Tampilkan postingan dengan label Teenlit. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Teenlit. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 Maret 2019

NOVEL FRANS MAKI

Bab 10

Berburu Jangkrik


Ini malam minggu, di belahan waktu lain mungkin kawula muda sedang mengadakan kontes tentang dunia eksplorasi laki-laki. Yang paling sederhana misalnya duduk-duduk di pinggir jalan raya sepi hanya untuk bercengkrama dengan teman-temannya. Bintang di langit kerlipnya mampu menyihir para pengabdi sajak hingga lahirlah sebuah puisi yang ketika dibacakan akan menimbulkan daya kejut ribuan volt. Seorang Frans juga sedang terhipnotis tentang kemegahan angkasa lengkap dengan sejuta misterinya.

Pulang dari mengaji Frans harus memutar logikanya agar ajakan Jidon dan Hari yang amat menarik dapat dipenuhinya dengan langkah mantap tanpa menghianati kepercayaan seorang ibu. Frans mencium punggung tangan ibunya setelah sampai di rumah. Ibunya yang sedang serius mendengarkan sandiwara radio di 94.7 FM SBS radionya Purbalingga, membuat Frans urung untuk pergi berburu jangkrik malam-malam. Cukup berisiko sekaligus menantang. Berburu pada saat itu adalah bukti seorang laki-laki. Stigma itu cukup membuat Frans frustasi.

" Kau tak makan Frans, kalau kau tak suka nasi, ada bubur kacang hijau di panci." Sang Ibu memberikan pilihan.

Senin, 25 Februari 2019

Novel Frans Maki

Bab 9

Memancing
Part 2

Kegiatan memancing berakhir dengan duduk di sebuah gubuk beratap daun-daun pohon Aren. Tubuh Ical makin kurus, tirus dan ada sinar kedewasaan di wajahnya. Tapi sulit untuk di ungkapkan oleh Frans. Sambil membetulkan letak duduknya, Frans merapihkan alat pancingnya.

Sudah tiga puluh menit yang lalu, Ical sudah meringkuk mirip seekor udang bakar. Wajahnya damai, walau ada kelelahan yang tampak jelas. Beberapa tetes hujan menerpa tubuhnya, tapi acuh. Ical terus mendengkur keras, mengabarkan pada alam sekitar kalau kemerdekaan hatinya yang jernih dapat membantu tidur damai, nyaman, dan sentosa.

Hujan deras telah menjebak kami setelah selesai memancing. Ikan gabus yang kami bakar mengurangi rasa lapar setelah setengah hari memancing. Gubuk yang kami jadikan tempat berlindung dari derasnya hujan pun bergoyang ketika angin kencang meniupnya kuat-kuat.

Burung-burung tak mau ketinggalan, bersembunyi di balik dedaunan. Pucuk-pucuk pohon padi seperti berkeringat, tetesan hujan membuat efek dejavu berburu burung Brondol. Ical menggeliat sebentar dan keduanya matanya terbuka. Ia terbangun dan duduk tak jauh dari Frans.

Lima menit berlalu kedua anggota kopi anjing itu  membisu. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. " Frans, bolehkah saya menginap lagi di rumah mu?" Ujar Ical, suaranya beradu dengan suara hujan.

" Tentu saja, kau takut pulang." Jawab Frans.

" Ayah akhir-akhir makin tidak terkendali. Durhaka tidak kalau saya melaporkan kelakuan ayah ke Polisi." Gugup Ical bertanya. Boleh tidak aku menginap lagi?"

" Boleh, Kita harus pulang, Marmut ku belum diberi rumput. Kau tak takutkan dengan hujan." Ledek Frans.

" Emang saya Kucing."


Selasa, 19 Februari 2019

Novel Frans Maki

Bab 9

Memancing


Sungai kecil di tengah sawah mengalir tenang. Di dalam sungai kecil itu, Frans masih menyakini berbagai rupa-rupa hewan yang bisa di pancing untuk makan siang. Frans mengajak Ical yang menginap di rumahnya. Ical yang masih memakai baju Frans tak peduli dengan keadaan dirinya, kucel, kurus, dan bola matanya cekung.

