Sabtu, 14 Desember 2019

Sisi Jagawana

Seorang Jagawana terlihat waspada. Ia sudah puluhan kali melewati batas larangan. Ia punya kuasa atas hal itu. Ia di antara sedikit orang yang tetap waras bila masalah menggerus akalnya. Hutan menjadi tempat terakhir untuk menuntaskan hidup yang berarti. Sebuah papan di tengah hutan berkata. Bila ingin bunuh hidupmu ingat keluarga, istri dan juga anakmu.

Suatu kali matanya yang terlatih menemukan kerangka manusia dengan tengkorak terpisah. Sementara jaket, celana, dan sepatu masih membungkus tulangnya yang terakhir. Ia menjauh tak ingin mengusik jenazah yang terlanjur mengakhiri hidupnya dengan cara yang kasar. Tak jauh darinya tergeletak bekas tali yang menjerat lehernya. Seseorang telah mengguntingnya lalu merebahkannya dengan perasaan berkecamuk.

Setiap berpatroli dengan mengikuti jejak tali yang sengaja di pasang seseorang yang berniat bunuh diri. Ia menemukan sebuah tenda kuning dan seseorang ada di dalamnya.

"Kau baik-baik saja kan. Aku jagawana, kebetulan sedang keliling."
"Ya."
"Kau punya makanan."
"Ya ada."
"Kau mendirikan tenda di tengah jalan."
"Maaf."
"Kau akan pulang atau menginap di sini."
"Ya, akan pulang, terimakasih. Maaf sudah merepotkan."
"Tidak masalah."

Jagawana terus berpatroli. Ia kembali menatap kiriman bunga yang diletakkan di satu sudut pepohonan. Rupanya keluarga tetap merasa kalau hidupnya harus tetap dihargai meski harus kehilangan salah satu anggota kelurga.

Kamis, 18 Juli 2019

Lima

Lima, kekurangan yang ditimbulkan oleh ketidakadilan seseorang adalah cara terbaik untuk memulai kemandirian.

Lima, kita tidak bisa untuk membungkam perkataan orang, tentang perilaku kita.

Lima, lima kejadian,sebelum datangnya lima kejadian.

Lima, yang menjadi persoalan bukan berat atau ringan, tetapi seringkali meremehkan untung rugi.

Lima, kesiapan seseorang untuk menghadapi masa depan seringkali membuat kecenderungan untuk khawatir saat ini.

Rabu, 17 Juli 2019

Empat

Empat, tantangan yang paling berat menatap pasangan kita adalah bertemunya dua karakter yang saling berlawanan.

Empat, persaingan yang terlalu ketat seringkali melunturkan keakraban kian parah.

Empat, hitam tak selamanya adalah gelap, karena putih kadang menjadi lawan yang ekstrim, lalu gelap karena uang yang tak kekal.

Empat, perjalanan akan mengakibatkan kelesuan jika terlalu lama memikirkan kekurang pada tiap langkah.

Empat, kelakuan para hewan yang polos seringkali membuat geli dan perangainya berubah jadi galak tapi menyenangkan.

Tiga

Tiga, caranya menyapa dengan senyum dan salam, adalah permulaan yang baik.

Tiga, koper yang terbuka seringkali terlena untuk memasukkan semua barang-barang sepuasnya.

Tiga, monyet yang kelaparan seringkali lebih arogan dan bersiap untuk menancapkan permusuhan di awal pertemuan.

Tiga, persiapan matang saja seringkali mengakibatakan kekecewaan, karena meremehkan lawan.

Dua

Dua, yang terlewat adalah masa lalu menutup diri dari keterbukaan yang sering meninabobokan.

Dua, percepatan seringkali menidurkan kepala kita dari kelambanan memaknai setiap kejadian.

Dua, roda yang lepas kemudian memercikan bunga api yang membuat jalanan malam menjadi terang.

Dua, ikatan yang lepas seringkali malas untuk meng eratkan kembali, padahal hanya untuk sesaat saja.

Dua, perbedaan yang muncul kerap menjauhkan dari keintiman persahaban yang mengakar.

Satu

Satu, seringkali peristiwa terlewat begitu saja tanpa tercatat dalam kenangan atau tertulis dalam catatan.

Satu, keheningan kadang lebih mencekam dari pada keramaian yang membunuh.

Satu, bodoh kadang lebih baik dari pada pintar tapi merongrong pelan-pelan.

Satu, jujur lebih menyakitkan tapi nyaman ketika menyelamatkan jiwa dan raga.

Satu, peperangan seringkali membawa dendam berkepanjangan, tetapi hati yang terbuka meminta maaf dan memberi maaf adalah kebaikan abadi.

Gadis Parkit

Ia pendiam laksana air yang mengalir paruh waktu. Sejalan dengan pikiran yang tak terluapkan.

Giginya rata tetapi sorot matanya tajam seperti hantu siang bolong yang 'mengungkai' pakainya secara lupa diri.

Secara tak sengaja gadis itu keluar suara yang mengagetkan. Seperti bersiul keras. Terdengar mirip burung parkit.

Menjemukan sekali orang yang bersikap lemah lembut. Dibelakangnya 'memutilasi' secara kejam

Jalannya menunduk seperti menggendong beban berat yang tak tertangguhkan.

Seperti malam, bintang dan rembulan saling berbisik ceria. Satu sama lain saling mengisi. Tidak pernah berhianat.

Senin, 01 Juli 2019

Belaian Angin Surga

Berhembus lembut
Belaian angin surga
Menusuk wangi misik menyentuh lembut nafas sesak

Dan menyesakkan hingga tarikan nafsuku tersengal
Namun tahukah kau wahai dewi cinta?
Aku sungguh menikmatinya hingga kini

Aku merasa hilang rasa dan melayang
Jika ada pertanyaan
Menyesalkah aku?

Kan ku jawab
Tak pernah sedikitpun
Justru aku ingin selamanya berada di sini bersamamu
hingga aliran darah ini dipenuhi aroma tubuh indahmu

Sabtu, 29 Juni 2019

Maksud

Perilaku orang bisa tergambar dalam beberapa hal. Bisa jadi benar tetapi tak juga kesalahan universal.

Respon spontan terhadap sesuatu juga karena ada pertimbangan-pertimbangan maksud. Selama manusia menjalaninya dengan maksud dan tujuan yang baik, maka hormatilah maksud-maksud itu.

Memaknai setiap maksud dari setiap gerak-gerik yang menimbulkan hasrat untuk menjembatani setiap kebaikan yang ditimbulkan adalah kebaikan.

Semua orang itu memiliki maksud, sepanjang maksud itu tak mendekati keburukan dan menimbulkan efek mengguncang, maka hormatilah.

Jumat, 28 Juni 2019

Biarlah

Biarlah ketidaknyamanan menghampiri kita
Meski itu sulit untuk dilakukan
Agar hati kalian siap ketika lapang
Kadang hal yang menyakitkan itu perlu menjebak kita
Hidup itu mau tak mau harus berjalan
Hingga kalian menyaksikan sepenuh mulut kalian tentang menjaga lisan
Masyarakat lisan telah memperkosa banyak ketenangan
Karena tak sigap mengulum lidah
Lidah dibiarkan berbusa

Tertawa sepenuh kerongkongan
Makan sepenuh mulut
Tidur sepenuh matahari
Berjalan sekehendak hati
Memandang sepenuh kolam
Menangis semenjak buaian

Biarlah...
Mereka...
Mencari hiburan dengan enteng
Tak peka menjaga...
Tak ingat rasa...
Sakit yang terperi
Sakit tak berdara-darah

Biarlah...
Kita terpojok dalam keluguan
Kepolosan seorang ayah
Karena jernihnya pandangan
Aneh...
Hati ini tak tergores
Hati ini tak terluka
Atau terlalu luas samudra kesabaran
Samudra ketenangan
Samudra kenaifan

Biarlah...
Waktu seperti ikatan
Ikatan yang akan menguatkan
Biarlah...
Waktu seperti janji
Janji membayar hutang
Nanti kalian akan merasakan
Begitu mudah waktu membalasnya
Membalas sampai tuntas

Sejenak

Sejenak melepas penat
Kala lelah mendera
Mendera yang tak terperikan
Karena hujan menjebak

Sejenak bercerita pada malam
Malam yang tak pernah membenci
Perasaan tak terkalahkan oleh waktu
Karena jeda mesti menyelinap dalam-dalam

Rotasi menjelaskan kehendak
Keyakinan akan perpisahan
Perpaduan yang terus menggerus keyakinan
Sejenak untuk melepas

Kemana Kalian Pergi

Seperti membungkus malam yang tak mungkin terhindar dari pengurangan jam yang makin menipis dari menit-menit

Sejarah mencatat tentang orang-orang yang lahir dari raja kemudian mati ditenggelamkan waktu.

Menerabas percobaan yang tengah melang-lang buana mengikuti arus waktu yang semakin tipis dimakan zaman.

Peperangan yang terus menerus dilakukan oleh waktu yang semakin sempit. Tak sempat negosiasi dengan pelajaran yang sering bolos.

Logika Terbalik

Dunia dan seisinya butuh pengakuan atas nama logika, tetapi tak semua orang menggunakan logika terbalik sebagai suatu penjelasan.

Logika terbalik melatih kepekaan di luar kelaziman, dan mencoba menguak rahasia tersembunyi dari semua peristiwa

Logika terbalik membiasakan diri untuk selalu mencari hikmah tersembunyi di balik segala hal. (Tarbawi)

Kamis, 27 Juni 2019

Merdeka

Kata terbaik untuk melepaskan diri belenggu
Belenggu yang meninabobokan
Sayonara pada kegelapan
Ia pengunci keburukan

Ia bagaikan lesatan anah panah yang terukur
Ia bagaikan kepalan tangan mengadu kuat
Ia laksana tendangan yang mematikan
Ia bak lautan yang indah

Agar tentram dalam kedamaian
Agar ceria jadi prinsip setelah kemerdekaan
Setelah catatan yang mempesona
Setelah tertidur panjang

Pekikannya tinggi
Tak terjangkau
Menghujam
Tak tertandingi

Arah

Yang perasaan jadi menentu
Yang tak tentu jadi menantu
Yang lemah jadi kuat
Yang sedih melangkah senang

Yang sama belum tentu sama
Yang berbeda belum tentu beda
Yang tinggi belum tentu tinggi
Yang pendek belum tentu pendek

Yang rapuh belum tentu lemah
Yang kuat belum tentu kuat
Yang ingin belum tentu mau
Yang jadi belum tentu ya

Arah yang membuat galau
Arah yang membuat berubah
Arah yang memadukan kuat dan lemah
Arah yang membuat kesedihan jadi senyum

Arah menjadi berbeda, tinggi, pendek, rapuh, kuat, ingin, jadi, adalah karena arah

Ku harap hidupku tak salah arah
Tapi jadi serba terarah
Jadi penuhilah arah
Agar arah sesuai tujuan

Secangkir Kopi

Air panas menghancurkan serbuk kopi hitam yang kasar tak tersentuh lansung dalam-dalam. Tak pernah secangkir kopi yang ditolak oleh orang yang mencintai cangkirnya sekalipun. Karena secangkir kopi bisa meredakan perbedaan yang telah meruncing tajam, bisa jadi.

Secangkir kopi perpaduan yang telah menyelamatkan dari kegelisahan yang semakin tak menentu. Menyembunyikan rasa yang selama ini tak menentu. Secangkir kopi melegakan tenggorokan yang telah menua akibat "racun", mungkin.

Secangkir kopi racikan maha karya, dapat menyembuhkan dan meredamkan keletihan selepas kerja, kalau suka.

Secangkir kopi meredam kekakuan, bila tak menentu tujuan. Buntu jalan, tak terarah. Bila bisa.

Ini hanya secangkir kopi. Tak semestinya diperdebatkan.

Kopi Hitam

Menyeruput dalam panas yang terasa nikmat
Panas yang menggelora
Dalam-dalam
Panas....

Hitam tak selamanya pahit
Karena pahit kadang menyembuhkan
Hitam disematkan pada kopi
Kopi yang membuat terjaga dari ngantuk

Segera panas tak terasa
Asal ngebul tak membuat jera
Karena perbedaan rasa adalah biasa
Di katakan karena selera

Kopi hitam senenaknya hitam
Karena putih bisa seenaknya susu
Kopi hitam membuat lidah tak seperti mata
Kopi dan hitam perpaduan rasa

Asma Allah

Perjalanan hidup manusia selalu menjadi orang yang selalu menyebut asma allah swt.

