Sabtu, 14 Desember 2019

Sisi Jagawana

Seorang Jagawana terlihat waspada. Ia sudah puluhan kali melewati batas larangan. Ia punya kuasa atas hal itu. Ia di antara sedikit orang yang tetap waras bila masalah menggerus akalnya. Hutan menjadi tempat terakhir untuk menuntaskan hidup yang berarti. Sebuah papan di tengah hutan berkata. Bila ingin bunuh hidupmu ingat keluarga, istri dan juga anakmu.

Suatu kali matanya yang terlatih menemukan kerangka manusia dengan tengkorak terpisah. Sementara jaket, celana, dan sepatu masih membungkus tulangnya yang terakhir. Ia menjauh tak ingin mengusik jenazah yang terlanjur mengakhiri hidupnya dengan cara yang kasar. Tak jauh darinya tergeletak bekas tali yang menjerat lehernya. Seseorang telah mengguntingnya lalu merebahkannya dengan perasaan berkecamuk.

Setiap berpatroli dengan mengikuti jejak tali yang sengaja di pasang seseorang yang berniat bunuh diri. Ia menemukan sebuah tenda kuning dan seseorang ada di dalamnya.

"Kau baik-baik saja kan. Aku jagawana, kebetulan sedang keliling."
"Ya."
"Kau punya makanan."
"Ya ada."
"Kau mendirikan tenda di tengah jalan."
"Maaf."
"Kau akan pulang atau menginap di sini."
"Ya, akan pulang, terimakasih. Maaf sudah merepotkan."
"Tidak masalah."

Jagawana terus berpatroli. Ia kembali menatap kiriman bunga yang diletakkan di satu sudut pepohonan. Rupanya keluarga tetap merasa kalau hidupnya harus tetap dihargai meski harus kehilangan salah satu anggota kelurga.