Darah yang keluar dari hidung sudah mengering membentuk sebuah kumis dadakan yang berwarna merah. Bibirnya pecah dan jontor. Malah hampir mirip orang sumbing. Pelipisnya robek, Sekitar mata menonjol lebam kebiru-biruan. Seperti habis di pukul oleh petinju professional. Hingga Bul-Bul kesulitan untuk membuka kedua kelopak matanya. Bul-Bul hanya bisa melihat sedikit. Tapi hatinya lega, ia merasa bisa melihat dunia dengan segala pesonanya.
Koas hitamnya masih menempel di badannya, Jika kaos hitam oblongnya di buka, maka akan terlihat dada Bul-Bul yang membiru. Semua itu akibat pukulan keras dari jarak pendek menghantam dada Bul-Bul berkali-kali. Kalau di peras kaos oblong hitamnya dalam ember berisi air. Niscaya airnya akan berubah menjadi merah ke hitam-hitaman.
Bul-Bul di sekap dalam sebuah gubuk sederhana yang sengaja di buat oleh para penculik. Gubuk sederhana yang di buat mirip sebuah semak belukar yang rimbun. Membuatnya tak mudah untuk di ketahui. Beberapa kali Bul-Bul pingsang ketika sedang dalam keadaan di siksa dan di hajar habis-habisan oleh para penculik.
Bul-Bul pelan-pelan membuka kedua mata sambil menahan perih di pelipisnya yang robek akibat pukulan para penculik dengan tanpa hati. Mata Bul-Bul ia edarkan ke sekeliling dalam gubuk. Jarak pandangnya masih kabur menjadikan pandangannya tak begitu jelas untuk melihat lebih tajam. Apa yang ada di sekeliling ruangan dalam gubuk. Samar-samar mata Bul-Bul melihat gelas-gelas plastik yang menyisakan air kopi basi di dalamnya. Juga terlihat bekas puntung rokok yang sebagiannya masih mengepul.
Butuh 15 menit untuk menunggu saraf matanya mulai bekerja dengan baik. Penglihatan bul-bul mulai tajam kembali. Begitu juga dengan telinganya yang berdengin keras, akibat sebuah pukulan mendarat di salah satu lubang telinganya.
Kesadarannya mulai pulih. Begitu juga dengan Saraf-saraf tubuhnya. Hampir seluruh tubuhnya terasa nyeri dan pegal-pegal. Tapi tak begitu ia hiraukan. Pikirannya hanya satu. Bagaimana tangan dan kakinya yang terikat bisa lepas.
Mata Bul-Bul melihat puntung rokok yang masih mengepulkan asap. Bul-Bul tak ingin kehilangan kesempatan. Bul-Bul menggeserkan sedikit demi sedikit tubuhnya. Jarak dari puntung rokok hanya satu meter. Tapi jarak itu terlampau jauh dari jangkaunnya. Kondisi tubuhnya masih ngilu-ngilu hingga gerakannya belum begitu cepat. Bul-Bul tidak menyerah. Bila ikatan tali plastik yang mengikat kedua kaki sampai mata kaki bisa di lepas dengan cara menyundutkan pada puntung rokok yang masih menyala, maka Bul-Bul bisa melarikan diri dari sekapan para penculik itu.
Bul-Bul mulai mengerakan sedikit demi sedikit jempol kaki dan jari jemari kakinya yang sudah terlupas kuku-kukunya. Apakah masih bisa di gerakkan atau tidak. Sambil menahan rasa nyeri yang menyedot saraf-saraf tubuhnya. Bul-Bul terus menggerakkan tubuhnya ke arah puntung rokok itu. Jarak satu meter dari tempat duduk dimana Bul-Bul sedang terikat dengan puntung rokok itu hanya satu meter. Sedikit-demi sedikit terpangkas jaraknya. Semuanya terasa begitu lambat jalannya.
Dengan mengangkat pantat, dan menggerakkan kedua kakinya terus menerus. Bul-Bul sudah semakin dekat dengan puntung rokok. Usahanya tak sia-sia. Kini jaraknya sudah 50 centimeter lagi dari puntung rokok itu. Bul-Bul tak bisa menahan lebih lama, tak ingin kehilangan kesempatan. Bul-Bul berusaha memiringkan tubuhnya, sengaja menjatuhkan dirinya sekuat tenaga agar sampai pada puntung rokok itu. Bayangan Ibu, Bapak, dan kedua adiknya yang membuat Bul-Bul kuat untuk melampaui semua ini. Hatinya berseru. Tuhan!..Selamatkan aku. Bul-Bul menjerit dalam hatinya. Agar keluar dari semua ini.