Orang menganggap bahwa perpisahan adalah hal yang menyakitkan, tetapi untuk orang yang hatinya di liputi kesedihan adalah kenikmatan sempurna bila ikatan tak terlalu kuat untuk dipertahankan.

Asma allah kerap kali disebut ketika perlakuan manusia begitu menyakitkan, harusnya perbaikan tetap menyebut nama allah ketika kelelahan, kelesuan, dan kebodohan masa lalu yang kukuh tetap dipertahankan. Ada orang yang menjerit menyebut asma allah ketika badai menghantam kehidupannya. Keadilan tetap menyebut asma allah di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan seaman-amannya.

Kita adalah mahluk yang selalu butuh allah. Apapun itu, jikalau tidak butuh, keadilan allah tetap berlaku.

Allah tetap ada, karena maha kekal, tak pernah tidur dan tak pernah lupa

Kamis, 20 Juni 2019

MUSIM SI KAKI LINCAH

1. Aku dan Jangkrik Sungu
2. Aku dan Jangkrik Jelabang
3. Lobang Gasir
4. Berburu Ikan di Sungai Kecil
5. Berburu Burung Puyuh di bawah pohon Singkong
6. Berburu Burung Brondol
7. Berburu Burung Hantu Siang Bolong
8. Berburu Burung Kuntul
9. Bertemu Bangau Tong-Tong
10. Adu Jangkrik
11. Oseng Belalang
12. Sangrai Laron
13. Kelelawar Emas
14. Ratu genit Burung Sintok
15. Seremnya Gaok
16. Rindu Bido
17. Sang Centil Burung Serwiti

Rabu, 19 Juni 2019

Aku dan mainan di waktu kecil

1. Aku dan Egrang
2. Aku dan Tenggoreng
3. Aku dan Sunda Manda
4. Aku dan Umpet Bal
5. Aku dan Lowokan
6. Aku dan Ha-A
7. Aku dan Karet Tembok
8. Aku dan Karet Jepret
9. Aku dan Karet Jepret Lidi
10. Aku dan Galasin
11. Aku dan Baron
12. Aku dan Sigug
13. Aku dan Ponces
14. Aku dan Sumpringan
15. Aku dan Masak-Masakan
16. Aku dan Tembak-Tembakan
17. Aku dan Bikelan
18. Aku dan Paglongan
19. Aku dan Catur Mini
20. Aku dan Catur Lengkap

Senin, 17 Juni 2019

Lupa

Tak bisa ia lawan meski kau sekuat raksasa
Tak bisa ia temukan meski kau ahli peneliti
Tak bisa ia singkirkan meski kau seorang petarung
Tak bisa ia remukan meski kau seorang pandai besi

Ia bagian dari kekuatan sekaligus kelemahan manusia
Perpaduan yang tak bisa dipisahkan
Satu sama lain

Perlindungan
Untuk hal-hal yang tak bisa kau jangkau
Meski kau susun jadual serapih mungkin

Satu paket dalam diri manusia
Karena ia menggugurkan hukum
Yang tak bisa dipaksa-paksa

Minggu, 16 Juni 2019

TITIK PUNCAK

Predikat bidadari adalah gambaran awal buka akhir
Karenanya sifat manusia tak pernah lekang tuk mangkir
Di tempat umum selalu saja ada titik kumpul
Di tempat mana kalian sudah melampaui titik tumpul
Hingga kalian terus menerus menuruti bisikan bengal

Dulu sang pembisik bengal itu pun tak mau sujud
Kesombongannya telah diperturutkan hingga absurd
Jengkel, kecewa, dan cemburu buta adalah prodak yang telah lama bersemayam dalam dada
Hati yang murni itu sekarang dipenuhi penyakit kronis yang terus menggerogoti kesuciannya
Dada yang dipenuhi kedengkian yang berdarah-darah akan membuat sesak nafas dan mental yang tak stabil
Padahal burung ababil tak pernal labil menggenggam kerikil-kerikil

Titik puncak berupa kemarahan kadang ada benarnya
Ketika kebenaran terus saja disembunyikan lama-lama
Puncak kemarahan bisa jadi obat bagi racun yang mematikan celah kedewasaan
Maka terimalah kemarahan itu sebagai penyegar manakala sabar disalahgunakan
Kebaikan orang terus saja dimanfaatkan
Hingga hilang segala asa, usaha, dan malas berkeringat
Saksikan hingga kebenaran akan memuncak dan menyengat

JEJAK SI BARON

Satu~ Bola-Bola Aspal
Dua~ Ke Bengkel Sepeda
Tiga~ Sprite
Empat~ Roti Lapis Keju
Lima~ Berburu Kelelawar
Enam~ Sang Psikopat
Tujuh~ Nenek Tak Terurus
Delapan~ Berkelahi dengan Perempuan
Sembilan~ Melempari mobil dengan Batu
Sepuluh~ Rumah diserang
Sebelas~Keluarga bromocorah
Duabelas~Lolongan anak perempuan itu?
Tigabelas~ Pindah Rumah
Empatbelas~ Wajah Merah Terluka
Enambelas~ Seperti Hantu
Tujuhbelas~ Korban Perundungan
Delapanbelas~ Belajar Sepeda
Sembilanbelas~ Tukang intip
Duapuluh~ Anak Penjaga Kelabang
Duapuluh Satu~ Menyembunyikan Luka
Duapuluh Dua~ Mercon
Duapuluh Tiga~ Namanya Cungkring
Duapuluh Empat~ Cleptoy
Duapuluh Lima~ Membuang Petasan
Duapuluh Enam~ Berita Mutilasi
Duapuluh Tujuh~ Tembolok Hancur
Duapuluh Delapan~ Makan Tanpa Suara
Duapuluh Sembilan~ Kluron
Tigapuluh~ Membetulkan Sepeda
Tigapuluh Satu~ Penggemar Telor
Tigapuluh Dua~ Peci Hitam
Tigapuluh Tiga~ Rakus
Tigapuluh Empat~ Klarifikasi
Tigapuluh Lima~ Jaga Jarak
Tigapuluh Enam~ Gigi Seri Depan Tanggal
Tigapuluh Tujuh~ Guru
Tigapuluh Delapan~Ucapan Selamat

Penulis San Marta (Sugeng Priyanto)
Novel Petualangan

DULU HITAM SEKARANG PUTIH

Satu * Sang Pengibar Bendera *
Dua * Perundungan *
Tiga * Pahlawan datang di saat yang tepat *
Empat * Cemburu Buta *
Lima * Pertengkaran di depan mata *
Enam * Perundungan Jilid Dua *
Tujuh * Semudah Membalik Telapak Tangan *
Delapan * Pingsan *
Sembilan * Nyeser *
Sepuluh * Berburu di Sore Hari*
Sebelas * Menginap dan Aroma Busuk *
Duabelas * Angkat Beban*
Tigabelas * Ekspresif*
Empatbelas * Sok Pede *
Limabelas * Seperti Leonardo*
Enambelas * Berkemah*
Tujuhbelas * Makan Mie di atas Baskom *
Delapanbelas * Laki-Laki Genit *
Sembilanbelas * Rumah Binatang *
Duapuluh * Titip Marmut*
Duapuluh Satu * Novel Wiro Sableng 212 *
Duapuluh Dua * Kruwek *
Duapuluh Tiga * Mengintip *
Duapuluh Empat * Makan Tebu *
Duapuluh Lima * Pemerah Bibir dari Pasta Gigi *
Duapuluh Enam * Obat Jerawat dari Balsem *
Duapuluh Tujuh * Mie Ayam Gerobak *
Duapuluh Delapan * Striker *
Duapuluh Sembilan * Kudeta Merangkak dan Main Catur*
Tigapuluh * Sahabat*

Novel Remaja

Sabtu, 15 Juni 2019

Aku dan Layar Tancep

Satu, Pengumuman lewat angin
Dua, Selebaran
Tiga, Seperti bangkit dari kubur
Empat,Hiroshima dan Nagasaki
Lima, Jas Kapur Barus
Enam, Bergerak Merayap Seperti Hantu
Tujuh, Hipnotis Massal dan TOA Berjalan
Delapan, Berkumpulan di Lapangan Hijau
Sembilan, Penjual Balon
Sepuluh, Penjual Mainan
Sebelas, Penjual Bakso
Duabelas, Penjual Rokok
Tigabelas,Duduk Beralaskan Tikar
Empatbelas, Promosi satu
Limabelas, Rol Film, Proyektor dan Cahaya
Enambelas, Layar Tancap
Tujuhbelas, Suara Menggema dan Film Mulai Tayang
Delapanbelas, Bunyi Rol Film dan Adegan Laga
Sembilanbelas, Menonton Tak Berkedip
Duapuluh, Duduk di Pangkuan Ibu
Duapuluh Satu, Promosi dua
Duapuluh Dua, Makan Bakso di depan KUA
Duapuluh Tiga, Pemilik Layar Tancap dan mik
Duapuluh Empat, Kupon Berhadiah
Duapuluh Lima, Melanjutkan Ritual
Duapuluh Enam, Kumpulan Karakter
Duapuluh Tujuh, Tertib Semaunya
Duapuluh Delapan, Pulang
Duapuluh Sembilan, Jetleg
Tigapuluh, "Razia" Mandiri.
Tigapuluh Satu, "Razia" Rame-Rame
Tigapuluh Dua, Trending Topik

Senyum Senja

Riang, ceria, gembira, dan tertawa
Lelah setiap gerak tubuh berlama-lama
Berkeringat semangat gerak
Sampai senja menyapa

Senyum kecil tulus nan riang
Lelah bermain, lalu pergi kembali
Sampai senja menyapa
Tak henti mereka tertawa

Langkah-langkah riang nan kecil
Buat semuanya tampak lucu
Walau keringat tampak tumpah
Nafas tersengal dibarengi senyuman puas

Aroma-aroma keheningan nampak setelah senja
Senja bagai raga untuk tuk sejenak mengambil jeda
Senyuman terbaik naik ke layar kepuasan
Saat senja benar-benar tenggelam

Manusia, Malaikat, dan Setan

Manusia dicipta dari Tanah
Malaikat dicipta dari cahaya
Setan dicipta dari api

Tanah tempat untuk dipijak
Cahaya tuk menyinari kegelapan
Api tak bijak untuk disentuh

Tanah nyaman dan dingin
Cahaya hangat dan menghidupkan
Api tak hanya panas, tapi juga menghanguskan

Lupa sifat manusia
Malaikat tak pernah maksiat
Setan tak lelah untuk membujuk

Lupa lalu ingat
Taat dan tak pernah lelah
Bujuk, rayuan, lalu terbahak kemudian

KOREK API TENGAH MALAM

Satu: Sultan

Dua : Gelal diapit bambu-bambu

Tiga: Film Tahunan

Empat: Temaram dua gadis

Lima : Serba Buram

Enam : Hitam Putih

Tujuh: Ketoprak

Delapan : Suasana liburan, Film Kartun tiga kali

Sembilan: Serial Silat

Sepuluh : Korek Api Tengah Malam

Sebelas :Menggandeng Lengan Ibu

Duabelas:Kaca Lemari Pecah

Sebuah Novel
San Marta

Jumat, 14 Juni 2019

Bersembunyi Dalam Gelap

Bab 1 Semua Berawal dari Hati
Bab 2 Jangan abaikan niat
Bab 3 Bangunlah Sekokoh Gunung
Bab 4 Cermin-Cermin Malam
Bab 5 Bahagialah Meski Sederhana
Bab 6 Carilah Lawan Bicara
Bab 7 Dialog Masa Lalu
Bab 8 Kemana Mereka Pergi
Bab 9 Harga Sebuah Perasaan
Bab 10 Membunuh Kesendirian
Bab 11 Lingkaran Emosi
Bab 12 Sebuah Ikatan Kuat, Phobiakah?
Bab 13 Belajarlah Untuk Tak Bertopeng

Novel Dewasa
Penulis San Marta (Sugeng Priyanto)
Tebal 300 halaman
Penerbit -

Back To Allah SWT

Kesuksesan adalah bukan sebuah mimpi tanpa aksi. Ia adalah kumpulan dari sebuah tekad membara. Usaha terus menerus tanpa kenal lelah. Doa yang tak pernah padam. Azzam yang kuat, dan cita-cita yang mulia.

Orang yang sukses adalah orang-orang yang bisa menghadirkan cara-cara hidup  berkualitas. Ketaatan kepada allah dengan sebenar-benarnya, tanpa ada kemunafikan, kefasikan, dan kemaksiatan.

