Tampilkan postingan dengan label Esai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Esai. Tampilkan semua postingan

Rabu, 18 Juni 2025

Aku dan Han Kang

BABAK 76
The vegetarian, entah sampai kapan pembacaanku selesai atas nama sebuah novel, peraih nobel sastra 2024, beberapa tahun kebelakang belum mampu beli, antara buku dan keluarga masih silih berganti, jika sedang lapang, maka buku menjadi pilihan, jika sedang berhemat maka membaca judul dari novel-novel yang ingin kubaca sudah senang bercampur gembira.

"Buku sudah banyak, ngapain beli lagi" kata anak perempuanku yang diam-diam mengamati kecenderungan ayahnya ketika dapat uang lebih.

"Yang kemarin saja belum selesai bacanya" tambahnya.

Betul ucapannya, dan terbukti hari ini. di Islamic Book Fair, setelah muter-muter melihat-lihat stand yang berdiri kokoh, dan megah, aku kembali ke penerbit baca, melihat sabar polah pembeli dan apa yang mereka beli. Setelah bolak-balik mengelilingi buku, dan gocek tak terlalu banyak, kuambil novel Han Kang, dengan judul THE VEGETARIAN, sampai rumah buku itu akan mendapatkan komentar yang sama.

"Buku lagi, buku lagi" katanya. Dan nanti aku akan kasih senyuman saja pada putriku yang sekarang duduk di bangku kelas 4 SD.

"Ini hiburan terbaik ayah, salah duanya"

Senin, 16 Juni 2025

I'M UNSTOPPABLE TODAY

BABAK 74
Seorang guru berusaha untuk tetap dalam tempat duduknya. Namanya tidak disebutkan dalam rangkaian kegiatan sesi foto, hanya orang-orang tertentu yang dipanggil untuk maju kedepan. Ketika para guru lain membujuknya untuk melangkah ke depan dan naik panggung, guru itu masih bersikukuh untuk ajeg di atas kursinya. Ia tidak sedang menunjukkan apakah dirinya penting atau tidak penting. Ia sedang menunjukkan kalau dirinya sedang menerapkan ukur diri agar tidak terlalu 'patuh' pada semua situasi. Ia memilih untuk mengukur dan menakar. Mana bagian yang mau ia ambil dan mana bagian yang bukan milik dirinya sendiri. Sederhana, kebanyakan orang belum memahaminya dengan tertib logika.

Setelah bujukan guru tidak mempan, maka petinggi yayasan dan jajarannya yang mengajaknya untuk berfoto ria. Dan wajahnya tidak lagi secerah tadi. Ia memendam kekesalan (kesel saja) tanpa berniata untuk mengkonfirmasi kenapa namanya tidak dipanggil untuk berfoto. Ia tidak sedang marah, hanya menempatkan diri pada tempat yang semestinya. Tak ingin melampaui peran dan tak ingin kelihatan dipenting-pentingkah, ini penting, sebab? entah lupa atau bukan, yang jelas kadang benak mempertanyakan seberapa pentingkah nama guru itu ada dalam runtutan kegiatan. Ia ingin menyaksikan kalau kesehatan mentalnya tetap terjaga. Ia maju kedepan dan ikut berfoto bukan kemauan para panitia acara pelepasan siswa yang dihadiri oleh walimurid dengan mata yang tajam alias fokus.

"Kan namanya nggak dipanggil." begitu ucapnya ketika sang guru itu sudah duduk yang sudah dipersiapan untuk orang lain. Ia ingin menunjukkan bagaiamana seharusnya orang memperlakukan orang. Ini sederhana soal namanya tak ada dalam barisan untuk dipanggil, ia tidak ngambek, marah, nggerundel, hanya ingin memastikan kalau dirinya tak ada di barisan depan, itu saja.