Mulutnya menyeringai, darah yang keluar dari mulutnya sudah mengering. Tenggorokannya susah sekali untuk menelan. Ludahnya terasa habis dan kering. Ketika badannya mulai condong dan semakin miring kea rah puntung rokok itu.
Gedubrakkkk!. Bul-Bul berhasil menjatuhkan dirinya. Mulutnya mengaduh menahan ngilu yang demikian terasa. Bul-Bul jatuh dalam posisi miring. Posisi kakinya mulai di gerakkan sedikit kearah puntung rokok yang masih mengepulkan asap. Sementara sebagian paha Bul-Bul sampai keatas tertahan oleh kursi yang terus menempel dari tiga hari yang lalu.
Sudah dekat dengan puntung rokok yang masih mengepul. Bul-Bul harus menahan nafas lagi. Kedua jempol kakinya yang terikat pada kedua sisinya. Harus rela ikut tersundut oleh nyala api bekas puntung rokok itu.
Bul-Bul katupkan gigi gerahamnya kuat-kuat. Ketika tali plastik yang mengikat kedua jempol kakinya mulai mengkerut akibat terkena sundutan puntung rokok itu. Sedikit demi sedikit tali plastic yang mengikat kedua jempol kakinya mulai terkikis. Bul-Bul harus sedikit lebih lama untuk menahannya. Karena salah satu simpul yang paling kuat adalah tali yang mengikat kedua jempolnya. Bila Bul-Bul berhasil menahan rasa sakit, maka ada setitik harapan ia bisa melepaskan semua ikatan pada kedua kakinya.
Mulutnya mengaduh agak keras. Ketika simpul keduanya berhasil tersundut. Dan puntung rokok itu langsung menyundut tanpa ampun kedua sisi jempol. Sakitnya luar biasa. Seperti tersengat oleh seekor lipan. Panas dan pedas.
Kedua matanya melihat ke bawah mata kakinya. Kedua jempol kakinya seperti ada ruang udara. Simpul tali yang paling kuat ada di ujung jari jempolnya. Ketahanan Bul-Bul sudah teruji. Pelan-pelan ia gerakkan kedua kakinya. Ringan dan tanpa sesuatu yang menggecetnya terus menerus. Ikatan yang melingkari kedua betisnya mulai longgar. Begitu juga dengan tali yang mengikat antara paha dengan kursi mulai mengendur. Mungkin para penculik tak mengira kalau ikatan yang hanya satu simpul dapat berpengaruh pada ikatan yang lain. Mungkin juga karena Bul-Bul di ikat dengan tali plastic setelah di siksa dan di hajar tanpa belas kasihan terlebih dahulu. Baru kemudian di ikat. Atau bisa jadi mengira kalau Bul-Bul sudah tak bernyawa. Sehingga para penculik itu terkesan buru-buru untuk mengikatnya.
Bul-bul meronta-meronta sejadi-jadinya. Seperti orang kesurupan. Orang jadi begitu semangat, ketika sebuah harapan ada pada tangannya. Lama-kelamaan ikutan pada paha, kedua betis semakin longgar. Jarak antara tubuh Bul-Bul dengan kursi pun semakin bisa di gerakkan. Bul-Bul kembali menggeliat kuat agar bisa lepas dari jaring-jaring tali yang mengikatkan tubuhnya pada sebuah kursi. Prosesnya mirip seekor ular yang sedang ganti kulit.
Nafas Bul-Bul terengah-engah. Jantungnya menderu naik turun. Pertahanan tubuhnya kian lemah, hanya bara semangat yang tetap menyala dalam dada yang membuatnya terus semangat. Pelan-pelan kursi yang menempel di tubuhnya menggelosor ke bawah. Tali plastik yang mengikat antara kursi dan tubuh Bul-Bul sudah begitu longgar. Kini Bul-Bul dengan sisa tenaga dan semangat yang ada memakasakan dirinya untuk dapat berdiri. Kedua paha dan kakinya semakin terasa ngilu, pegal, hingga membuatnya terhuyung-huyung ketika ingin berdiri.
Kursi yang menempel pada tubuhnya sudah benar-benar terlepas. Bul-Bul seperti baru keluar dari kedalaman air yang di penuhi dengan Hiu-Hiu pembunuh. Kedua matanya kembali nanar, melihat sekeliling ruangan dalam gubuk. Tubuh Bul-Bul belum bisa berdiri dengan tegak. Kedua lututnya masih gemeteran, menahan rasa ngilu dan pegal-pegal yang teramat dalam sakitnya.