Tak sia-sia kegiatan memancing mereka membuahkan hasil. Dibalik kecanggungan Ical bertemu dengan Frans, mereka berdua mulai membakar ikan-ikan dengan ranting-ranting, dan kayu bakar kering, soal ini Ical yang paling mahir melakukannya.

" Kau tak rindu dengan ayahmu." Tanya Frans.

" Entahlah, saya tak mengerti dengan keadaan ayah. Ayah seringkali berubah, dia seperti terkena penyakit Bipolar."

" Aduh..., kau ini bicara terlalu tinggi, apa itu bipolar."

" Terlalu ekstrim perubahan suasana hati ayah saya, kau benar Frans, saya harus melanjutkan hidup saya."
" Jadi ayahmu bisa sangat tidak terduga kondisi batinnya."

" Ya bahkan lebih parah dari itu, makanya saya memutuskan untuk menginap di rumah pohon sampai waktu yang tidak terduga. Eh, bagaiman kau sudah tahu siapa pencuri Marmut?"

" Belum, sekarang Marmut tinggal sepasang, mau tak mau saya pindahkan kandangnya kedalam rumah."

" Kau yakin aman."

" Ya, tak ada tempat lain."

Kegiatan memancing berakhir dengan makan siang ikan gabus, dan beberapa ekor udang-udang ukuran sedang, sungai masih menyimpang sejuta aneka ragam makan gratis dari alam. Frans merasa lega, sahabatnya Ical telah menemukan kembali keyakinannya. Untuk beberapa hari kedepan, Ical menginap di rumah Frans. Kegiatan sekolahpun sudah mulai dilakukan kembali.

Selasa, 12 Februari 2019

Novel Frans Maki

Bab 8

Tragedi Peci Hitam
Part 2


" Anda tidak mirip dengan Tama, jangan pernah ngerjain saya Pak. Saya Aris yang sudah malah melintang di dunia perburuan, tak mudah untuk ditipu. Hei Tama sejak kapan kau punya ayah sehitam ini." Aris sudah kelewatan, wajah Tama mengeras.

" Bang Aris, jaga bicaramu!, itu benar ayah Tama. Kau ini kenapa!." Seru Frans.

" Kau bilang apa Frans, kenapa kau bela Tama, sejak kapan kau jadi pembelot, kalau tak ada saya waktu mencari Faisal, maka Tama pulang tinggal nama."

" Hei anak muda!, jika bukan ayahmu teman lama saya, maka dari tadi sudah hajar kamu, saya ini ayah Tama, kau lihat tanganku yang cacat ini, saya dulu bertarung dengan seekor buaya, kau tahu siapa yang saya tolong hah!."

" Siapa?." Tanya Aris.

Minggu, 27 Januari 2019

Novel Frans Maki

Bab 8

Tragedi Peci Hitam

Langgar atau Mushola selepas Maghrib menjadi salah satu persinggahan yang menarik. Ada banyak hal baik ada di sana. Televisi belum mendikte kegiatan Frans dan teman-teman. Tempat ini menjadi pusat perhatian kaum milineal saat itu dengan beragam pembicaraan. Frans dan kelompoknya membicarakan tentang Marmut yang di curi dan belum di temukan siapa pelakunya, Faisal yang memilih jalan menyendiri dan belum berkenan untuk di bantu, padahal sang ayah sudah melakukan hal yang tidak menyenangkan, kapan berburu jangkrik, menangkap burung brondol, magas dan lain-lain. Setelah semua menghadap kepada seorang Ustadz untuk membaca, menghafal, dan mendengarkan instruksi-instruksi pendek, ada interval waktu untuk melakukan hal-hal di luar prosedur.

Bang Aris yang bukan kelompok Frans dan teman-temannya mendekatinya dengan moody yang sulit kami tebak. " Hei kalian abang menemukan penemuan baru, kalian mau lihat." Bang Aris memulai menyulut suasana yang tadinya gembira, kini ada hawa tidak beres. " Apa itu." Tanya Tama. Melihat respon dari Tama yang terlihat tertarik membuat bang Aris melanjutkan.