Ia berdiri dan melangkah dan duduk hanya menghargai panggilan seorang ketua yayasan, tak lebih. Jika para pemangku jabatan itu tak memanggilnya, ia pun tak ingin buru-buru melangkah maju kedepan. Ini saatnya menunjukkan bahwa orang harus mengorangkan orang lain. Sederhana, tetapi tak sesederhana yang kalian pikirkan. Justru karena guru itu tak merasa dirinya penting, maka ia berusaha untuk menolak ajakan dari panitia pelepasan kelulusan. Ia ingin jiwanya sehat, tak perlu menutupi rasa malu yang ia sedang tanggung untuk beberapa menit kedepan. Dan itu sangat membosankan, kalian harus menanggung beban malu untuk maju kedepan atas dasar 'kasihan' bukan orang yang masuk dalam daftar hadir yang dipentingkan (VVIP), kalian ingin mengasihani guru itu...tentu saja semua ingin memberikan tempat yang layak bagi guru itu (jika mereka masih punya sedikit empati). Pada hal yang sederhana guru itu tidak masuk dalam hitungan, apalagi pada hal-hal yang rumit. Memang ada wilayah untuk memantaskan (memaksakan) diri, tetapi apakah itu berlaku untuk semua guru, ayolah semua orang memiliki hak yang sama untuk diberi sedikit penghargaan. Bukan meminta penghargaan, ayolah jiwa manusia itu memerlukan itu, sekadar untuk menyehatkan mentalnya di hari-hari yang sedang tidak baik-baik saja.

Ia sedang melakukan timbangan atas dirinya sendiri agar nantiya tidak terlalu berharap pada keadaan, tetapi ia berharap pada Tuhan setelah bersimbah peluh dengan tidakan-tindakan. Semuanya berada pada level yang meyakinkan untuk diberi penghormatan. Hanya saja meminta penghormatan pada keadaan adalah seburuk-buruknya pecundang yang pernah muncul dan tersenyum atas topengnya yang bertahun-tahun dipahat diatas kompitisi berbalut sedikit kolaborasi, pada akhirnya ia akan memenangkan pertarungan atas lelahnya orang lain. Dan itu sejauh-jauhnya watak, jauhilah watak itu, karena semua manusia memiliki watak itu, hanya ingin menang atas kebijaksanaan lah yang mampu mengunci sifat picik dalam bejana rendah hati, bukan rendah diri.

Pada tahap paling nadir, guru itu menepuk bahunya sendiri dan melupakan apa adanya. Ia sedang memantaskan diri, memang saat ini, dirinya di mata orang lain, hanya pada tataran dibutuhkan saja (mungkin), lalu setelah acaranya selesai, air matanya yang sedari tadi ingin tumpah, ia tumpahkan dalam senyum dan jenaka seperti yang sering guru lihat, dan pada esok harinya ia sudah dalam armour sempurna yaitu menyembuhkan luka dan mengeringkannya dalam bentuk sebaik-baik doa, semuanya dimaksudkan agar hatinya tetap seluas langit dan bumi menerima segala takdir yang tengah dijalaninya. Pada puncaknya mengukur diri adalah bentuk kehormatan diri setelah orang menjatuhkannya berkali-kali.

Pada detik berikutnya adalah membuktikan pada semua orang yang pernah meragukan (bagaimana berbakatnya diri kita pada satu bidang), itulah sebaik-baiknya pembalasan, tak perlu balik menyakitinya hanya mengeluarkan semua karya yang pernah mereka ragukan. Itulah sebaik-baik alasan kuat untuk terus berkarya. Jika kalian pernah diragukan atas kemampuan, maka balaskan dengan berlipat-lipat karya dan sebanyak-banyak 'kesuksesan' yang sulit untuk dikejar, dibayangkan pun tak sanggup. Bila jatuh, maka bangkitlah dengan kekuatan penuh. Tetaplah percaya diri dan tak terhentikan.