Tujuan karena allah, segala sesuatu yang ia lakukan hanya untuk mempersembahkan yang terbaik bagi allah dan rasulNya.

Ia tak mau mengecewakanNya, menghianatiNya, dan mendurhakaiNya.

Dalam benaknya hanya allah yang tersimpan dan disebut. Ia selalu memperbaiki, memperbaharui, dan menjaga hubungan dengan allah serta manusia

Sekalipun dunia mengecewakannya, ia tak peduli. Asal ia tak mengecewakan Tuhannya. Ia menjadi sesuatu apapun juga karena allah, tak mau ia membuatNya malu, dan berpaling darinya. Inilah kesuksesan yang ia pahami.

Satu Mei 2009, 11:09:54

MERINDUKAN IBU

Aku sayang Ibu
Tapi Ibu pergi...
Sekolah di luar negeri
Aku hanya bisa berharap

Ibuku cepat pulang?
Aku ingin sekali bertemu denganmu
Siang malam selalu ku rindu

Tapi...!
Aku baru bisa bertemu tiga tahun lagi
Sungguh amat lama...
Aku sangat merindukanmu

Aku ingin engkau cepat pulang
Menemaniku...
Dalam suka dan duka
Oh... Ibu

Karya Mira Latifa Sari
Santriwati TPQ Al Muhajirun. Komplek Telkom. Ciputat
2012

Kamis, 13 Juni 2019

Sesekali Tengoklah Ke Belakang

Bab 1 Berjalan di atas batu
Bab 2 Saat bulan hilang
Bab 3 Berhenti di tengah jalan
Bab 4 Tetaplah bersamaku
Bab 5 Saat matahati terlihat sumir
Bab 6 Ucapkan maaf dengan tulus
Bab 7 Naluri
Bab 8 Nurani
Bab 9 Dua sayap
Bab 10 Ksatria bintang
Bab 11 Respon spontan
Bab 12 Jalan buntu
Bab 13 Tersesat
Bab 14 Saat pagi terlihat malam
Bab 15 Menjawab soal-soal kehidupan
Bab 16 Janji seorang laki-laki

Novel Dewasa
Penulis San Marta (Sugeng Priyanto)
Tebal 1600 halaman
Penerbit (-)

Selasa, 04 Juni 2019

MELAWAN KEMATIAN

Merentang usia muda
Bak tak berujuang
Dunia menjadi miliknya
Semua diterabas

Kematian dilawan
Seolah dirinya Tuhan
Kematian dapat dikendalikan
Ia lupa siapa yang mencipta

Meregang
Tak sanggup melawan
Hati pun membantu
Tak sanggup mengendapkan ruhnya

Manusia terlalu rapuh
Sangat rapuh
Kematian tak sanggup dilawan
Sekarang Ia berbantal tanah

Berselimut gelap
Berteman amalnya
Malaikat datang
Mengkorfimasi sesuatu

Rindu

Hati siapa yang tak sedih, bila tak jumpa orang terkasih
Dada sesak penuh harap, kampung halaman menjadi tujuan
Lebaran menunggu
Pada beberapa jam kedepan

Hilir mudik kendaraan
Berjuang untuk silaturahmi
Jumpa saudara sepermainan
Melepas penat

Rindu hati ini pada ayah ibu
Bersua senyum
Berpeluk rindu
Gendu-gendu rasa

Malam nanti takbir bertalu-talu
Menggema ke penjuru dunia
Adakah sama rinduku dan rindunya
Melepas kangen ayah ibu

Maaf, kata untuk rindu
Maaf, kata untuk pejuang
Maaf, adalah rindu
Rindu maaf memaafkan


Bogor 4 Juni 2019
Delapan jam jelang takbiran
Untuk Ayah Ibu
Untuk Teman kecilku
Untuk keluarga kecilku

PEJUANG

Tak lahir dari keheningan perjalanan
Tak lahir dari lamunan angan-angan
Ia laksana gemuruh ombak
Ia laksana badai yang mengamuk

Peluh keringat tak ia hiraukan
Pejuang pantang pulang sebelum menang
Menaklukan diri sendiri
Agar arif bijak

Berkawan sunyi
Bermantel prinsip
Bertoreh kemuliaan
Bersarung kepribadian

Minggu, 02 Juni 2019

BUMI YANG BERGONCANG

Hari itu manusia bertanya
Berta besar telah datang
Bumi yang terbelah-belah
Tanda usai sudah

Bumi bercerita tentang dirinya
Perintah Allah tak dapat ditolaknya
Bumi tak pernah menolak
Mahluk yang taat

Manusia bangkit dari alam kubur
Dengan berbagai bentuk rupa
Menggendong amal dipundaknya
Amal kecil ataupun besar

Kebaikan akan ditimbang
Begitu juga keburukan
Pandangan semakin tajam
Membelalak menembus pilu


Senin 18 Februari 2008

A.S. LAKSANA

Sayembara Novel dan Upaya memunculkan Insiden dalam Kesastraan Kita


Disampaikan dalam diskusi "Pengaruh Sayembara Novel DKJ dalam Pertumbuhan Sastra Indonesia", diselenggarakan oleh Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta, TIM, Desember 2012

Satu

Membicarakan sayembara novel DKJ dan pertumbuhan sastra Indonesia, saya ingin memandangnya dari dua sudut pandang, yakni kepentingan pembaca dan kepentingan penulis. Saya akan mengawalinya dari sudut pandang seorang pembaca. Ketika memulai petualangan yang semoga berlangsung seumur hidup sebagai pembaca buku, saya memulainya dengan pengetahuan dan informasi seadanya untuk memilih buku-buku apa saja yang perlu dibaca, seperti apa cerita yang baik, dan siapa penulisnya. Dengan penguasaan informasi yang sangat minimun seperti itu, hasil sayembara oleh DKJ adalah salah satu pemandu terpenting untuk menentukan buku apa yang harus dibaca. Informas bahwa novel ini atau itu adalah "pemenang sayembara" menjadi informasi penting sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan, apakah buku tersebut akan saya beli atau saya pinjam dari perpustakaan. Saya tidak kenal siapa Putu Wijaya, Mahbub Junaidi, Sori Siregar, Marianne Katopo, atau Korrie Layun Rampan pada saat itu. Tepatnya, saya tidal kenal siapa pun saat itu. Jadi, saya menyandarkan diri kepada instutusi untuk menjadi pemandu saya.

Jumat, 31 Mei 2019

LASKAR PELANGI

Lelaki itu bernama Andrea Hirata
Ikal rambutnya membuat tegar jiwanya
Sinar matanya mengguratkan ketahanan jiwanya
Lembutlah suaranya menyiratkan asam garam perjalanan hidupnya

Bergelut dengan "kerapuhan" hidup yang mendera
Tapi kerapuhan itu membakar semangatnya
Jiwa yang berontak dihadapkan dengan alakadarnya
Menyibak misteri yang terpendam dalam raganya

Laskar Pelangi telah membentuk jiwanya kuat
Kekuatannya mampu merobek kepapaan
Tapi Laskar Pelangi adalah prinsip yang menebar pesona
Aura wong Belitong yang bergarang pelita

Indah memegang tampuk Laskar Pelangi yang bergelora
Laskar yang bercabang Pelangi
Pelangi itu bermuara pada
LASKAR PELANGI

Sabtu 16 Februari 2008

TERATAI PUTIH

Ia tumbuh di tempat yang tak dipandang
Dipandangpun tak bersanding pelita
Pandangan jatuh pada sekitar mata
Berpendar tak sempurna

Hati sejuk melihat
Sebuah pesona jiwa nan sempurna
Bak awan yang menentramkan sukma
Tumbuh subur di padang sanubari

Menengadah embun-embun pagi
Berbingkai mentari
Sekarang Tak sebelah mata pada retina
Menembus sukma raga

Tampil muka dunia
Teratai putih sekarang bercahaya
Sehangat mentari pagi
Putih, suci, dan berakarakter

Aroma sedap menampar hidung
Telinga mendengar desau angin
Teratai putih mekar bersama angin
Sepoi nan damai


Ahad 17 Februari 2008

"Passion" dalam konteks Pendidikan, Kreativitas, dan Bayar Tagihan

Bagian Keempat



Uang dan "Passion"
Jika ada satu pembahasan yang mungkin bisa ditambahkan dalam Finding Your Element adalah soal hubungan antara mata pencarian (baca:uang) dan passion. Sebenarnya ini sudah diungkapkan Ken Robinson dalam berbagai contoh dalam buku tersebut. Namun, sekedar untuk memberi jawaban Your passion is alreaday within you-the clues are everywhere your feelings. Passion bisa di definisikan dengan banyak cara. Definisi yang paling tepat untuk saya adalah ini, segala aktivitas yang membuat kita merasa berdaya. Kata kunci pertama adalah "aktivitas". Kata kunci kedua "merasa berdaya", sehingga tidak harus langsung piawai, tetapi prosesnya terasa dimudahkan, diasyikkan, dan diberdayakan.

If You Think your passion does not pay your bill, please ask these questions to your self:

Satu, Apakah saya sudah tahu aktivitas yang membuat diri ini merasa berdaya, mampu, dan tahan banting, dan seterusnya?.

Dua, Apakah saya sudah menekuni aktivitas tersebut sehingga menjadi piawai?.

Tiga, Apakah saya sudah menghasilkan kreasi keren (baca: karya keren yang bermanfaat bagi banyak orang) dari aktivitas tersebut? silakan jawab. Jika semua jawabannya "ya!", saya pastikan uang sudah tidak jadi masalah.

Nah, Anda yang masih mempertanyakan (lagi) kenapa harus tahu, paham, dan peduli passion, selain wajib membaca Finding Your Element, bisa jadi jawabannya sudah disajikan dalam serangkai kalimat indah karya Jalaludin Rumi sekitar 800 tahun lalu berikut ini.

"With passion, we pray
With passion, we make love
With passion, we eat & drink & dance & play
Why look like a dead fish in this ocean of god?"


Sumber: KOMPAS, Jumat, 22 November 2013
Oleh: Rene Suhardono, Penulis dan Pembicara Publik.
@ReneCC
@kompasklass#baca

"Passion" dalam konteks Pendidikan, Kreativitas, dan Bayar Tagihan

Bagian Ketiga



Passion wthout creation is meaningless, nothing! Nah, uang berasal dari kinerja, yang akan sangat keren jika diawali dari passion. Apakah bisa dapat uang tanpa passion? ya, bisa saja, tetapi belum tentu prosesnya mengasyikkan dan sudah pasti tidak maksimal. Mempertanyakan bagaimana jika passion tidak bisa bayar tagihan sama saja bertanya kenapa tamatan SD tidak menghasilkan uang? Kenapa karyawan baru tidak langsung jadi presiden direktur? Kenapa suka politik, tetapi tidak jadi anggota parlemen? Jawabannya, semua dan apapun di kolong langit perlu proses.

Bagaimana mempersiapkan diri dan generasi penerus atas masa depan yang tidak pasti dan penuh tantangan? Ken Robinson percaya jawabannya adalah passion dan kreativitas. Keduanya adalah basis folosofi kehidupan berdaya.

Kenapa passion? Mengikuti arah kehidupan menggunakan passion yang sudah ada dalam diri sendiri adalah hal paling alamiah yang bisa dilakukan seseorang. Mencari passion adalah perjalanan berksinambungan memahami diri sendiri yang butuh kontemplasi, keheningan, dan kesabaran. You are responsible to turn your passion into meaningful creation.

Kenapa kreativitas? Karena ini adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup, bertumbuh, dan terus berkembang. Dunia tida lagi dan tidak akan pernah lagi sama. Perubahan dunia tidak bisa lagi di respon dengan pendekatan berbasis template masa lalu. Minyak bumi akan habis. Krisis pangan. Krisis air bersih. Krisis energi. Kemampuan bumi menyokong semua kehidupan semakin teruji. Peran manusia adalah sebagai pemelihara, penyeimbang, dan penjaga tatanan berkesinambungan.

Passion, kreativitas, dan pendidikan, ketiganya adalah inti pembahasan Ken Robinson dalam Finding Your Element. Seharusnya ini sudah bisa menjawab sebagian besar keraguan, kebingungan dan ketidaktahuan soal satu kata yang secara berulang-ulang disebutkan,"passion".