" Pinjem Peci kamu boleh." Tanya bang Aris lagi sambil menyunggingkan senyum licik. Frans melihat gelagat tidak baik. " Mau abang apakan peci Tama. Hati-hati bang peci itu mahal, belinya bukan disekitar pasar Kaligondang, peci itu hasil pemberian dari ayahnya dari Jakarta." Usul Frans khawatir.

" Alah..., semua peci sama, paling juga harganya sama tahu." Peci yang sudah di tangan bang Aris sulit kami rebut kembali.

Senin, 21 Januari 2019

Novel Frans Maki

Bab 7
Burung Puyuh
Lanjutan Cerita

Setelah beberapa kali memutar dan mengelilingi hutan tepi sawah yang begitu purba ketika kalian sudah masuk lebih dalam. Kami terkejut ketika keluar dari hutan tebu, kami melihat Faisal tengah memanggang burung puyuh hingga lima ekor dalam satu tusukan. Ketika kehadiran kami tercium, Faisal menoleh dan tertawa riang seperti biasa. Kalau orang melarikan diri dari rumah, biasanya akan banyak kegugupan yang tersemat di wajahnya, tetapi Faisal sangat menikmati petualangan barunya, meninggalkan rumah.

" Hei, kalian mau bergabung, aku baru saja mendapatkan burung puyuh, lihat Frans kau telah mengajariku tentang bagaimana teknik berburu puyuh dengan baik, hasilnya burung puyuh berbulu emas di dadanya mampu aku bidik dengan baik."
Faisal berbicara sambil menyambut kedatangan kami, wajahnya tak begitu menyesal setelah semua orang yang kenal dekat dengannya sangat khawatir. Satu kilometer dari kami berada ada sungai kecil yang kadang di datangi oleh para pemancing yang lihai.

" Semua orang menghawatirkanmu Cal." Panggilan akrab Faisal.

Jumat, 18 Januari 2019

Novel Frans Maki

Bab 7
Burung Puyuh
Lanjutan Cerita


Di benak kami sedang dilanda badai kecemasan. Tama terseret arus sungai kecil yang menguap. Hari dan Jidon berlari di belakang Frans dan bang Aris. " Bertahanlah Tama!, kami akan menolong!." Suara Frans menggema. Hari dan Jidon bergumam tak jelas. Mungkin saling menyalahkan, saat ini begini tak baik saling beradu siapa yang benar dan salah. Langkah besar bang Aris sedikit mengendurkan urat ketegangan. Hari yang badannya paling gemuk makin tertinggal jauh, Jidon mulai kelelahan. Hobinya bukan berlari, setiap menjelang tidur di malam hari, setelah mengerjakan PR, Jidon membantu orang tuanya membungkus ratusan "kacang bandung" kedalam plastik. Lalu diantarkan ketika liburan.

" Kenapa kamu berhenti bang!." Frans bertanya cemas.

" Lihat, Tama mulai kehabisan tenaga, abang akan mencegat di tengah arus. Di ujung sana ada tikungan, nah sekarang bantu abang." Bang Aris lari lebih cepat kearah tikungan setelah dialog singkat. Kami mengikutinya susah payah. Galah dari rotan yang panjangnya hampir lima meter ia ulurkan ke kami. Sementara ia sendiri memegang ujungnya dan melompat menceburkan tubuh jangkungnya kedalam sungai kecil yang berarus deras. Kami panik ketika bang Aris oleng tubuhnya, tapi kami sigap menarik galah yang terhubung dengan tangan bang Aris, ia pun cepat menyeimbangkan tubuhnya. Pada saat begini kami sepakat untuk melepaskan kebencian yang kami sematkan pada bang Aris bila moodynya kambuh.