Terimakasih untuk lagu yang penuh inspirasi; Sia - Unstoppable

Minggu, 15 Juni 2025

TETAP FOKUS

BABAK 73
Seorang anak Tk yang sedang menari di atas panggung dengan ratusan pasang mata memandanginya. Pada menit berikutnya kain luar yang melilit ditubuhnya pelan-pelan lepas. Seorang guru pendampingnya pelan-pelan datang menghampirinya, membetulkannya. Lalu anak itu kembali menari lagi. Pada gerakan berikutnya kain batik luarnya mulai lepas lagi. Penonton seketika fokus pada anak itu yang terus menari tanpa memerdulikan kainnya yang sudah lepas dari pinggangnya. Ia tetap fokus untuk menyelesaikan tariannya.

setelah musik pengiring selesai, anak itu tetap pada gerakan penutup. Lalu membungkuk sedikit kepada penonton yang kebanyakan orangtua murid dan dari mereka ada orangtua si anak tersebut. Tentu saja bangga, karena penonton juga merasakan kebanggaan. Lalu muncullah kata sudah profesional dan tetap fokus pada pekerjaannya. Ini tidak mudah, orang dewasa saja belum tentu setenang itu ketika ada hal diluar prediksinya. Selamat ya. Semoga hari-harimu dipenuhi dengan keyakinan untuk selalu menjadi versi yang terbaik.

Rabu, 11 Juni 2025

MENGAPA PERLU MENULIS? Bagian 2

BABAK 71
Tidak esekadar menuangkan gagasan semata, ia merupakan kerja semua unsur tubuh, melibatkan semua jenis indra, dan mengumpulkan dalam bentuk argumen mendalam tentang satu hal. Ia juga mampu merekam jejak semua jenis situasi yang tak lekang oleh waktu. Termasuk menulis dalam ingatan, yang sensasi kurang lebih sama kejadian 32 tahun lalu. rekam ingatan itu misalnya.

Seorang lelaki tua tegesa-gesa menutup pintu dengan slot besar kayu kelapa. matanya mengkilat menekan situasi. Selepas menyelot, langkahnya tergopong mematikan lampu minyak. Istrinya ingin menyela. Sebuah bunyi desis menyuruhnya diam. "masuk ke kamar" bisiknya. ketiga anaknya memegangi tubuhnya.

Setelah anaknya tertidur. istrinya merayap mencari suaminya yang masih terdengar nafasnya, ia duduk di kursi rambang buatannya sendiri. kayunya dari pohon jengkol. Menyerutnya dengan alat sederhan.

"Ada apa kang?" dalam logat purbalingga.

"Mereka sedang mengajak untuk melawan" bisik lelaki tua,

"Gusti Pangeran, tetangga kita bagaimana? ( maksudnya Aki Dalang versi penulis)

"Masuk" jawabnya lebih pelan, hampir tidak terdengar, suata jangkrik di pinggir rumah mengintimidasi obrolan dini hari itu.

Sampai sekarang rekam ingatan terus meraung mememuhi rongga kepala bernama ingatan. Proses menuangkan dalam tulis, sebagai bentuk apresiasi terhadap ingatan yang diucapkan oleh pemilik sejarah itu. Yang kemudian diwariskan kepada cucu di rumah yang sama tempat mereka melawan gelap dan kecemasan.

Menulis itu membuat ingatan tentang situasi tertentu menjadi lebih terhormat dari semua situasi, jika tidak di ikat dalam bentuk tulisan situasi itu akan kabur bersama kematian dan tarian waktu. Apalagi ditindak lanjuti pada pendokumentasian yang lebih rapih, ingatan itu akan dibaca kemudian sebagai sejarah yang bernada sejarah itu sendiri, bukan mengubah nada sejarah sesuai kebutuhan 'Era' yang kemudian anak cucu nanti berdebat lalu meninggalkan sejarahnya sendiri.

Selasa, 10 Juni 2025

Mengapa Perlu Menulis?

BABAK 70
Kerena menulis itu proses kreatif yang perlu dimiliki oleh semua disiplin ilmu dan profesi. Kalau dalam deep learning akan menumbuhkan growth mindset dan proses sebagai prodaknya. Bukan sebaliknya. Dalam menulis pun sama prosesnya, yakni mengasah daya pikir menjadikan hal yang rumit bisa menjadi lebih sederhan, itu salah duanya. Lalu, kenapa perlu menulis? silakan direnungi alasan-alasan di bawah ini. 
 