"Passion" dalam konteks Pendidikan, Kreativitas, dan Bayar Tagihan

Bagian Kedua


Ken Robinson percaya pendidikan lebih dari secarik kertas mahal atau formulasi angka yang tergambar dalam indeks prestasi komulatif (IPK). Kecerdasan tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Dengan jenaka, disebutkan oleh Ken Robinson bahwa yang harus dikembangkan bukan cuma isi kepala, atau bahkan hanya separuh dari isi kepala (mengacu pada pendewaan fungsi otak kiri sebagaimana yang dianut oleh sebagain besar institusi pendidikan). Sistem pendidikan harus menyediakan cukup ruang untuk berimajinasi, berksperimen, dan berekspresi.

Pendidikan tulen adalah soal pemberdayaan diri dan orang lain.

Lebih jauh disebutkan oleh Ken Robinson bahwa pendidikan harus lebih dari kuantitas, tetapi juga kualitas. Bukan cuma rutinitas, melainkan terobosan. Tidak hanya program, tetapi juga esensi dan manifestasi ilmu. Education is always about how to think, not what to think. And the how can be as many as the stars in the sky. Gamblang terhadap isu yang satu ini, izinkan saya melengkapinya dari pemahaman atas tulisan dia.

Jadi, harus bagaimana jika passion tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup?

Ken Robinson: Seriously people, what pays you bill is money, not passion! (ini bukan jawaban asli dari beliau, hanya rekaan saya atas respon yang mungkin diberikan oleh Ken Robinson). Passion bukan komoditas sehingga tidak bisa dihargakan sebagaimana layaknya barang dagangan. Membayar tagihan bulanan, cicilan kartu kredit, biaya anak sekolah, dan alokasi investasi harus perlu, dan mutlak menggunakan uang sebagai denominator transaksi yang paling diakui hingga saat ini.

"Passion" dalam konteks Pendidikan, Kreativitas, dan Bayar Tagihan

Bagian Kesatu


Anak-anak yang masuk SD tahun ini akan memasuki usia pensiun sekitar tahun 2069. Tidak ada satu orang pun atau metode apapun yang bisa memastikan hal-hal yang mereka hadapi. Tidak ada yang akan tahu bentuk dan tatanan dunia saat itu. Jangankan puluhan tahun, apa yang akan terjadi lima tahun ke depan saja sudah sangat sulit diprediksi.

Apa yang bisa dilakukan untuk mempersiapkan mereka dan diri kita sendiri menghadapi dominasi ketidakpastian? Apakah segala hal yang kita ketahui, terutama soal pendidikan saat ini sudah cukup memadai? jika tidak, hal apa lagi yang bisa dilakukan?

Logika ini bisa dijadikan landasan oleh Ken Robinson untuk terus mempertanyakan sistem dan cara kerja sebagian besar institusi pendidikan di dunia yang semakin usang. Sistem pendidikan yang merupakan warisan dari revolusi indrustri ditujukan sepenuhnya untuk mengisi kotak-kotak yang dibutuhkan di dunia indrustri. Celakanya, struktur indrustri pun sudah berbeda dan semakin berubah sejalan dengan perkembangan teknologi, lingkungan, bisnis, politik, dan interaksi manusia.

Kamis, 30 Mei 2019

JAJANAN TUMPAH

Ramadan memasuki hari ke 25. Kami jalan-jalan sore. Menikmati setiap jalanan bersama keluarga adalah hal yang menyenangkan. Setelah mengambil gaji milik bunda. Motor berhenti di depan kedai modern. Kami masuk dan mulai memilih kebutuhan masing-masing. Ayah mengambil tiga butir Orea rasa coklat untuk campuran jus pisang. Bunda memilih kebutuhan dapur. Eza dan QQ sudah beberapa kali berjalan keliling memanjakan matanya. Bingung untuk memilih jajanan yang akan mereka pilih.

Ayah dan Bundanya menawarkan Donat. Mereka tolak. Tangan kecilnya kemudian mengambil jajanan butir-butir coklat yang terbungkus menarik dalam satu tabung kecil yang lucu. Lengkap dengan tutupnya.

Setelah keluar kami beralih membeli Voucer. Di sana QQ meminta ayahnya untuk membuka plastik yang menutupi kepala tabung kecil.

Tanpa di duga QQ mencabut tutup tabung dengan kasar. Semua kepingan coklat berhamburan di atas lantai yang berdebu. Beberapa detik kemudian QQ menangis.

Padahal intruksinya. Buka jajanan dengan hati-hati. Atau buka di rumah lebih aman.

Jarum Panjang Jarum Pendek

" Eza nanti pulang ke rumah ketika Jarum pendek di angka sembilan dan jarum panjang di angka dua belas." Awal ayah mengenalkan tentang konsep waktu Eza sesaat terdiam. Mungkin mencerna setiap penjelasan yang ayah berikan. Matanya yang jernih menatap jarum panjang dan jarum pendek agar tidak tertukar.

Lalu ketika merebus telur ayam, yang menurut Eza sebagi telur putih. Eza bertanya kepada ayahnya. " Berapa lama yah merebusnya."

"Sekarang jarum panjang di angka 10, Eza tunggu sampai jarum panjang di angka 12." Tuturku.

Dulu ketika berusia empat tahun, ayah belum mengenalkan tentang konsep waktu. Justru mengenalkan lewat konsep jari. Bila lima jari berarti lima menit. Kalau satu jari, berarti waktu tinggal satu menit.

Setiap pulang dari bermain, sepertinya Eza cukup paham, sampai di rumah tepat waktu. Mungkin ia melihat jam dinding di rumah temannya.

Semoga saja.

TEGURAN

Rapat belum selesai. Ketika itu bulan Ramadan. Setelah tadarus selesai. Eza tengah bermain dengan QQ di tengah-tengah kami yang duduk melingkar. Salah seorang dari teman kerja memberi nasihat. " Itu tidak aman Eza, sayang dong, sama adiknya."

Tanpa diduga Eza langsung menjerit kesal. Mungkin baginya teguran itu bagai petir yang meruntuhkan mentalnya. Eza tak terima karena diberi nasihat oleh orang dewasa, bukan ayah dan bundanya. Eza langsung menghambur ke arah ayahnya dan merajuk minta pulang.

Ayah langsung memeluknya. Menenangkan kondisi kejiwaannya. Ayah bisikkan kata-kata yang meluruskan persipnya tentang makna teguran. " Eza, teman ayah hanya memberi tahu. Eza tidak perlu marah." Berungkali Eza menolak untuk nasihat itu, tetapi ayah terus memberi persepsi tentang teguran itu.

Setelah ayah peluk cukup lama. Eza turun dari pelukan dan bermain dengan teman lain yang sedang membawa perahu kertas. Eza tertarik dan turun dari pelukan lalu senyum mengembang, seolah-olah masalah tadi lenyap.

DEWI LESTARI

Terus Mencoba


Bagian ketiga

" Saat itu yang paling menantang adalah menyelesaikan cerita itu sendiri," kenang Dee soal pengalaman pertamanya dalam menulis. Dee yang sangat menyenangi menulis novel merasa belum memiliki "stamina" dan pengalaman menulis yang cukup ketika itu untuk bisa bertahan hingga mampu menamatkan sebuah cerita. Sampai akhirnya novel pertamanya berhasil diselesaikan. "Kuncinya, terus mencoba. Lama kelamaan pengalaman itu akan terakumulasi sendiri," saran perempuan lulusan Universitas Parahyangan ini.

Soal menentukan target menulis, bagi Dee, sah-sah saja, asalkan realistis. Untuk sebuah karya yang menang dalam perlombaan atau dimuat di media massa-Anda juga harus paham betul karakteristik media massa yang anda tuju-biasanya amat tergantung subjektivitas juri dan kebutuhan redaksi. Selama para penulis pemula punya mental yang cukup kuat terhadap penolakan, boleh-boleh saja pasang target seperti itu, kata Dee. "lebih realistis kalau targetnya adalah menyelesaikan sebuah novel dalam dua bulan, atau mengerjakan cerpen dalam dua minggu, dan seterusnya. Bisa juga diterapkan dalam target membaca," saran Dee.

Selain itu, hal seperti ini mungkin akan terlontar, "Ah, saya tidak punya bakat menulis. Pasti sulit." Ya, bakat menjadi faktor tersendiri. Ada orang-orang yang dilahirkan dengan batin yang peka dan memiliki archetype pencerita, ujar Dee. Mereka biasanya pandai merangkai cerita dengan alami. "Namun, menulis juga merupakan skill dan teknik, yang artinya bisa dipelajari. Semakin jernih dan peka seseorang bisa merasa dan berpikir, semakin mudah mereka dapat mengomunikasikan alam pikirnya. Saya rasa itu modal utama seorang penulis," tutur Dee.

Sumber : Majalah Parenting
Kolom   : Celebrity
Edisi      : Februari 2014
Hal         : 94
Oleh       : Nur Resti Agtadwimawanti

DEWI LESTARI

Berkarya Sambil Mengurus Anak



Bagian dua

Dalam menyiasati tantangan tersebut, ada cerita menarik yang datang dari cuitan Dee dalam akun Twitternya, @deelestari, beberapa waktu lalu. Untuk menyelesaikan karyanya, Dee bahkan sampai menulis sambil menggendong bayinya. "Waktu nulis Supernova:Petir, Keenan sudah lahir. Sekitar 40 Persen buku tersebut saya selesaikan sambil mengasuh Keenan yang masih bayi," Ujarnya. Dee hanya bisa menulis saat Keenan terlelap. Karena masih menyusui, mau tidak mau, kadang-kadang Dee terpaksa mengetik satu tangan sembari sebelah tangannya lagi menggendong Keenan yang sedang menyusu. Tak berakhir dengan Keenan, saat menulis Madre dan Partikel, Atisha juga sudah lahir. Akhirnya Dee baru mulai menulis lagi setelah Atisha berusia satu tahun. "Caranya kurang lebih sama, yakni dengan mencuri waktu sebisanya. Setiap hari, syukurnya, masih dapat satu-dua jam menulis di kamar tanpa diganggu, sementara Atisha main dengan pengasuh atau ayahnya saran," saran Dee.


Karena saya penulis fiksi, tentunya saya menulis berdasarkan imajinasi saya. Dan imajinasi saya didapatkan dari kombinasi, minat, passion, observasi, dan riset.

BUAH PIKIRAN DEE

* Novel Supernova: Kstaria, Putri, dan Bintang Jatuh
* Novel Supernova: Akar
* Kumpulan Prosa dan Puisi: Filosofi Kopi
* Novel Supernova: Petir
* Kumpulan Cerita Rectoverso
* Novel Perahu Kertas
* Kumpulan Cerita Madre
* Novel Supernova: Partikel

DEWI LESTARI

Berkarya Sambil Mengurus Anak


Bagian Satu 

Merampungkan tulisan yang tak sedikit sembari mengurus anak bukanlah perkara yang gampang. Ya, kira-kira begitulah pengalaman Dewi Lestari, penulis yang akrab disapa Dee. Sebelum memiliki anak, ia memegang teguh konsep ideal tentang menulis: bahwa menulis itu harus dilakukan pada malam hari, harus panjang waktunya, tidak terputus, tidak ada gangguan, dan sebagainya. Namun setelah memiliki anak, ia harus menghadapi realitas bahwa konsep ideal tersebut sudah berubah. "kalau saya menunggu kondisi ideal itu hadir, tidak akan ada buku baru yang lahir. Akhirnya saya belajar berdamai," kenang perempuan kelahiran Bandung ini.

Istri Reza Gunawan ini mencoba menulis kapanpun waktu yang bisa dimanfaatkannya. "Kalau dapat sejam ya bersyukur, kalau enggak, menyambung lagi begitu ada kesempatan," cerita Dee. Dari delapan buku yang terbit, ada dua buku yang dia kerjakan sebelum memiliki anak, yakni Supernova 1 dan 2. Enam buku sesudahnya, termasuk Partikel yang lebih dari 500 halaman, dikerjakan setelah memiliki buah hati." Jadi, sebetulnya punya anak bukan sebuah keterbatasan, melainkan tantangan yang bisa disiasati," kata Ibu dari Keenan dan Atisha ini.

Lebih dekat dengan Putu Wijaya

I Gusti Ngurah Putu Wijaya lahir di Puri Anom, Tabanan, Bali, pada 11 April 1944, sebagai anak ketiga dari pasangan I Gusti Ngurah Raka dan Mekel Erwati. Sejak SMP ia menulis cerita pendek yang termuat di suratkabar Suluh Indonesia di Bali. Di tahun 1962, setelah lulus SMA Negeri di Singaraja ( yang kepala sekolahnya adalah Ibu Gedong Bagoes Oka), ia pindah ke Yogyakarta, memasuki Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, dan tamat di jurusan perdata, 1969. Di kota itu pula, ia sempat belajar di Akademika Seni Drama dan Film (ASDRAFI) dan Akdemika Seni Rupa Indonesia (ASRI). Ia bergabung dengan bengkel Teater pimpinan W.S. Rendra, dan terlibat dalam beberapa nomor "minikata" yang terkenal itu.