Rabu, 16 Januari 2019

Novel Frans Maki

BAB 7
Burung Puyuh 
Lanjutan cerita

" Nama teman kamu siapa." Bang Aris bertanya sambil memasukan ketapel kedalam belakang celana, seperti gerakan memasukan keris kedalam warangkanya. Kalau dirunut dari jejak persahabatan kami dengan bang Aris tak begitu baik, kami seperti terjebak dalam dunia bang Aris, dia seperti punya daya magis agar kami para anggota kopi anjing selalu mau menjadi "temannya". Hanya pada saat ini dia menjadi tulang punggung pencarian teman kami yang menghilang. Satu yang kami tidak begitu menyukainya adalah bang Aris selalu berubah-ubah emosi, kadang sulit sekali mengontrol keadaan dirinya, satu saat dia bisa menjadi teman yang baik, saat yang lain di suka marah tak jelas, kadang juga salah satu dari kami pernah di bully entah apa alasannya. Esok harinya dia akan meminta maaf secara laki-laki.

" Faisal." Kata Frans.

Kami ingin menjauhinya, tetapi pada saat yang lain kami tak bisa lepas dari sepak terjangnya. Seperti minyak dan air. Tak pernah akrab, tetapi tak bisa dipisahkan.

Hutan Tepi sawah masih seperti biasa. Letaknya mudah untuk dicapai, kalau sudah masuk kedalam seperti melewati jembatan purba walau sekilas sama situasinya. Kami mulai masuk kedalam mencari jejak Faisal yang sudah satu pekan tak pernah kesekolah, kami mulai bergerilya mencari jejak sekecil apapaun.

Kami di di bagi dua kelompok, kelompok pertama bang Aris dan Frans, sementara kelompok dua Hari, Tama, dan Jidon. Frans dan bang Aris menyurusuri hutan tebu dan melihat rumah pohon yang pernah kami buat susah payah. Hari, Tama, dan Jidon menyisir kawasan hutan kelapa, Sengon dan Alba.

Satu jam kami bertemu kembali. Kami tercenung tak ada gerakan yang mencurigakan. " Frans, kau sudah kunjungi rumah pohon yang kita bangun di seberang sungai kecil di balik hutan tebu." Tanya Jidon.

Minggu, 13 Januari 2019

Novel Frans Maki

BAB 7
Burung Puyuh

" Saya belum dapat laporan dari orang tuanya tentang teman kalian yang katanya menghilang, mungkin sedang ke rumah nenek, atau sedang pergi ke luar kota." Jawab Pak Polisi, cepat sekali menyimpulkan sesuatu. Tangan kanannya mengambil gelas, dan menyeruput kopi hitam yang mengepulkan asap. Hari Ahad kami sudah "menyatroni" Polsek Kaligondang. Dari kami bertujuh. Frans, Hari, Jidon, Tama, Nur dan Aro, jelas bang Aris yang punya potensi suaranya lebih di dengar. Fisiknya yang menjulang tampak lebih dewasa dari usia sebenarnya.

"Tapi teman kami sudah seminggu tak masuk sekolah, tak ada surat dari rumah. Wali kelas juga kebingungan mengenai anak didiknya yang "menghilang" tak meninggalkan jejek." Sambung bang Aris, kata-katanya mirip kepala sekolah berusia sepuh".

" Bapak atau Ibu guru kalian sudah menjenguk kerumah." Tanya Pak Polisi.

" Sudah Pak, kami sendiri yang ke sana di temani sama ibu guru." Jawab Frans.

" Lalu."

" Ada ayahnya di rumah. Yang aneh bapaknya malah seperti orang gila kalau ditanya perihal anaknya kemana." Jawab bang Aris.

" Aneh, betul yang kalian laporkan." Pak Polisi mulai menganggap serius laporan kami.

" Betul." Jawab kami kompak."

" Sebutkan alamatnya. Nanti ada tim dari kepolisian yang akan memeriksa." Pak Polisi mencatat alamat yang kami berikan. Tanpa dosa, Pak Polisi memberi instruksi kepada kami untuk segera meninggalkan ruangannya. Pak Polisi yang berkumis tebal, tahi lalat besar diatas bibirnya menghela nafas, mungkin baru kali ada kejadian aneh di desa Kaligondang. Salah satu desa yang aman."