1. Membuatmu bisa menuangkan apa yang dikepala dan menganvaskan dalam bentuk tulisan. Hingga menyadari belakangan, bahwa yang kamu tulis benar-benar dibutuhkan pada saat nantinya. Orang menyebutnya dejavu, tapi itu sesungguhnya endapan informasi dari apa yang kamu baca bertahun-tahun, lama mengkrisital, lalu membentuk persepsi mendalam atas bacaanmu dan tulisanmu.

2. Membuat kebutuhanmu akan paradigma yang sudah kelewat mengakar dalam visi pribadimu, hingga kemudian lahir aksioma, sensasi, pilar-pilar asasi yang akan membentuk nalar pribadi setiap pembaca. Mengenai pembaca, semua pembaca bisa menikmati semua kegiatan mengeja kalimat tanpa perlu repot-repot menyeka apa saya pembaca pemula, atau pembaca pedagogik yang gemar mendulang informasi dan hobi memperbaiki bagaimana caramu membaca.

3. Membuat visi pribadimu yang kelewat membudaya dalam kepala dan gerak tubuhmu, hingga yang ada adalah kemampuan scanning untuk semua situasi, dan mencatatnya baik-baik dalam ingatan terdalam, atau mengkanvaskan (istilah tinju) di atas kertas melalui penalaran sistemik jika itu mampu, tetapi semua dimaksudkan untuk memakzulkan pikiran gugup atas tulisan yang tak kunjung bisa di selesaikan.

4. Membuatmu memahami 'situasi' ada apanya dan apa adanya, yang hadir kemudian kemahiran untuk menerjemahkan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan, negeri tercinta ini. Agar pandanganmu tidak cupet dan tidak cepat-cepat memberi label pada semua situasi yang kamu lihat, rasakan, dan hadapi.

5. Menulis berarti menerjemahkan situasi ke situasi lain, agar pembaca memperoleh gambaran utuh tentang penilaian penulis atas apa yang pernah terjadi, hari ini, esok, dan kemarin, jadi guys tak ada alasan lain untuk tidak menuangkan ide, hanya kemauan pada akhirnya, dan sejumput penyesalan.

6. Mencatat pengalaman pribadi yang telah mengarat membentuk siluet tentang peristiwa apa (ditekuni), dan kebutuhan untuk menceritakan lebih detil urutan pengalaman itu dalam bentuk puisikah, Novel, Cerpen, Esai, atau mungkin kamus. Bisa juga cara mempresentasikan dalam bentuk laporan investigasi mendalam atas situasi tertentu. Mengajak pembaca untuk tidak hanya menjadi pembaca 'biasa' tetapi mampu melampaui apa yang disajikan dalam bentuk kalimat. 

Senin, 09 Juni 2025

Pesan Sang Guru

BABAK 72
Idealnya seorang yang menyetorkan hafalannya tida ada kekeliruan atau kesalahan dalam menghafal. Itulah yang dialami oleh Alm Ustaz Muzzammil sewaktu di pesantren. Tapi kata beliau ini tidak bisa dilaksanakan di halaqohnya, karena cukup berat menyetorkan tanpa cacat ataupun kesalahan. Maka beliau mensyaratkan boleh kalian menyetorkan hafalan ada kesalahan atau kekeliruan, sebagai timbal balik kalian (peserta tahfiz) harus rajin murajaah (mengulang hafalan)

Kalau kita menghafal sudah lancar maka akan timbul semangat yang lebih besar dari pada kita sudah menghafal tapi belum lancar, terkadang timbul rasa putus asa dari dalam diri kita.

Beban rasa berkurang ketika sudah menyetorkan hafalan, walaupun itu belum lancar dan tinggal mengulang-ulang.