Pindah ke Jakarta di tahun 1970, Putu Wijaya sempat terlibat dalam pementasan Teater Ketjil (arahan Arifin C.Noer) dan Teater Populer (Teguh Karya). Ia pernah bekerja sebagai redaktur wartawan di majalah Ekspress, Tempo, dan kemudian Zaman. Pada tahun 1971 ia mendirikan kelompoknya teaternya sendiri, Teater Mandiri, dengan konsep "bertolak dari yang ada", dan mengadakan berbagai pertunjukan di Taman Ismail Marzuki dan kemudian Gedung Kesenian Jakarta, untuk melakukan apa yang disebutnya sebagai "teror mental", sampai kini; pentasnya antara lain, Anu, Aduh, Dag-Dig-Dug, Edan, Gerr, Hum-Pim-Pah, Dor, Los, Aum, Zat, Tai, dan Front. Di tahun 1974, ia mengikuti International Writing Program di Lowa City, Amerika Serikat. Selama 1985-1988, ia tinggal di negeri itu, antara lain untuk menjadi dosen tamu di University of Wisconsin-Madinson; ia juga mengadakan pementasan di sejumlah kota, misalnya di La Mama Experimental Theater Club, New York.

Putu Wijaya bukan hanya sastrawan, sutradara, dan aktor. Ia juga penulis skenario film, tiga diantaranya memenangkan Piala Citra; ia menulis begitu banyak ulasan seni pertunjukan untuk majalah Tempo. Ia pun menyutradai film layar lebar dan sinetron. Ia sudah menerbitkan 50-an judul buku dari limpahan karyanya yang berupa novel, novelet, cerita pendek, naskah sandiwara, esai dan ulasan. Dan ia masih terus berkarya. Pun ia tetap rajin berpentas bersama Teater Mandiri. Novelnya yang terbaru adalah Putri. yang terbit pada 2004, dalam dua jilid sangat tebal.

PUTU WIJAYA

Bagian Kelima


Putu Wijaya dalam mengerjakan bidangnya lebih rileks dibanding para sastrawan lain. Bila kaum sastrawan berhasrat memurnikan bahasa, dan bila kaum panulis populer hendak memanjakan publik, maka Putu memadukan, juga memparodikan, peran keduanya. Ia mengangkut bahasa jalanan dan segenap derau ke ranah sastra, ia melakukan apa yang disebutnya teror mental kepada publik. Mengarang, bagi penulis yang terlahir dengan nama I Gusti Ngurah Bagus Putu Wijaya ini, adalah melazimkan bahasa bergerak sendiri. Dan gerakan yang bisa seenaknya ini hanya pada tahap tertentu belaka meminta campur tangan si pengarang. (Maka dari tangan Putu lahirlah makna baru sejumlah kata kerja seperti "membetot", "menggebrak", "berkibar", bahkan kata baru seperti "dangdut". ) Ia membiarkan ceritanya terbuka, seakan mengelak dari tata atau struktur, seakan mengalir dan tanpa akhir, agar khalayak mampu menyempurnakan bagaikan milik sendiri.

Dengan kejengahan akan realisme ia telah memperbaharui khazanah sastra Indonesia pada 1970-an dengan sejumlah novel dan naskan sandiwara non-linier, lalu dengan sikap main-main yang radikal ia menjadi pendongeng pascamodern. Fiksi Putu yang anti-struktur-tepatnya, meluruhkan sendiri struktur yang perlahan dibangunnya-adalah perbantahan dengan sikap totaliter atau perayaan akan keagamaan. Barangkali tanpa kiprah Putu, sastra kita tetaplah sastra yang mengerutkan dahi, atau sastra yang melakukan pembaharuan untuk disiplinnya sendiri. Ia telah membuka jalan bagi para sastrawan yang kemudian untuk bersikap terbuka akan berbagai jenis yang selama ini terabaikan oleh seni tinggi. Demikianlah Penghargaan Achmad Bakrie 2007 bidang kesusastraan ini diberikan kepada Putu Wijaya.

PUTU WIJAYA

Bagian Keempat


Penulis kelahiran Tabanan, Bali, 1944 ini tercandera sebagai absurdis atau fabulis, ia segera menunjukkan diri sebagi seorang realis kembali-yakni pemotret situasi sosial yang tanpa ampun-sebagaimana terbukti, misalnya, dalam kumpulan cerita pendeknya Tidak (1998). Kepenulisannya cenderung menyangkal predikat apapun yang dilekatkan kepadanya. Putu bergerak ke pelbagai arah sekaligus, merengkuh sekian banyak corak sastra. Bahasa sasstra bagi Putu bukanlah (sekedar) bahasa tinggi, namun merangkum seluruh ragam bahasa yang mungkin ada. Pada saat sebagian besar sastrawan mengejar kebenaran, Putu sekedar memberikan kebetulan. Ia mampu menampilkan karakter individu yang tebal, namun pada saat yang lain ia hanya menyodorkan sosok samar-samar atau palsu, bukan sekedar gerombolan. Penceritaan Putu bisa menukik kedalaman, bagaikan psikoanalisis, namun bisa juga bermain di permukaan, bagaikan lawakan Srimulat. Menyerap tradisi lisan dari pelbagai khazanah kita, ia memperkaya khazanah sastra absurd dunia dengan konteks Indonesia.

Sumber: Penghargaan Achmad Bakrie 2007

PUTU WIJAYA

Bagian Ketiga


Cerita pendek Putu Wijaya sering mulai dengan lugas, misalnya dengan fragmen dari kehidupan sehari-hari, tapi dengan segera ia menarik kita ke arah yang mustahil. Ia memberi kita fait accompli, yakni agar kita segera meninggalkan acuan rasional. Inilah misalnya: seorang ayah menemukan bom diranjangnya ketika bangun tidur, dan ia membawa bom itu ke puncak tiang bendera sampai, ia tergantung di sana bertahun-tahun lamanya; seorang lelaki penumpang pewasat lupa mengenakan kepalanya, dan pramugari memberinya kepala yang lain agar ia bisa makan.

Fiksi adalah dusta, sungguh dusta yang nikmat, untuk mengingatkan kita kembali bahwa apa yang bernama realitas tiada lain dari pada tumpukan opini yang telanjur dipercaya sebagai kebenaran. Tiada kontruksi dalam cerita Putu, justru sebaliknya: apa yang sudah diterbina, entah itu tema, motif, suasana, pola, karakter, selalu terbongkar kembali, tergagalkan, tergantikan yang lain, dan begitulah seterusnya. Alur pelbagai cerita pendeknya yang terkumpul dalam, antara lain, Bom (1978), Gres (1982), Blok (1994), dan Yel (1995) tak mengikuti satu garis lurus, melainkan bercabang-cababng, melingkar, bahkan menguli- singkatnya, mengelak untuk stabil.

Sumber: Penghargaan Achmad Bakrie 2007

POLA PIKIR

Ia seperti PALU yang terus memaku keyakinan agar tak lepas dari genggaman
Ia seperti REM tangan agar tak terperosok ke dalam jurang yang dalam
Ia seperti OMBAK yang mampu mengikis kekerdilan pikiran
Ia seperti RANJAU yang akan menjebak sekaligus merontokkan kesombongan

Ia seperti FILTER yang terus menyaring setiap virus kebodohan menggerogoti
Ia seperti OBAT yang akan menyembuhkan perasaan yang putus asa
Ia seperti RODA yang akan menggilas kemalasan tiap kemalasan
Ia seperti CAMBUK yang akan menyadarkan akan turunnya sebuah kepribadian

JENDELA

Udara pagi masuk lewat jendela
Fentilasi yang mashur
Tak pernah jemu
Manusia terus membuat
Agar tak lembah seisi rumah

Sirkulasi adalah penting
Sepenting udara itu sendiri
Jam panjang membuat kerja tubuh lelah
Hingga udara perlu masuk lewat jendela

Membaca adalah jendala
Mampu mengintip hanya dengan duduk bersila
Membentang cakrawala di belahan dunia
Membaca adalah menerapkan jendela informasi

Sarung Tanpa Celana Dalam

Mushola Baitul Mustaqim. Beberapa jamaah sudah berada di dalam sambil menunggu iqomat. Aryo kecil berjalan menuju ke Mushola. Setelah mandi Aryo langsung menyambar sarung dan memakai pakaian takwa yang terbaik. Paling baik.

Aryo kecil masuk ke dalam Mushola.

Ia duduk bukan bersila. Tetapi Jegang. Gaya duduk khas orang Purbalingga.

Naas. Kemaluannya terlihat.

Para jamaah tersenyum dan tertawa. Aryo balik dengan muka merah menahan malu.

INTERVAL

Sore itu Aryo terjebak pada perasaan senang karena pertandingan sepakbola di lapangan Kaligondang baru dimulai. Sepanjang perjalanan keringat menetes tak beraturan. Kerah baju kami pun mulai basah. Aryo berjalan riang sepanjang jalan.

Kantong kresek berwarna hitam terjatuh dari sepeda jengki merah.

Aku berteriak tetapi pengendara sepeda itu terus ngebut, mempertahankan kecepatan dan keseimbangan. Turunan panjang membuat pengendara itu fokus, terlalu fokus.

" Bang kantongnya jatuh!." Sekali lagi Aryo berteriak kencang, aneh orang itu sama sekali tak mendengar.

Aryo berlari mengejarnya. Kedua kakinya yang kekar mampu mengejar pengendara sepeda itu. Orang itu menoleh dan melotot. Mungkin merasa tak nyaman, Aryo mengejarnya bak orang kesurupan.

Pengendara sepeda itu malah makin kalap, ngebut tanpa mau tahu apa kemauan Aryo.

Pertarungan

Pilihan kata adalah mampu mencerna hal-hal yang bersifat jelas. 
Memberi semangat untuk yang lemah.
Sebuah senyuman yang mampu menetralisir semua kejanggalan tentang makna kata.
Soal beda rasa adalah keniscayaan pada sebuah jembatan pikiran per kepala.
Keyakinan pada kebenaran yang kita anut membuat kita seringkali terjebak pada ke egoisan.

Ini soal pertarungan yang terus merajalela peradaban manusia.
Pertarungan keyakinan.
Pertarungan kepercayaan.
Pertarungan kepintaran.
Pertarungan yang lainnya.

Pertarungan sesungguhnya adalah melawan perasaan kita sendiri, kecenderuangan, dan manipulasi ketenaran yang meninabobokan.

Sabtu, 25 Mei 2019

Mati Rasa

Jumlah kata yang kita ucapkan merupakan perumpamaan yang terlalu curang untuk dinikmati. Sejatinya sama dalam memaknai perbedaan yang menghiasi detik-detik rasa yang lama kalian tumbuhkan.

Mati rasa yang terlalu dalam membuat kematian lebih cepat untuk dinikmati tiap persinggahan.

Kalau setiap rasa yang kita tunjukkan adalah bentuk rasa yang sama dalam memaknai perbedaan sekaligus persamaan.

Selasa, 14 Mei 2019

Bunga Kamboja

Pagi selalu saja banyak hal menarik. Seorang Ibu berjalan ke satu arah, mungkin menuju kota. Putrinya selalu saja mengikutinya dari belakang. Sepeda jengki biru dituntun tak pernah dikayuh sekalipun. Ini berlangsung sejak aku MI. Tak pernah sekalipun mereka bosan untuk melakukan aktivitas itu.

Yang ku penasaran, kenapa pandangan mereka begitu kosong. Seperti zombi yang kehilangam selera makan. Mereka mudah dikenali. Pakaian yang mereka kenakan selalu sama dalam rentang waktu 3 hari.

Seringkali aku berpapasan dengan mereka. Ingin sekali aku merasakan kehidupan di antara mereka. Sekedar mereka berbicara dengan ibunya, atau perselisihan kecil  juga tak apa-apa.

Menempuh perjalanan jauh. Kerap mereka bersendal jepit. Membawa kantong kresek besar kosong. Payung hitam selalu menemani.

Aku ingin menceritakan tentang mereka.

Perhitungan sama Allah Swt

Kita melakukan aktivitas yang sifatnya keduniawian tak pernah mengeluh sedikitpun. Karena targetnya jelas dalam ukuran rupiah. Meski lelah dan letih tak pernah ia berucap untuk beralih darinya. Tak pernah kita hitung-hitungan.