" Pak Kami boleh ikut." Bang Aris begitu semangat, heran biasanya agak cuek.

Jumat, 11 Januari 2019

Novel Frans Maki

BAB 6
Kelereng Besi 
Lanjutan

Sekarang tinggal Frans dan bang Aris yang akan berduel siapa yang akan keluar sebagai pemenang dan siapa yang harus legowo mengakui keunggulan lawan. Kelereng kaca yang berwarna putih milik Frans akan mengadu kekuatan dengan kelereng besi milik bang Aris. Kelereng kaca milik Frans berukuran 1.25 cm, sementara kelereng besi yang bang Aris pegang sekarang sejatinya adalah Gotri besar yang cocok untuk berburu, ukurannya lebih besar sedikit dari kelereng susu milik Frans. Asal usul gundu punya bang Aris juga masih diperdebatkan antara dia buat sendiri, hasil pemberian orang, atau dapat ngulik dari gotri mobil atau motor. Semuanya masih simpang siur.

Duel di mulai. Frans membidik gundu milik bang Aris dengan segenap perasaan. Campur aduk antara cemas kalah dan perasaan untuk menang. Jemari Frans berkeringat hingga membuatnya licin, tembakannya meleset, hanya menyentuh udara di samping gundu milik bang Aris. Seringai bang Aris ditunjukkan.

" Giliranku sekarang Frans, kau lihat bagaimana bermain gundu yang baik." ujar bang Aris bangga. Sambil jongkok. Bang Aris menggunakan teknik sentilan pertama. Tehnik ini cocok bagi pemain pemula, tetapi bang Aris selalu menggunakan teknik ini, dengan jemarinya yang kuat gundu besinya bisa melontarkan dengan kekuatan maksimal. kadang bang Aris berganti teknik, semuanya untuk mengintimidasi kekuatan lawan.

" OK, silahkan." Ujar Frans menenangkan diri. Melihat bang Aris menggunakan teknik sentilan pertama, berarti bang Aris masih menganggapnya sebagai lawan yang remeh. Frans dibuat jengkel oleh bang Aris.

Ternyata meleset. Aro dan Nur berlompat girang. " Mas Frans ayo semangat." Seru Nur. "Kemungkinan selalu ada Mas Frans." Cetus Aro, kali ini sopan sekali dia.Jarang sekali dia menyebut nama kakaknya dengan sebutan "Mas".

Selasa, 08 Januari 2019

Novel Frans Maki

Bab 6
Kelereng Besi  Lanjutan

Bang Aris membidik kelereng terakhir. Kami tegang, rekor tak terkalahkan selama ini akan di sandang oleh bang Aris. Sambil membidik bang Aris bersiul untuk memojokkan mental Frans. " Belum berakhir Frans sebelum pertandingan selesai." Cetus Tama. Hari dan Tama mengamininya. " Ya benar." Kompak Hari dan Tama.

Kelereng besi anggung meluncur, roda berputar. Takdir berkata lain. Kelereng besi tak di sangka tak di duga menghantam batu kerikil hingga lajunya berganti arah. Kelereng besi milik bang Aris meluncur keluar dari sasaran. Dia bersumpah serapah dengan kata-kata memaki ketidaktepatan bidikannya. Persepsi dirinya mulai goyah. Melihat bang Aris yang kehilangan fokus. Aro adik Frans berkata lantang berwibawa, " kau bisa kalahkan hari ini anak muda."

Minggu, 06 Januari 2019

Novel Frans Maki

BAB 6
Kelereng Besi 
Lanjutan

Bang Aris tak percaya kalau tembakannya meleset. Kepongahannya sekarang berada di tanganku. Jakunnya terlihat naik turun, kedua bola matanya menyiratkan kecemasan, baru kali ada laju kelereng besi tak berhasil merengkuh keberhasilannya.