Target kita terkadang hanya ingin menambah hafalan tanpa memperhatikan hafalan yang lama

Mengajarkan kaidah ilmu tajwid belum begitu diperlukan ketika seseorang membaca alqurannya masih terdapat banyak kesalahan baik sagi makharijul huruf, dengung, maupun mad.

Idealnya bila kita punya hafalan lima juz, misalnya juz 26-30. hafalan itu setidaknya sudah lancar . kata beliau, buat apa kita punya hafalan lima juz tapi tak ada yang lancar.

Minggu, 08 Juni 2025

NERACA

BABAK 69
Lihat saja perbandingan kamu ketika masuk lembaga pendidikan dan menemukan dirimu dalam situasi yang membuatmu makin hari makin tak menemukan Apa yang sebenarnya kamu cari ketika menjadi guru. Sekadar profesi dari sekian pekerjaan sampingan yang membuat dompetmu makin menggembung sulit ditutup. Bahkan merusak retsleting mahal yang dibelinya dari dalam Mall ternama. Menghabiskan sebagain gaji yang kamu tunggu selama sebulan, dan kamu menghabiskan dalam ukuran menit di kasir yang mbanya selalu tersenyum S.O.P banget, dan itu sangat menyebalkan. Atau sekadar menghabiskan waktu-waktu luang karena kamu sudah mendapatkan sertifikat dari pemerintah dan membunuh pelan-pelan waktu terbaik dalam hidupmu. Atau memang kamu tertarik untuk menghimpun sekaligus membandingkan apa yang kamu nanti dapatkan dan yang nanti tidak didapatkan selama menjadi guru, begitukan neracamu sebagai seorang guru? lalu kenapa begitu memaksakan diri untuk menjadi guru?

Jawabannya ada pada dirimu yang memiliki neraca yang tersimpan diantara otak hati gerak tubuh dan juga tujuan hidupmu, semuanya akan membentuk neracamu apakah akan miring ke kanan dan ke kiri. Setiap hari neraca itu akan bergerak sesuai dengan apa yang ada dalam benakmu yang menjadi tujuanmu mengajar. Ia akan bergerak ke kanan manakala pengabdiamu pada pendidikan dan dunia ajar mengandung ketulusan tiada banding, jarum neraca itu akan bergerak menuju langit, semuanya yang dilakukan membawa pada kebajikan luar biasa yang tidak bisa diukur meski dengan ratusan gepok uang. Tak ada manusia yang tidak suka uang, tetapi uang bukan jaminan untuk membeli hak didik siswa yang mereka peroleh sejak bel berbunyi atau sejak jam pelajaran pertama berkumandang. Jika bergeser ke kiri, ada kemungkinan pundi-pundi dari lebelmu sebegai seorang guru dapat mudah dikeruk di lahan basar, yang kamu paling tahu dari mana sumbernya.

Neraca guru bukan soal hitam putih saja, tetapi wilayah abu-abu yang mereka munculkan di depan matamu ketika baru masuk kelas dan belum juga mengucapkan salam pembuka. Ada banyak hal yang mereka selundupkan ketika kamu mulai mengucapkan salam. Mereka mengantongi ribuan jejak pada dirimu ketika mengajar. Bahkan sidik jarimu menempela kuat pada sinapsis, neuron, atau memory jangka panjang. Mereka telah mengalahkanmu ketika kamu meresa telah memenangkannya. Itulah anak-anak didik sekarang yang memiliki kemampuan untuk membaca kebiasaan seorang guru di kelas.

Neraca yang terus hidup dalam sanubari seorang guru memudahkan dirinya untuk memindahkan alam bawah sadar secara berganti-ganti tanpa perlu mengganti peran, siswa akan membenci seorang guru yang begitu munafik dengan dirinya sendiri. Menempatkan diri pada kategori selalu benar adalah salah dua bukti bahwa seorang guru mestilah rendah hati di hadapan murindya, bukan untuk mendiskon terlalu banyak dan mereka bisa mengulitimu bagian demi bagian, tetapi satu misi yaitu kekuatan membujuk hati mereka dan menaklukan ego mereka yang sedang meluap. Setelah berhasil meringkus hati mereka, seorang guru dapat mengisi hati mereka dengan ketaatan pada tuhan, kepalanya dengan pengetahuna, dan fisiknya dengan kekuatan. Tiga hal tadi menjadi pilar-pilar asasi yang mesti disuntikan kepada setiap siswa didik. Semuanya dimaksukan agar timbangan tetap stabil tanpa menutup mata.