Logikanya masih linier. Tak pernah lelah untuk mengejar materi, seolah hidup selamnya. Boleh saja. Asal Equel.

Coba sesekali gunakanlah logika terbalik. Agar tak pernah lelah dalam ibadah. Tak terdengar keluhan. Allah tak pernah hitungan dengan kita. Justru kitalah yang pelit sama Allah. Hitung-hitungan terus sama Allah.

Jumat, 10 Mei 2019

Interval

Interval mengambil jejak untuk rehat sejenak. Sekedar memperoleh tenaga lalu beraktivitas kembali.

Dalam hal perasaan juga sama. Rehat sejenak untuk mengambil kesempatan berpikir apakah perasaannya sama atau berbeda.

Interval amatlah bijak untuk mengawasi diri kita agar tak terlanjur membiarkan kebiasaan buruk apapun itu. Lalu beranjak kepada hal yang mengupgrade tentang nilai pribadi.

Hormat

Hormat adalah cara orang untuk menampilkan karakter pribadi agar terbaca sebagai orang yang memiliki keluruhan budi.

Cara orang memberi rasa hormat adalah berbeda-beda. Tersenyum di kejauhan, melambaikan tangan, mengangguk pelan, membungkuk, dan banyak cara untuk memberi hormat.

Ada juga orang yang berpenampilan baik untuk memberi hormat. Kepekaannya adalah kehormatan itu sendiri.

Seimbang

Selama kita hidup ada saja orang yang tak sanggup untuk siap ketika orang lain berhasil dengan kehidupan duniawinya. Selalu kasak-kusuk di belakang. Tak terima kalau dirinya tersaingi secara materi. Tengoklah sejenak betapa mewahnya fasilitas pribadinya. Hingga hilangnya kepekaan spritual.

Hidup itu rentang waktunya pendek. Seperti kejapan mata. Lalu sibuk merasa kurang dengan apa yang diterima. Singkatnya waktu membelanjakan materi teramat musykil untuk saling berkejaran.

Kita memang masih hidup dunia. Tetapi tak apik bila matian-matian untuk dunia. Paradigmanya adalah banting tulang untuk dunia agar tak malu di akhirat.

Hukum keseimbangan adalah penting agar semua proporsinya tepat sesuai dengan kadar keperluan hidup dunia dan akhirat.

Sabtu, 04 Mei 2019

Target

Seorang pelari mampu berlari dengan kecepatan sempurna. Layaknya seekor cheetah yang tengah berburu mangsa. Hewan ini sangat tepat untuk menentukkan target. Sebelum berlari cheetah bisa berkamuflase secara menakjubkan. Hasilnya target dapat ditentukan dengan tepat. Mungkin inilah yang dijadikan inspirasi bagi sprinter ketika menaklukkan lintasan.

Target adalah seperti cambuk yang membuat kuat bertahan dari sesuatu yang menyakitkan. Hingga mampu menatap sesuatu di balik yang tersembunyi.

Target menelaah yang ganjil, sesuatu yang abstrak, lalu berubah menjadi jelas sesuai langkah dan tujuan. Hidup tanpa target, seperti burung yang rusak sayapnya. Terbang ke atas tapi tak berani manuver.

Jumat, 03 Mei 2019

Kursi Malas

Setelah menjalani aktivitas yang panjang ada interval untuk menikmati kursi malas yang telah menguras energi banyak.

Adakah orang tak pernah menikmati kelelahan setelah aktivitas panjang. Kursi malas adalah yang paling nikmat untuk sekedar melepas keletihan.

Kursi malas menjadi salah satu wujud sykur kita akan jeda dalam berbuat sesuatu yang panjang. Telah ada waktu untuk setuju bahwa kursi malas menjadi nikmat untuk berpikir dan merenung.

Kamis, 02 Mei 2019

Gugusan Bintang

Manusia berencana. Allah yang tentukan. Itulah prinsip hidup yang harus dijalankan oleh tiap manusia. Perbandingan hanya satu. Yang berusaha dan yang lainnya tidak. Rembulan terus berusaha agar mendapatkan apa yang telah menjadi ketentuan.

Destinasi adalah cara berpikir manusia yang telah menempuh perjalanan terlalu lama di dunia. Maka belajarlah dari kesalahan yang pernah kita lakukan.

Kita adalah kumpulan manusia yanh terus memberondong diri agar tak jumawa di hadapan-Nya. Laksana rembulan yang telah menjelma menjadi cahaya yang sedap dipandang. Renunkanlah kawan.

Malam

Melewati nafas yang terdalam untuk memenuhi skandal yang tak pernah padam. Meski sejenak tersendat melawan kepapaan.

Berjalan melupakan masa yang kelam tengah derasnya hujan malam-malam. Pergi dan pulang lalu menarik diri dari evaluasi yang menjemukan adalah ketidakbijaksanaan.

Merongrong malam adalah tindakan yang sia-sia. Karena malam adalah tempat berpijak bagi dermawan yang ingin menyembunyikan tangan kanannya.

Seringkali musafir memutuskan untuk bergerak di bawah bintang malam yang tak pernah jemu untuk berkedip di bawah bayangan unta yang berjalan.

Rabu, 01 Mei 2019

Nasihat Ibu

Merah adalah tanda berani
Begitu bijak bestari penduduk negeri
Perasaan ngeri
Dijemput paksa mulut terkunci


Seorang ibu tampak marah
Melihat anaknya pongah
Tanpa arah
Wajahnya merah


Anak diam mengekor
Terpekur dalam di dekar dasbor
Lalu lalang mobil
Jiwanya tak stabil


Ibu berteriak
Suaranya serak
Kau tahu, ibu melahirkan kamu
Ya aku tahu
Kamu masih merah


Sekarang kamu buat ibu marah
Hati ibu mendidih
Sekarang kau sumringah
kau tampak seperti bromocorah


Ibu doakan kelak kau jadi lurah
Agar kau mengerti hidup orang yang susah
Orang-orang yang berkeluh kesah
Tentang sembako yang berubah


Muhasabah nak...
Agar tak menyesal kelak...
Ibu sayang kamu nak...
Nasihat ibu kepada anak

Minggu, 28 April 2019

Jatuh dan bangkit lagi

Terperosok. Kata yang mungkin tepat untuk memulai pembicaraan ini. Kata bijak ramai digaungkan oleh para ahli bijak negeri ini. Kalau kalian jatuh sekali, bangkitnya harus berulang kali.Karena kita tidak tahu kaki mana yang masih kuat untuk keluar dari lobang kesalahan.

Menara yang tinggi, kokoh dan gagah adalah hasil riset berulang-ulang hingga bisa kalian nikmati sambil terkagum-kagum. Mungkin para pembuatnya tak henti untuk terus bangkit dari kesalahan dan kelelahan membangun tiap jengkal embrio menara.

Lautan kesalahan yang kita lakukan, selalu ada celah untuk bangkit dan berenang meninggalkan buih-buih ketakutan untuk beralih menuju perbaikan.

Rasa

Rasa pergi dengan hati yang nelangsa. Akal sehatnya yang selama ini mampu mengembalikan kebodohannya tiba-tiba redup di hadapan paras wajah yang menawan. Kepribadiannya kabur manakala mata hatinya tertutupi oleh sesuatu yang menipu. Paras menawan bukan satu-satunya keindahan yang abadi.

Akhlak adalah simbol peradaban. Ia mampu merekatkan perasaan yang telah lama hilang. Yaitu rasa cinta kepada sang khalik. Nuraninya tak mau merasakan tanah, air, api, dan udara menolaknya dengan penolakan yang mengerikan. Rasa mampu membaca situasi mengerikan itu.

Semua manusia memiliki rasa. Pengalaman hidupnya lah yang mampu mewarnai rasa. Ada yang kalah karena membabi buta memberikan rasa dengan gratis kepada duniawi tanpa memikirkan setelah kematian.

Rasa itu mampu menahan kepada yang bukan haknya. Meski kesempatan itu ada, tetapi ia tekan rasa hingga muncul rasa Ihsan yang telah lama digelutinya.

Memaafkan

Si buta terus mengejek bahkan dengan ejekan yang paling menyakitkan. Tapi Nabi Muhammad Saw tetap menghadirkan kelembutan di hadapannya. Tutur katanya sopan dan perangainya baik. Tetapi si buta tetap saja menghinanya.
Lalu di ujung waktu. Si buta sakit dan tak hadir di pasar. Sang Nabi yang selalu menyuapinya di saat beliau hadir menjadi heran, kemana si pemakai itu.
Kabarnya sakit. Lalu Nabi menjenguknya. Nabi sudah memaafkan pada pertama kali orang itu menghinanya. Karena kelembutan mampu mengalahkan sisi egoisnya.
Bahkan si buta sampai menangis tersedu-sedu mendengar orang yang telah di hinanya adalah orang yang kerap kali berbuat baik kepadanya. Satu hal yang cukup sulit untuk dilakukan.

Nurani

Nurani mampu membisikan kebenaran, meski si empu telah berlumuran dosa.
Ia selalu hadir untuk memberikan jalan yang terbaik dalam kehidupan manusia.
Ia mampu menggapai apa yang tidak bisa di raih oleh kemampuan fisik sekalipun.
Nurani mampu meleburkan kekacauan hingga menjadi satu pijakan kuat kebenaran.

Bahkan orang yang redup nuraninya mampu menghadirkan nurani di ujung kematiannya, meski terlambat. Seperti yang di alami oleh Firaun.
Yang beruntung adalah mampu memunculkan nurani di saat fisik prima meski kejahatan memenuhi persendiannya. Karena pintu tobat terbuka lebar, selebar-lebarnya.
Nurani bukan Nuraini adalah titik suci di atas ke sucian. Hingga mampu menerangi yang gelap, melembutkan yang bebal, meluruskan yang bengkok, hingga tercipta satu prinsip kuat.

Sabtu, 27 April 2019

Lembut

Perangai yang diperoleh dari pengalaman hidup bertahun-tahun. Lembut dan keras adalah dua sisi yang tak bisa dipisahkan satu sama lain.
Abu bakar Ra adalah mahluk paling lembut di permukaan bumi. Tetapi bisa menjadi sangat keras bila kemungkaran ada di depan matanya.
Umar bin Khattab bisa menjadi sangat lembut bila kebenaran menyentuh sisi hati yang paling dalam. Padahal dia adalah orang yang paling keras dan tegas.
Jadi lembut adalah satu sikap, dan keras adalah pelengkap untuk sisi yang lembut.

Silaturahmi

Mempererat tali yang telah kusut agar bisa lurus kembali. Setelah sekian tahun tak bersua dalam momen yang langka.
Silaturahmi adalah sebaik-sebaiknya kegiatan. Bila kalian mampu menjalankan dengan perasaan ikhlas dan tangan terbuka.

Memperpanjang usia dan keberkahan setiap rezeki yang makin langka untuk dijalankan. Di tengah pusara gelap gulita, gegap gempita, Hingar bingar duniawi.
Ia menebalkan persaudaraan yang telah lama mati suri akibat jarak yang sulit untuk ditempuh dan dilaksanakan, kecuali dengan besarnya pengorbanan.
Sekali-kali jangan pernah meremehkan kegiatan silaturahmi yang dahsyat. Nabi Muhammad Saw adalah pelopor sejati sebuah silaturahmi.

Gerak

Memungkinkan manusia untuk terus menyusun kekuatan.
Kekuatan untuk bergerak secara dinamis dan berkesinambungan, agar tubuh sehat dan segar.
Bergerak adalah tanda sehatnya jiwa dan akal yang menghujam kebenaran.
Gerak adalah langkah awal untuk berlaku sopan santun terhadap tubuh kita sendiri.
Akar gerak adalah bunyi dari setiap derak nafas hingga gerak menjadi efek yang tepat untuk menghasilkan energi.