Frans mengelap jarinya yang berkeringat. Nasib permainan selanjutnya adalah tinggal menunggu moment. Kalah dan menang adalah hal yang biasa, bila permainannya adil. Sejauh ini, sejarah perkelerengan telah tecoreng oleh permainan bang Aris yang menggunakan kelereng besi sebagai gacoannya.

Sebuah tembakan terakhir akan melanjutkan permainan berikutnya jika Frans berhasil membidik dua kelereng terakhir. Hari, Jidon, Tama, Nur, dan Ara memberi semangat. Konsentrasi dimulai, Frans tak ingin buru-buru menuntaskan permainan, Frans ingin mengaduk-aduk emosi bang Aris seperti yang sering dilakukannya kepada kami. Frans menarik nafas dalam-dalam, tembakan pertama dilesatkan dengan konsentrasi penuh, hasilnya kelereng mampu membidik dengan tepat, satu kelereng menjadi miliknya. Frans kembali fokus, tembakan kedua dilesatkan, hasilnya luar biasa, bidikannya tepat. Bang Aris tak percaya, posisinya terancam. Permainannya mungkin akan berakhir. Sebuah peraturan lama, kalau pemain terakhir dapat membidik kelereng terakhir maka pemain tersebut punya hak untuk "membunuh" lawan terlebih dahulu, bila meleset masih punya kesempatan berkali-kali bila musuhpun tak jitu menembak pemain terakhir. Frans menembak terlebih dahulu, hasilnya nihil, kelerengnya hanya menembus angin, kelereng besi tak bergeming. Bang Aris kembali dengan kepongahannya, walau begitu kenapa Bang Aris diterima ketika bermain, itu rasa khawatir kami mendapat hal-hal buruk darinya.

" Permiananmu akan berakhir Frans." Kata bang Aris.

" Belum tentu." Sewot Frans menjawab."

Senin, 31 Desember 2018

Novel Frans Maki

Bab 6
Kelereng Besi 
Lanjutan

Pertarungan kelereng tinggal Frans dan bang Aris. Frans merasa khawatir kalau kelerengnya tak bisa diatur, malah akan merugikan diri sendiri. Ada empat butir kelereng yang jadi target tembak. Giliran bang Aris yang membidik, jemarinya yang kukuh mampu melesatkan kelereng besi seperti kapas. Bidikan pertama bang Aris mampu merenggut dua kelereng sekaligus tanpa kesalahan. Frans menahan nafas. Hari, Jidon, Tama, Nur, dan Ari menatap Frans tegang.

Bidikan kedua, bang Aris tersenyum sengak, lagaknya tengik, kantong celananya penuh biji-biji kelereng. "Kau sudah siap untuk kalah Frans." Kata-katanya mengintimidasi.

" Kita lihat saja nanti." Jawab Frans mencoba menguatkan diri.

Sabtu, 15 Desember 2018

Novel Frans Maki

Bab 6
Kelereng Besi 
Lanjutan

Permainan kelereng segitiga dengan garis melintang sepanjang 10 meter atau disesuaikan dengan kebutuhan. Tapi makin jauh garis lemparan biasanya makin menantang. Kami meletakan dua kelereng masing-masing di dalam garis segitiga yang saling terhubung.

Hari, Jidon, Tama, Frans, dan bang Aris sudah memegang masing-masing satu Kelereng sebagai kelereng pemukul. Bang Aris melempar duluan, dengan kelereng besi bang Aris melemparkan dengan anggun seperti biasanya. Senyum licik selalu dia pasang untuk mengintimidasi kami yang menggunakan kelereng biasa. Lemparan bang Aris tepat mengenai tengah segitiga hingga 4 kelereng langsung terlempar keluar dan otomatis menjadi milik bang Aris. Kami berempat saling menatap. Gentar seperti biasa. Frans melempar kelerengnya dengan secermat mungkin. Di susul dengan Hari, Jidon dan Tama. Aro dan Nur melihat kami dengan cemas. Lemparan kami berempat tak ada yang bisa memukul kelereng dalam garis segitiga.