Sabtu, 07 Juni 2025

Gesture Ceremony

BABAK 66
Bahasa tubuh ketika mengajar merupakan salah dua kunci untuk mendapatkan ikatan dengan para siswa. Setiap siswa dapat melihat dengan jelas bahasa tubuh guru sedang memperlihatkan apa. Apakah guru sedang memiliki masalah di luar kelas ( keuangan, relasi antar teman, keluarga, atau dirinya sendiri). Hal itu dapat dibaca oleh murid-muridnya tanpa perlu pidato berbuih di hadapan murid-muridnya.

Tutur verbal akan terbawa oleh lapisan bahasa tubuh yang menyelimutinya. Tak perlu ditutup-tutupi semua itu bisa dirasakan oleh hati seorang murid. Apakah verbal seorang guru ketika memberikan pengetahuan sebatas pemenuhan kewajibannya sebagai seorang guru, sekadar memenuhi jam mengajar, dan lainnya, maka caranya menyampaikan layaknya penjual menjajakan barang dagangannya, kalau sudah laku ngapain repot-repot menanyakan barangnya awet atau nggak. Lain hal jika seorang guru menyampaikan ilmunya dengan bahasa tubuh ketulusan pengabdian seorang guru, 🔥 api tekadnya dapat terasa hangat sampai menyentuh hati yang paling dalam. Ada perasaan khusus yang sulit terucapkan manakala bahasa tubuhnya ketika mengajar bukan sekadar ceremony saja, tetapi lahir gerak tubuh, olah batin, seorang empu yang menyepuh keris agar ampuh dan tajam.

Gesture ceremony menawarkan kepalsuan yang akan retak sebelum gelas itu diisi air hangat. Bahkan retaknya bisa pecah sekaligus tanpa sentuhan kasar, pada titik berikutnya akan menimbulkan luka batin dan menyembuhkan perlu waktu yang lama. Maka, sekuat mungkin seorang guru meningkatkan kewaspadaan manakala berhadapan dengan murid-muridnya, agar gesture ceremoninya tidak terbaca. Caranya bagaimana, hilang framing pada diri siswa dengan label-lebel tertentu. Lalu bangun ikatan hati yang kuat antara guru dan murid, pada titik selanjutnya bangunan itu menimbulkan kekuatan untuk merubah diri pada diri siswa tanpa perlu lelah untuk terus melakukan pengawasan berlebih.

Setelah itu lahirlah perasaan mudah dikendalikan hasil ikatan hati yang kuat antara murid dan guru pada hal-hal yang berkarakter. Tanggung Jawab, disiplin, pembelajar, taat pada Allah dan Rosulnya, dsn segudang karakter lain yang bisa muncul ketika mengibaskan sedikit demi sedikit gesture ceremony dalam di seorang guru. Jika satu waktu guru terjebak pada gesture ceremony yang sulit terelakkan, maka itu ia anggap sebagai kebutuhan situasional.

Jumat, 06 Juni 2025

'Lagak' Guru Sebagai Seorang Detektif

BABAK 67
Doakan mereka ketika hati kalian sedang diliputi oleh kegelapan berburuk sangka. Dengan berdoa hati menjadi lebih bersih terbebas dari prasangka yang berlebihan. Sejatinya sedang mengikis semua keluhan yang sempat mampir dalam beberapa detik, menit, jam, bulan, bahkan mungkin ada yang bertahun-tahun. Semuanya tergantung pada hati yang besar, hati yang selalu melimpah memberi ampunan pada orang-orang disekitar. Apalagi sekitar itu adalah murid-murid yang pernah membersamai sewaktu mereka kecil, TK-SD-SMP. Hati mereka seakan hijau oleh bongkahan kasih sayang melimpah dari orang-orang dewasa-guru, orang tua, bahkan nantinya dosen-dosen mereka.