Lelap

Kata tepat untuk mewakili setiap kelelahan adalah terlelap dalam tidur panjang yang nyaman
Dalam dan sangat dalam, agar rotasi kelelahan berganti dengan kesegaran di pagi hari
Suara-suara gaduh di luar sana tak mengganggu prosesi tidur yang panjang. Semuanya untuk menebus rasa penat di siang hari

Lelap mengantarkan manusia untuk terus tumbuh dalam tiap detakan jantung
Lelap juga membuat saraf-saraf tubuh menjadi rileks dan nyaman
Lelap permulaan dari sebuah perjalanan panjang dari istirahatnya seorang mahluk

Padi

Petani tangguh berangkat pagi
Menyusuri pematang sawah
Cangkul menggelayut di atas pundaknya
Caping menempel di atas kepalanya
Tangan kanan membawa bekal dalam rantang bersusun
Matanya sigap mengawasi sekitar

Petani tangguh mulai mencangkul
Menggulingkan tanah
Mengaduk-aduk aduk merata
Lalu sebarkan benih merata
Agar tumbuh bibit padi yang tangguh

Rabu, 24 April 2019

Pujangga

Menyisir peradaban
Dengan tinta kelembutan
Menyibak kebenaran
Dengan tinta kebenaran

Berjalan tertatih
Hanya untuk setitik sebuah prinsip
Agar kedamaian terasa nikmat
Keamanan mendera setiap inci insan

Pelita tak pernah redup
Tak pernah lekang termakan zaman
Zaman keemasan
Pujangga sang peniti zaman
Agar zaman tak lekang dimakan zaman

MALAM

Temannya kegelapan
Jejak para bintang mengangkasa
Embun dingin di pagi hari
Jejak musafir ada pada tiap gerakan

Malam menjadi evaluasi
Jejak pagi, siang, dan sore
Merekam semua unsur gerakan
Teratur, tertib, dan tanpa hianat

Malam selimut pekat
Jejak pencari suaka
Selimut bulan
Tak pernah jengah memandang malam

Musafir penggenggam malam
Pejalan tangguh
Tak pernah mengeluh
Jati diri setiap insan
Pencinta malam

Hijab

Perisai yang tangguh
Mulia karena jati diri
Bukan penghamba duniawi
Selalu mencari kebenaran

Untuk "negeri" yang abadi
Tanah yang diberkahi
Ikatan yang mulia
Sedekah adalah utama

Hijab
Pelindung
Perisai
Benteng
Semua untuk kebenaran

Pencari Tajil

Langkah terseok kaki terperosok
Pandangan kabur tertutup debu
Jalanan lumpur dan terjal
Awan hitam menggantung
Hujan turun dengan lebat

Lapar dahaga
Siang terasa panjang
Malam mencekam
Hiruk pikuk berkelebat
Sembunyi sebagai satu jalan

Mencari perlindungan
Mencari kemenangan
Agar yang terseok dapat berdiri tegak
Kabur menjadi jelas
Hitam menjadi putih

Kelaparan kehausan menjadi nikmat
Bila ujungnya kemenangan
Malam ceria
Hiruk pikuk pencari tajil
Agar buka puasa terasa tak sembunyi

Minggu, 14 April 2019

Pertempuran

BAB
Empat Puluh Delapan
Lanjutan

Lima menit kemudian, semua tawanan di buka topengnya. Aku terpana melihat leher mereka yang di hiasi Tato burung Gagak dan Rajawali. Aku melihat tawanan itu sampai yang terakhir. Mataku terbelakak melihat tawanan paling ujung, aku seperti mengenalinya. Kakiku cepat menghampiri orang yang ku kenal di masa lampau. Reaksiku membuat Polisi Saryo heran.

“ Marko ada apa.”

Aku tak menjawabnya. Setelah sampai di sana. Amarahku makin meluap. Tawanan paling ujung itu ternyata Arkon alias Narman. Teman dari masa lampau sekaligus musuh dalam selimut. Wajah Narman terlihat kacau. Aku tak bisa lagi menahan marah. “ Dasar Bajingan!.” Narman segera ku tonjok. Tetapi kulit Narman seperti badak yang keras dan kasar. Mukanya seperti di lapisi besi lunak hingga ketika ku pukul tak ada bekas lebamnya. Ilmu apa lagi yang ia punya.

“ Ha..., kasihan kau Marko.” Tawanya mengejek.

“ Marko hentikan.” Polisi Saryo menghentikan pukulanku berikutnya.

Menjemput Cinta

BAB
Empat Puluh Sembilan

Pick Up yang kami tumpangi keluar dari gerbang pintu penjara. Pick Up berjalan pelan menembus lautan manusia. Entah dari mana kabar kalau di dalam penjara Purbalingga ada Kastil indah itu rupanya telah bocor, beritanya sampai ke pelosok-pelosok kampung. Semua tukang becak, andong, penggali kubur, karyawan pabrik, pedagang asongan dan keliling, pedagang es, Ibu-Ibu Rumah Tangga, Lansia, Anak-Anak, Pelajar, Mahasiswa yang sedang pulang kampung, Pejabat, Guru, Petani, Supir, Wartawan, dan semua orang dari berbagai kelas dan profesi tumpah ruah memadati jalan-jalan. Mereka ingin sekali masuk ke dalam kastil.

Titik keramaian ada di Alun-Alun Purbalingga. Musium untuk sejenak sepi dari pengunjung. Manusia itu ingin segera mungkin dapat masuk melihat Kastil di tengah padang safana luas. Saat ini meraka masih tertahan di luar penjara sambil terus penasaran. Lautan manusia itu hingga di tertibkan dengan rentetan peluru yang di tembakan ke atas. Sontak mereka yang jarang mendengar bunyi letusan peluru. Pelan-pelan mundur kebelakang membentuk barisan seperti upacara senin pagi. Sopir Pick Up pun kewalahan menghadapai lautan manusaia itu, hingga ia beteriak lewat micrphone untuk meminta bantuan. Beberapa menit kemudian sepuluh pasukan bersenjta meneritbkan lautan manusia itu agar bisa di lewati oleh Pick Up yang sedang kami tumpangi. Tak ketinggalan dari beberapa wartawan mengambil gambir kami yang sedang duduk di belakang. Kilatan cahaya berpendar-pendar menyilaukan. Kamera yang di pakai oleh wartawan itu seperti ada antena parabola berukuran kecil.

Mobil Pick Up terus membelah. Semua mata memandangi kami berdua. Bahkan diantara mereka ada yang mengenali kami berdua. Mereka melambaikan tangan. Aku dan Nara membalasanya. Ada kebanggaan di wajahnya. Bahkan beberpa detik kemudian aku dan Nara di kejutkan oleh suara keras yang kompak menggelegar dari lautan manusia itu. “ Hidup Nara Marko!.” Berkali-kali entah apa maksudnya. Aku sampai merinding mendengarnya. Mungkin Nara merasakannya. Pick Up berjalan lancar setelah melewati jembatan Kali Klawing, gegap gempita mulai memudar. Aku tak menyangka masyarakat Purbalingga dan sekitarnya begitu antusis menyambut kami berdua. Aku dan Nara di anggap telah membuka rahasia penjara Pubalingga.

Sampai di rumah Nara, semuanya sedang berkumpul. Mereka sangat terkejut melihat kedatangan kami berdua yang di antar dengan menggunakan mobil Pick Up keren. Para tetangga Nara heboh, dan sebagian malah ke takutan. Mungkin trauma masa lalu ketika para tentara jepang membawa anak lelakinya dengan Pick Up untuk kerja Rodi. Ku peluk Ibuku dan Ibu Mertua. Tiky dan Wiro terlihat senang sampai menitikkan air mata. Nara terlihat memeluk ibunya sampai berkali-kali. Lalu pecahlah adegan rindu, cemas, bercampur takut kehilangan menjadi sebuah isak tangis yang menyesakkan dada. Supir yang juga seorang parjurit pilihan ikut meneteskan air mata. Para warga satu persatu mulai mendatangi rumah Nara.

Tak lama kemudian Prajurit pilihan yang di tugaskan menjadi supir kami minta pamit. Aku dan Nara mengucapkan banyak terimakasih. Ini kado terindah yang akan menjadi kenang-kenangan seumur hidup. Ibuku, dan Ibu Mertua tak lupa menyalami prajurit itu, di susul dengan Tiky dan Wiro yang masih setengah tidak percaya dengan apa yang sedang di lihatnya. Wiro sendiri mungkin sedang terkagum-kagum dengan senjata yang di bawa oleh prajurit itu.

Deru mesin mobil Pick Up segera membelah kebahagiaan atas kedatangan Aku dan Nara kembali ke desa Kaligondang dengan selamat. Menjemput cinta berupa orang-orang yang kita cintai. Tahun awal pernikhan kami di lalui di bawah senapan dan peluru. Keluargaku mungkin mengira kami tak akan kembali ke Desa dengan selamat. Yang tidak tahu permasalahan akan mengira kalau Aku dan Nara telah di culik. Maka ketika Aku dan Nara kembali dengan selamat Kami tidak di culik tetapi kami memang sudah menjadi bagian dari rahasia besar yang terjadi di Kota kecil Purbalingga. Aku dan Nara dapat bernafas sejenak sebelum menjemput siklus pagi yang cerah.

Esok paginya terdengar kabar dari radio kalau kereta bawah tanah akan di jadikan alat transportasi bagi masyarakat di Purbalingga dan juga para penduduk keturunan Cina dan Belanda, entah dalam waktu dekat atau beberapa tahun kedepannya. Sementara Kastil dalam beberapa bulan kedepan menurut siaran radio akan di gunakan sebagai tempat musium bersejarah. Kini Purbalingga menjadi lebih indah sarat dengan musium peradaban bawah tanah, kereta, dan kastil yang menjulang.

Selesai mendengarkan berita pagi, Aku, Nara dan Qaeser menikmati Jalan pagi di sebuah perkampungan yang sangat tenang. Penduduk ramah dan sopan. Sepanjang jalan hamparan sawah terbentang luas dan di batasi oleh gunung-gunung yang indah. Hutan pinus kelihatan kecil di sana. Kami berdua meneteskan air mata. Ada bahagia juga kelegaan yang luar biasa setelah melalui semua ini. Menjadi bagian dari sebuah operasi prajurit adalah beban sendiri bagi aku dan Nara.

Aku dan Nara kembali hidup Normal. Pagi yang berbahaya sudah kami lalui dengan darah dan keringat. Kami berdua kembali Menatap pagi dengan senang. Mengisi rongga dada dengan udara pagi yang sejuk. Hidup itu seperti sekolah: mencatat, mengulang dan memahami. Aku menyadari kalau semua kejadian ini hanyalah episode dari tiap bab dalam buku kehidupan. Karena ketika membuka mata di pagi buta, maka setiap manusia akan di sambut dengan sejuta peristiwa. Baik peristiwa baik atau buruk. Semua manusia pasti mengalaminya.


TAMAT 



Deplu 21 Juli 2013


Penulis akan mengedit tiap babnya dalam rentang waktu yang berbeda. Mohon maaf kepada pengunjung apabila ada kesalahan ketik dan masih bertele-tele novel ini. Tujuan memposting ini adalah untuk merekam jejak novel agar tidak hilang. Insyaallah penulis bisa menyelesaikan perbaikan hingga novel ini "enak" dibaca.

Pertempuran

BAB
Empat Puluh Delapan
Lanjutan

Aku dan Nara berpandangan senang. Kami berdua bersyukur dapat melalui semua ini dengan selamat. Kami berpelukan layaknya ABG ketika baru nikah.

Tak lama kemudian sebagian pasukan elit turun kebawah. Memeriksa keadaan. Dalam hitungan jam, para aparat kepolisian begitu terpukul dan kaget. Khususnya Polisi yang tak percaya kalau di dalam kastil bawah tanah ada penyimpanan narkoba dalam jumlah fantastis. Mereka shock di tempat yang seharusnya menjadi benteng perbaikan mental malah menjadi sarang nomor wahid penghacuran moral dan peradaban.

Polisi Saryo dan para prajurit elit menyalami kami berdua. Ada raut simpati yang mereka tunjukan kepada kami berdua. Mereka mengucapkan banyak terimkasih. Aku dan Nara naik ketas dengan tangga darurat yang di sediakan. Sampai diatas aku dan Nara kagum pada bangunan ini. Selain padang safanan yang maha indah, di kota kecil seperti ini ada kastil yang maha indah tetapi beraura menyeramkan.

Polisi Saryo sudah mendekat kepada kami berdua. Ia tersenyum kerja kerasnya menghasil temuan yang heboh. Ia menyalami kami berdua sekali lagi. Kali ini genggamannya lebih erat.

Pertempuran

BAB
Empat Puluh Delapan
Lanjutan

Aku mengusap-usap lubang kotak itu, tetapi tidak ada respon. Aku kehilangan ide. Ku lihat Nara yang sedang meneliti di temani dengan Polisi Saryo dan Seorang Sniper.

“ Na, coba kau kesini sebentar. Ada sesutu di sini.” Nara menghampiriku di susul dengan Polisi Saryo dan Seorang Sniper. Sebagian pasukan yang ikut berjaga-jaga di belakang.