Kedua mata Bul-Bul mencoba mengitari sekeliling ruangan gubuk. Matanya tertuju pada sebuah kayu yang agak menonjol keluar, walaupun tonjolannya tak begitu kuat keluar, tetapi Bul-Bul berharap dapat memutuskan tali plastik yang ada di pergelangan tangan. Yaitu dengan cara menggosok-gosokan tali plastik pada kayu pipih yang menonjol.
Dengan lutut yang masih gemeteran, kedua kaki Bul-Bul langkahkan pada sudut ruangan gubuk agar lebih dekat dengan kayu pipih yang menonjol keluar diantara deretan kayu yang ada. Bul-Bul mulai menggosok-gosokkan tali plastik yang mengikatnya dengan sisa tenaga dan badan yang masih lemas.
Hampir 10 menit, Bul-Bul terus menerus menggosokkan tali plastik yang mengikat kedua pergelangan tangannya, keatas dan kebawah. Sementara hari sudah semakin sore, suasana dalam gubuk pun sudah semakin gelap. Rupanya waktu tidak bisa di kompromi. Bul-Bul masih terus saja berjuang melepaskan ikatan. Tanpa pernah kenal lelah. Bila lelah mendera Bul-Bul berhenti sebentar, sekedar mengambil nafas. Lalu kemudian meneruskan kembali menggosok-gosokkan tali plastik yang mengikat pergelangan tangan. Bul-Bul berpacu dengan waktu.
Lama kelamaan tali plastik yang terus menerus di gosok-gosokkan pada kayu pipih yang menonjol itu, berubah menjadi serabut-serabut yang tak lagi sesolid seperti semula. Rasa panas dari sisi pergelangan tangan menjadi penyemangat, layaknya cambukan penebus kesalahan. Semakin panas, maka Bul-Bul semakin kuat untuk menggosok-gosok nya. Serabut-serabut yang tak lagi solid, menjadi semakin rapuh. Kedua pergelangan tangan Bul-Bul akhirnya terlepas dari ikatan tali plastik yang mengekang kedua pergelangan tangannya.
Bul-Bul bernafas lega. Kedua tangannya normal kembali, tak lagi menelikung kebelakang. Rasa panas pada pergelangan tangan, tak lagi sepanas seperti tadi. Sekarang Bul-Bul berhasil menaklukkan ketidakberdayaan dirinya. Sebuah ketabahan sedang di perankan dengan baik oleh mental Bul-Bul. Bul-Bul mampu melampaui keterbatasan yang ada. Salah satu yang menjadi penyemangat adalah bayangan kecemasan mendalam yang mungkin sedang di rasakan oleh kedua orang tua dan adik-adiknya.
Ikatan yang membelenggu pergelangan tangan, paha, dan kedua kaki sudah terlepas dengan susah payah. Walau begitu, pikirannya masih tegang. Bul-Bul masih di liputi oleh rasa cemas dan setiap detik adalah kesempatan untuk dapat melarikan diri. Yang ada di pikirannya sekarang adalah, Apakah penculik itu benar-benar sudah tak berada lagi di sekitar gubuk atau sedang dalam perjalanan menuju ke gubuk, tempat dirinya di sekap tanpa makanan dan minuman. Bul-Bul tak ingin kembali di siksa dan di hajar oleh para penculik, tanpa alasan yang jelas serta kesalahan apa yang telah di lakukan. Bul-Bul merasa di perlakukan seperti sansak para petinju, yang di jadikan tempat melampiaskan kekesalan. Atau jangan-jangan dirinya adalah korban salah tangkap lalu setelah puas menyiksa dan menghajar, ditinggalkan begitu saja di pinggiran hutan yang seram.
Yang di lakukan Bul-Bul sekarang adalah kembali mengumpulkan kekuatan yang ada. Kedua matanya kembali menangkap sesuatu yang menggugah naluri bertahan hidupnya. Pada sudut ruangan dalam gubuk ada gelas-gelas plastik berisi kopi yang tinggal sisanya. Pada permukaan gelas tersebut lalat-lalat sudah bersuka ria menyantap sisa-sisa yang masih bisa di nikmati oleh lalat tersebut. Beberapa ekor lalat bahkan masuk kedalam air kopi. Tapi bagi Bul-Bul semua itu tidak jadi masalah, Bul-Bul merasa tubuhnya perlu asupan energi dari sisa kopi yang di tinggalkan oleh para penculik.