" Kalian akan kalah seperti biasa." Senyum bang Aris mengejek.

Selasa, 11 Desember 2018

Novel Frans Maki

Bab 6
Kelereng Besi 

Frans membawa tiga butir kelereng yang dibawanya dari rumah sisa pertandingan ponces (main gundu dengan beberapa orang dari 3 sampai 5 orang bahkan lebih) di sekolah. Soal kebiasaan dan cepat beradaptasi dengan kondisi, maka Frans dan teman-temannya tak kesulitan untuk berkumpul dalam satu titik dengan kecepatan rata-rata. Seperti siang ini selepas sekolah, setelah makan siang dan sholat zhuhur kami sudah berkumpul di bawah pohon Dukuh. Ada tanah lapang yang landai sedikit berlumut hingga memudahkan kelereng meluncur dengan kecepatan yang maksimal.

Kami duduk melingkar beralaskan sendal jepit, atau menggunakan daun kering pohon Dukuh yang banyak berjatuhan tak pamit. Jidon membawa sepasang Marmut Hitam yang masih jarang terlihat di pasaran anak-anak seusia kami. Hari membawa sepasang Burung Merpati lengkap dengan kandangnya. Biasanya selepas bermain gundu sepasang Burung Merpati itu akan dilepas. Nur dan Tama yang selalu berpakaian bersih membawa robot-robotan yang di belikan ayahnya di Jakarta. Sedangkan Frans dan Aro membawa Seekor Jangkrik jantan lengkap dengan kandangnya.

Sabtu, 08 Desember 2018

Novel Frans Maki

Bab 5
Kopi Anjing 
Lanjutan

Frans menoleh kebelakang sekali lagi untuk memastikan kalau benar sebuah suara telah memanggilnya dengan keras. Seorang teman lalu menyembul dari balik kerumunana pohon pisang. Senyumnya mengembang, Frans lega karena bukan hantu siang bolong yang ingin menyapanya.

" Rupanya kau Don, ku Kira hantu siang bolong" jidon merasa senang, karena sukses membuat Frans takut, bingung, dan culun.

" Kau takut ya." Cetus Don, sambil mengunyah buah Kopi Anjing yang seger.

Selasa, 27 November 2018

Novel Frans Maki

BAB 5
Kopi Anjing

Pulang sekolah pukul satu siang lewat sawah yang terungkap kejelian untuk memaknai setiap jengkal kehidupan. Frans berjalan tanpa teman-teman akrabnya. Frans memang lebih suka sendiri daripada beramai-ramai. Kesendirian adalah kebahagiaan baginya. Kadang kala keramaian membuatnya bingung untuk menentukan peran. Kecuali bermain bola kampung, Frans Tak pernah menolak, bahkan beberapa kali Frans mencari teman untuk beberapa posisi penyerang. Baginya punya lebih sedikit teman setia akan lebih menguntungkan dari banyak teman yang mencederai dari depan dan belakang.

Langkah Frans terhenti ketika melihat orang-orang sedang memanen padi dengan cara tradisional. Mereka sangat bersemangat.

Senin, 26 November 2018

Novel Frans Maki

Bab 4
Marmut 
Lanjutan

Frans merinding ketika mendengar langkah aneh yang terdengar hati-hati. Ayahnya disamping memberi kode agar diam tak bersuara. Mereka berdua sedang bersembunyi di balik semak tak jauh dari kandang Marmut. Seorang pemuda tengah menjulurkan tangan kanannya ke dalam kandang. Suara Marmut yang terintimidasi membuat Frans tidak sabar untuk berteriak. Tapi wajah ayahnya mencegah untuk melakukan hal konyol. Wajah sang maling tertutup oleh kain sarung, kedua matanya saja yang terlihat. Tangan kirinya memegang senter panjang untuk menerangi langkah tergesa-gesanya.

Seekor induk jantan sudah ada di genggaman tangan maling itu. Frans memasang wajah melas kepada ayahnya. Tapi ayahnya mengisaratkan untuk bersabar. Jari telunjuknya dirapatkan pada bibir.

