Jumat, 17 Juni 2016

Hijau

Caranya memandangku begitu aneh. Tajam dan lugas. Mata itu mengingatkanku akan bahaya yang mengancam. beberapa detik kemudian tatapan matanya berubah menjadi sendu.

Aku masih sibuk menghitung uang yang ada di laci. hujan deras mengahalangi pandangan orang ke dalam wartel yang ku jaga. aku hendak bertanya, tetapi wajahnya galak membuatku urung tak bertanya.

Bunyi derit mesin menjalari kupingku. gadis bermata jeli. sejenak mengehala nafas. ia keluar dari bilik telphone.


Berapa Mas.

259 ribu Mbak
"Hah mahal banget. kamu jangan nipu saya ya!"

" Iya memang segitu, mba kan Interlokal, jadi mahal, apalagi ke Hongkong."
" Baru jadi mahasiswa udah korupsi."

Wajahnya makin ketus, tak beraturan, matanya sipit tapi galaknya minta ampun.

" Mba Lihat sendiri, aku tak pernah menipu soal ini."

aku ngotot.
wajahnya melongok ke monitor. dahinya berkeringat. mungkin menahan malu.

" Aku utang dulu. bilang sam bosmu!"

" Disini ngga ngutangin!, mba bisa saya laporin ke polisi ya."

" Laporin aja, aku ngga takut."

Aku kehabisan akal. ternyata aku masih hijau dalam urusan ini. mahasiswi hukum itu langsung kabur dengan memberikan uang 100 ribu saja. aku kebingungan mencari kekurangannya. aku baru teringat besok adalah mata kuliah hukum international, biasnya dia ada. karena dia belum lulus untuk mata kuliah ini.

Tungga besok, akan ku tarik hutanngnya. gayanya saja keren, tapi ngutang.