Bul-Bul segera menghampiri gelas plastik berisi air kopi itu. Langhkahnya belum stabil betul, tapi ia paksakan dengan segenap kekuatan. Kedua tangan Bul-Bul juga masih gemetar ketika memegang gelas plastik berisi air kopi. Satu persatu lalat yang masuk dalam air kopi itu, ia pungut dengan tangan kanannya. Setelah dirasa bersih dari lalat, air kopi itu tanpa pikir panjang langsung masuk masuk dalam tenggorokan Bul-Bul yang kehausan. Sekarang sisa air kopi yang sudah basi itu masuk kedalam lambungnya. Mungkin cacing yang ada dalam perut Bul-Bul berteriak, antara sedih dan senang. Tapi Bul-Bul tak akan menghiraukan teriakan cacing-cacing dalam perutnya. Setidaknya Bul-Bul dapat memperoleh tenaga dari kopi basi itu. Setelah meminum air kopi basi itu, bul-bul mengambil nafas dalam-dalam dan bersender pada salah satu sudut ruangan. Bul-Bul masih merasakan kedua lututnya yang gemeteran, disusul dengan keringat dingin yang keluar dari pori-pori tubuhnya. Ia menyadari kalau dirinya sudah bertahan dalam batas kemampuannya. Sambil menyandar di salah satu sudut ruangan gubuk, Bul-Bul menenangkan dirinya dari kecemasan yang sekarang hinggap di pikirannya.
Tapi itu cuman sebentar, Bul-Bul kembali di hinggapi perasaan tegang dan was-was. Pikirannya selalu menghakimi kalau selama dalam masa pelepasan diri dari ikatan itu hanya jebakan semata. Ia menganggap setelah dirinya berhasil melepaskan diri. Para penculik itu kembali menangkap dan menghajar habis-habisan. Pikiran-pikiran seperti itu nyaris menghentikan dirinya dari sikap bertahan hidup. Bul-Bul kembali meneguhkan dirinya agar pikiran-pikiran yang mematikan langkahnya bisa berangsur-angsur hilang.
Sinar cahaya yang menerobos masuk kedalam gubuk membantu Bul-Bul mengenali detil isi dalam gubuk. Hatinya bangkit, dan kedua matanya melihat sebuah pintu sederhana tak berdaun kunci. Dengan tubuh yang masih lemas, Bul-Bul bangkit dari tempat duduknya menuju pintu sederhana itu. Kedua tangan Bul-Bul mulai meraba dan mendorong pintu itu, apakah bisa terbuka atau tidak. Beberapa kali tangan Bul-Bul mendorong pintu itu, seketika itu juga pintu itu seperti ada yang beban berat yang menahan pintu itu.
Bul-Bul bergeser ke samping pintu, mencari celah-celah agar dirinya bisa mengintip dari celah itu dan mengetahui benda apakah yang menghalanginya. Kedua matanya berbinar, Bul-Bul menemukan sebuah celah kecil yang bisa ia gunakan untuk mengintip dari dalam. Dari celah kecil itu Bul-Bul melihat 2 buah drum besar yang di susun tegak berdiri kokoh menyender di pintu. Bul-Bul sedikit bersemangat melihat peluang untuk lolos dari cengkraman para penculik itu.
Bul-Bul mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu itu. Dengan segenap tenaga yang ada, Bul-Bul hentakkan bahu kanannya ke tengah pintu yang di palang melintang lengkap dengan paku kokoh tertancap di masing-masing ujungnya.
Bunyi Brukk dari tubuhnya tak membuat pintu itu bergerak. Yang dirasakan Bul-Bul sekarang adalah bahu kanannya terasa agak linu. Bul-Bul mencoba berkali-kali mencoba mendobrak pintu dengan bahu kanan atau kirinya. Tetapi rupanya pintu yang tak berdaun kunci itu, terasa sangat kokoh dan solid.
Bul-Bul beristirahat di dekat pintu itu untuk mengambil nafas dan tenaga yang ada. Bul-Bul mulai di hinggapi perasaan putus asa. Lama ia merenungi kondisi yang sedang menimpa dirinya. Tanpa Ayah dan Ibu, adik-adik, juga teman-teman baiknya. Dalam keletihan dan kecemasan yang ada, pelan-pelan kedua mata Bul-Bul tertutup dan tertidur.
0 Comments:
Posting Komentar