masing-masing. Ada yang mamatuk, menghisap, menggulung, mencengkram, mengoyak, memamah, menggigit, mereka semua punya cara kerja yang hebat."
"Apakah kita akan menjadi Qurban seperti paman Sapi?"
"Tidak ada cerita nenek moyang, kalau kaum kita menjadi konsumsi orang-orang merayakan hari Kurban, kau jangan aneh-aneh."
"Seluruh teman-temanku mati ditusuk diatas api, meski mereka menggeliat, tetap saja mereka diatas dibakar bara api."
"Kita diciptakan untuk itu, salah satunya, ada banyak hal yang bisa dilakukan."
"Tiap hari aku mengutuki mereka, mereka orang-orang sombong, tak mau berkomunikasi dengan kita bu."
"Mereka tak pernah omongon kita, untuk apa kita berteriak, kita punya cara masing-masing unutk beribadah."
"Hanya untuk itu."
"Tak ada yang lain."
"Tidak."
"Paman Sapi selalu menangis, ketika manusia mulai memotong lehernya, di hari rara."
"Mereka sedang berbagia."
"Tahu dari mana."
"Tangisannya."
"Ibu sok tahu."
"Ya memang."
Keduanya tertawa.
"Apakah hewan seperti kita akan masuk surga bu. Lalu bisa melihat penduduk surga sedang duduk-duduk bersantai.
"Itu hak Tuhan, kuharap ibu menjadi tanah saja, itu caraku saja berterimakasih sudah diciptakan."
"Ibu tak sedih."
"Untuk apa sedih, sekali lagi semua hewan memiliki sendiri caranya menghamba."
"Termasuk surga."
"Tentu. Kalau kita beribadah karena surga dan takut neraka. Itu menyedihkan. kita mencintai Tuhan semesta Alam, mengerti!"
"Bu Awas...ada manusia, dia mau ngambil kita dan dijadikan makanan."
"Aman mereka sedang puasa, kalau mau tentu saja bukan kita yang dijadikan pilihan."
"Benda apa itu?"
"Ibu tak tahu."
"Bisa mengeluarkan cahaya, kabur saja bu."
"Kita perlu ratusan menit untuk maju beberapa langkah. jadi lebih baik kita tetap tenang.
"Ibu punya firasat, itu manusia baik."
"Dari mana ibu tahu?"
"Pengalaman."
Seorang manusia selesai mengambil gambar kedua siput yang berjalan bersisian. Lalu pergi meninggalkan.
"Tuh, aman kan?"
meraka melanjutkan perjalanan lain untuk mencari tumbuhan segar untuk nutrisi tubuhnya.
0 Comments:
Posting Komentar