“ Aku menemukan lubang kotak ini, Na!.” Aku berteriak senang.

Ku lihat Nara diam sesaat. Wajahnya yang ikut terkena bias cahaya senter menyiratkan kalau ia sedang berpikir. Mimik dan gerak-geriknya kini memang berbeda setelah keluar dari penjara, sebenarnya apa yang dilakukan selama di penjara sana.

Nara kelihatan ingin menyerah. Sejenak ia seperti teringat sesuatu. Buru-buru ia mengeluarkan kotak itu dari tas cangklongnya yang di beri dari Polisi saryo. Nara mengamati kotak tersebut dengan cermat.

“ Apa yang akan kau lakukan dengan kotak itu.” Tanyaku penasaran.

“ Entahlah, sepertinya aku...”. Tiba-tiba Nara semangat.

“ Betapa bodohnya aku.” Nara memukul jidatnya sendiri.

“ Kau menemukan sesuatu.” Tanya Polisi Saryo, diikuti Seorang Sniper.

“ Sepertinya iya.” Nara kemudian mengambil kotak tersebut dan menempelkan bagian bawahnya ke lubang yang ada di dinding tersebut.

“ Lihat kotak ini pas sekali dengan lubang persegi empat ini.” Nara begitu senang. Tetapi kemudian tak terjadi apa-apa. Kotak itu menyisakan sebagian dan menonjol ke luar.

Jumat, 12 April 2019

Hari Yang Aneh

BAB
Empat Puluh Delapan
Lanjutan


Polisi Saryo hendak merangkak menuju ke titik persembunyian Sniper. Desingan peluru terus berseliweran di atas kami. Dalam waktu yang singkat Polisi Saryo sudah sampai di belakang Sniper. Tembakan perlindungan mulai di letuskan.

“ Marko kau merangkak ke Nara. Dia butuh perlindunganmu!.” Perintah Polisi Saryo.

“ Baik!.”

Sekuat tenaga ku merangkak ke arah Nara. Jaraknya memang dekat, tetapi di bawah desingan peluru jarak sedekat itu terasa jauh. Ku lihat Nara merundukkan kepala lebih dalam, manakala sebuah rentetan peluru berdesingan di atas kepala. Gundukan tanah ini benar-benar pertahanan yang bagus. Sampai di sana ku tepuk bahu Nara. Tidak ku jumpai wajah tegang seperti ku lihat ketika di kejar oleh laki-laki bertopeng sepulang dari pasar. Mungkin dia merasa sudah lebih siap, Ia tersenyum melihat kedatanganku.

“ Apa kabar Mas!.” Teriak Nara sambil tersenyum.

“ Baik.” Aku menggelengkan kepala, melihat Nara. Dalam situsai begini ia masih bisa bercanda. Mungkin tekanan di penjara selama 4 tahun membuatnya semakin terbiasa dengan situasi mencekam seperti ini.

“ Mas bisa merobohkan dua orang yang sedang menembaki kita itu!.” Tantang Nara.

“ Tidak tahu, kita coba saja!.”

Hari Yang Aneh

BAB
Empat Puluh Delapan


Menjelang Fajar. Mesin pick Up di matikan. Kami turun dari mobil tua itu. Polisi Saryo meneropong keadaan sekitar. Alat canggih itu bisa melihat di kegelapan. Sesaat alisnya mengkerut. Dari penjelasannya kalau Pasukan elit yang di tempatkan sebelumnya untuk menjaga kastil dari serangan musuh kini terkapar di beberapa titik. Kemungkinan besar mereka adalah anak buah Polisi Marno. Rupanya seorang sniper yang datang jauh-jauh dari Jayapura sudah menembak mereka semua. Syukurlah Polisi Saryo tidak lewat jalan utama, dia memotong jalan lewat bukit-bukit rahasia. Aku merasakan kalau aku akan melewati sebuah pagi yang berbahaya bersama Nara.

“Kalian harus berhati-hati. Dan maafkan saya sudah melibatkan urusan negara ini pada kalian. Kastil ini kembali di jaga ketat, mereka belum kapok temannya terkapar peluru. Kalian harus hati-hati.”

Aku mengangguk bersama dengan Nara.

“Bukan waktunya untuk minta maaf, lebaran masih jauh. Inilah takdir kami yang kini sedang ku hadapi.”

Polisi Saryo tersenyum. Polisi Saryo yang kini sudah naik pangkat. Lebih menyukai dengan panggilan Polisi Saryo, tak masalah menurutku itu lebih membumi.

Minggu, 07 April 2019

Datang dan Pergi

BAB
Empat Puluh Tujuh


Semua manusia yang menghuni mayapada ini tidak bisa terlepas dari himpitan masalah. Masalah kecil sampai yang besar begitu mudahnya hinggap pada kehidupan manusia. Kepergiannya juga tak bisa di pertahankan barang 1 menit saja. Masalah hidup seakan menguap bila sudah terpecahkan. Maka sungguh benar kesulitan itu akan tergantikan dengan kemudahan yang datang begitu cepat.

Cobaan itu datang kembali. Aku dan Nara di jemput pagi buta oleh sekelompok pasukan yang bersenjata lengkap. Mereka adalah anak buah Polisi Saryo. Tak ku dengar Mobil Pick Up yang biasa di gunakan mereka ketika menjemputku dan Nara di rumah. Setelah berpamitan dengan Ibu Mertua dan titip Qaiser. Aku dan Nara bergegas mengikuti langkah mereka yang tidak terdengar. Satu sisi tentara bisa jadi monster pembunuh bila salah langkah dan salah komando. Di sisi lain bisa menjadi pahlawan kebajikan seperti yang ku lihat pada gerak langkahnya. Aku bisa menyimpulkan ketika penyerbuan ke ruang bawah tanah. Sampai di pinggir jalan raya, mobil pick sudah menunggu, tepat di bawah pohon Jambu Monyet yang rindang berdekatan dengan Gardu Pos.

PUTU WIJAYA

Bagian 2


Namun hanya pengarang yang sudah mahir dengan realisme belaka mampu melakukan akrobatika semacam itu. Demikianlah Putu Wijaya. Novelnya Bila Malam Bertambah Malam (yang ditulisnya pada usia 19 tahun, namun baru terbit 1971, dan kelak dijadikannya pula naskah drama) adalah kisah tentang keluarga bangsawan Bali dengan alur yang lurus dan penokohan yang kokoh serta latar belakang yang gamblang. Ketegangan yang terbina dengan baik sepanjang kisah menyembunyikan solusi tak terduga di bagian akhir. Adapun Pabrik (ditulis 1967, terbit 1975) adalah realisme dengan sturuktur yang longgar, dan kelonggaran inilah yang membuat semua peserta konflik menampilkan diri bergantian dengan kejutan masing-masing. Seperti mengejek sikap berpihak yang biasa diamalkan kaum sastrawan kita, Putu mengungkai sisi gelap kaum buruh seraya menelanjangi kaum majikan. Dengan gaya pencitraan yang patah-patah, staccato, justru berhasil menjaga kelancaran cerita.

Naskah drama Putu Wijaya, yang mendasari pentas teaternya, bersitumpu pada situasi dramatik murni, di mana bahasa selalu tak memadai sebagai alat percakapan. Seakan terbangun oleh Improvisasi, naskah drama Putu adalah tarik-menarik antara lisan dan tulisan. Kalimat-kalimat tak berujung pangkal dalam Dag-Dig-Dug (1974) adalah tanda kepikunan suami istri berusia lanjut dengan segenap kesulitan mereka berkomunikasi dengan sekeliling maupun riwayat mereka sendiri. Tokoh-tokoh dalam Aduh (1973) yang hanya disebut "salah seorang", "salah satu" atau "entah siapa" juga menguar tanpa tujuan, hanya supaya peristiwa terselenggara di pentas. Anu (1974) mempermainkan tokoh-tokohnya sendiri, yang pada dasarnya tak mampu menyatakan diri, dengan kata "anu" di sepanjang naskah untuk menyampaikan apa yang terungkapkan. Adapun Edan (1976) adalah penghadap-hadapan dua kelompok yang tak tahu apa yang sesungguhnya mereka kerjakan.

Sumber: Penghargaan Achmad Bakrie 2007

Pak Tua Penjaga Bengkel

BAB
Empat Puluh Enam
Lanjutan


Aku tak bisa berpikir lama-lama karena Nara sudah dalam keadaan yang membahayakan. Dia terpojok di antara lumpur-lumpur sawah. Aku berlari kearahnya dan menerkam tubuh orang itu kuat-kuat. Keberanianku muncul bila sudah terpojok begini. Ku tonjok mukanya, tetapi ia tidak bergeming, mungkin pukulanku terlalu lemah atau dianya yang sudah terlatih. Ia malah mencengkram leherku kuat-kuat, aku tak berkutik, nafasku sesak. Sorot matanya merah bernafsu ingin membunuhku. Ku lihat Tato yang sama bergambar burung Rajawali yang pernah ku lihat ketika berkelahi dengan salah seorang maling. Mungkinkan orang yang sama. Dalam sesak nafas yang berat ku lihat orang yang satunya lagi sudah kembali berdiri. Ku lirik Nara sibuk mencari-cari sesuatu. Apa yang sedang ia lakukan.

Pandanganku mulai berkunang-kunang. Tiba-tiba dengan cepat tangan kanan Nara menghantan kepala orang yang sedang mencengkram leherku dengan batu di tangan kanannya, darah segar meluncur dari keningnya. Cengkaramnya mulai lunak dan aku membebaskan diri dari tangan kekarnya. Orang itu ingin bangkit kembali, tetapi Nara sudah menendang orang itu kebelakang. Syukurlah Nara masih waras tak menghantam kembali dengan batu di tangannya. Temannya kaget melihatnya tersungkur kebelakang. Ia terkapar, sementara darah mengucur dari keningnya. Nafasnya tersengak-sengal. Ia tak lagi memegang pentungan. Mungkin terlempar dan hanyut di sungai kecil.

Pak Tua Penjaga Bengkel

BAB
Empat Puluh Enam

Bengkel sepeda tampak sepi. Aku ngeri melihat tampang penjaga yang pernah menyembelih kucing itu ketika ku pulang kerja. Aku memperhatikan ban depan, aku senang tidak kurang angin. Hujan atau tidak aku selalu membawa payung. Aku tidak ingin melihat istriku Nara basah kuyup.

Seorang penjaga menjajari laju sepeda, wajahnya tampak tegang.

“Mas Marko bisa kau kayuh sepeda lebih cepat lagi!.” Seorang penjaga memberi intruksi.”

“ Ada apa Pak!.” Aku cemas.

“ Lihat di belakangmu!.”

Aku dan Nara menengok kebelakang 3 detik. Gerombolan orang berjumlah 6 orang tengah membuntuti kami. Mereka semua bertopeng. Jaraknya masih 15 meter. Mereka membawa pentungan yang terselip punggung lewat kaos dalamnya. Ku kayuh sepeda secepat-cepatnya melewati jembatan kali klawing. Aku beradu cepat dengan mereka, aku heran kemana Para Polisi yang biasa jaga di perampatan. Toko-toko rata sepi tak di buka. Skenario apalagi yang akan kuhadapi. Hal mengerikan apalagi yang harus aku dan Nara hadapi.

Jumat, 05 April 2019

Sang Penjaga

BAB
Empat Puluh Lima


Sejak ayam jantan berkokok, aku dan Nara sudah bangun pagi buta. Menggelar sajadah untuk sujud panjang-panjang. Agar awal pagi bisa di lalui dengan lancar. Mungkin para anak buah penjaga kastil yang pernah melihat Alm. Anis berkomunikasi dengan Nara bisa menyebabkan Nara celaka. Atau setidaknya ada gejala kearah sana, begitulah kesimpulan awal yang berani ku terka-terka.

Selesai Sholat Shubuh, aku biasa mengantarkan Nara berdagang dengan sepeda Onta. Keluar dari gang rumah, orang-orang yang dikirim oleh Polisi Saryo sudah tiba di desa Kaligondang. Aku tahu ketika Nara membisikkan ke telingaku tentang orang-orang misterius itu. Nara hafal betul satu-persatu penduduk Desa Kaligondang. Kalaupun tak hafal nama, dia akan mengenali wajahnya.

Sepanjang perjalanan menuju kepasar. Dua orang bersepeda mengikuti kami berdua. Sepedanya terlalu bagus untuk ukuran seorang petani. Aku dan Nara memutuskan untuk bicara dengan mereka. Rupanya Polisi Saryo benar-benar melakukan apa yang di ucapkan.