" Hei Kau!, Mau dibawa kemana Marmut itu, dasar maling norak!"

Maling itu kaget dan panik, langkah seribu di lakukan tanpa memikirkan hal yang lain.

"Kenapa nggak dikejar ayah, maling itu kabur!"

Suara erangan terdengar keras. Mereka berdua lari ke sumber suara, jebakan yang dibuat oleh ayah Frans mengenai sasaran. Sampai di area jebakan maling itu bisa kabur, meninggalkan Marmut Jantan yang depresi. Ada bercak darah yang tertinggal, tapi Frans dan ayahnya tak menulusuri jejak itu sampai ke tempat persembunyian. Frans mengambil Marmut Jantan itu hati-hati. Lalu pulang diikuti ayahnya dari belakang.

Senin, 19 November 2018

Novel Frans Maki

Bab 4
Marmut
Lanjutan

Malamnya Frans Maki terjaga dari lelapnya tidur. Langkah kakinya yang semangat membanggakan ayahnya yang sedang mendengkur keras. Frans tidur satu kamar dengan adiknya. Ketika tangan Frans menyentuh tubuh ayahnya yang letih, yang terbangun malah ibunya sendiri.

" Kenapa, Kau takut, atau adikmu ngompl lagi." Ibunya berkata sambil menahan kantuk."

" Ngga, Frans ingin ngajak ayah Ronda."

" Ronda?, Untuk apa. Apa Kau takut kehilangan Marmut lagi."

" Lebih dari itu bu, Marmut itu terlalu lucu dan sangat biadab ada yang berani mencari."

" Kenapa kamu bicara kasar, sudahlah tidurlah.

" Ada apa Frans?, Kau mengganggu jam istirahat ayah?" Ayah Frans terbangun.

Rabu, 14 November 2018

Novel Frans Maki

Bab 4
Marmut
Lanjutan

Frans kecil tak menyerah. Kedua induk Marmut yang masih gemetar tak membuat langkah Frans canggung. Semangat membara bercampur sedih melihat bola mata induk jantan dan betina yang tampak berkaca-kaca kehilangan anak semata wayangnya hilang tanpa jejak.

Pagi yang masih berkabut tak menyurutkan langkah dingin Frans untuk mencoba bergerak menyusuri semak-semak rendah yang berjarak tiga puluh langkah dari rumah. Setiap jengkal dia amati betul kalau ada tetesan darah, bulu, atau sisa kaki yang masih segar.

Matahari menghangat ketika langkah Frans kecil menjauh dari rumah sejauh seratus langkah. Bola mata Frans menangkap satu sudut semak yang terlihat ganjil. Sisa bakaran yang masih hangat, ada asap mengepul dari balik tumpukam kayu khusus yang bisa dibakar ketika basah. Frans mengambil posisi jongkok untuk memastikan keganjilan dapat tersimpulkan melalui pengamatannya.

Beberapa jengkal dari Frans jongkok ada beberapa bulu yang dipaksa untuk mengelupas dari tubuh mungilnya. Bercak darah menempel pada daun yang berembun. Air mata meleleh manakala melihat kepala Marmut yang terpisah dari tubuhnya. Keempat kaki mungilnya berserakan di dekat kepalanya. Dadanya naik turun melihat kebiadaban yang terpampang jelas.
Tangan kanannya mengepal keras lalu sambil berteriak memukulkannya ke atas tanah. Tangan kirinya memegang bilah bambu yang sengaja diserut untuk memanggang Marmut yang baru berusia belia oleh pencuri misteri yang pengecut.

" Kau kenapa Frans!"

" Lihat,ada yang begitu kejam memanggang Marmut kecil ini Ayah"

" Jangan terlalu cepat kita menyimpulkan. Nanti malam Kita Ronda, yang kamu simpulkan betul atau tidak."

Frans melangkah meninggalkan tempat eksekusi yang menyebalkan. Ada angin jahat yang menyelusup menampar-nampar, hingga menimbulkan aroma dendam kesumat.