Berapa dari mereka seringkali membuat jengkel, entah itu sifatnya, tanggung jawabnya, sudut pandangnya, semua tampak mentah dan kolot. Ya mereka masih hijau soal-soal karekter, setidaknya dengan hati yang besar dan menularkan sedikit demi sedikit perasaan mereka tergugah dan mulai membangun karakter dalam kasadaran maksimal. 

Ia selalu mencari kontradiksi dan hati yang besar agar memungkinkan dirinya berpikir- untuk lebih banyaknya jeda diantara hal-hal yang tampak memusingkan. Seorang anak murid kedapatan 'menembak' perempaun teman satu kelasnya. Isi kepala seorang guru mengatakan: "bahwa rasa suka memang datang dengan sendiri tanpa pernah diminta, bagian elemen dari fitrah seorang laki-laki dan perempuan. Jeda saja dulu, katakan pada mereka. Saat ini kalian berteman saja, rasa suka itu fitrah. "Kalau pacaran nanti saja dulu" ada banyak hal yang bisa kalian lakukan tanpa perlu repot-untuk melibatkan diri dalam status pacaran. Isi kepala guru seperti berhak mendapatkan apresiasi secara sosial, tanpa perlu berkoar-koar kepada seluruh rekan gurunya.

Tindakan guru detektif memungkinkan dirinya berjalan seperti biasa, tidak cepat juga tak buru-buru dari guru yang lain. Tetapi pikirannya melangkah seratus kali lipat lebih cepat tanpa merendahkan orang lain dan selalu menolak kebenaran (sombong), berlimpah simpati tanpa melanggar kode etik dirinya sendiri, dan tidak dibutakan oleh mahkota reputasi, semuanya berjalan tampak wajar sesuai api tekadnya.

Sebagi guru yang detektif, selalu mencari sudut pandang yang lain. Beragam paradoks ia pelajari, ambiguitas ia simpan rapat-rapat, menyambut hangat siswa yang terlambat dan menanyakan kabarnya, menatap matanya tanpa tedeng aling-aling, menatap jahitan pada celanan yang benangnya yang nabrak warnanya, tanpa perlu menegurnya cepat-cepat. Karena kadang, membangung bonding antara siswa tanpa perlu 'berteriak' kencang-kencang. Guru hanya perlu menunggu di sudut mata mereka yang ragu, senyum yang malu, dan gerak yang kikuk, lalu pelan-pelan memdampinginya agar tampak teratur dan menuntun mereka (siswa/i) menemukan logika pikir sekaligus tindak pada tataran yang utuh.

Struktur pikir guru detektif selalu menemukan kebenaran pada seorang murid dimulai dari detil yang jarang disapa. Tas yang talinya rusak, warna bajunya yang pudar, bibirnya yang selalu tampak kering, dan bau tubuhnya yang sangit, pada mereka terdapat sejuta alasan yang bisa diambil sebagai panduan menentukan sudut pandang kebenaran, bahwa guru lebih pelan menunggu, tak perlu cepat-cepat memberi label malas, bodoh, bau, kusam, dan seterusnya.

Ia tampak tak tertarik pada murid yang bersalah-mencontek-, ia lebih percaya pada bagaimana menemukan kreatif pada dirinya dan membuatnya sedikit untuk percaya pada kemampuannya sendiri. Didaktik boleh, tetapi tak ada manusia di bumi yang tahan bila setiap pagi mendapat 'ceramah' terus menerus tanpa memberinya jeda untuk memikirkan tindakan yang sedang mereka lakukan. Ia lebih tertarik pada strategi apa yang cocok buatnya dan meningktakn setiap detil kemamapuan yang tersembunyi dari tiap siswanya. Ini cara berpikir detektif seorang guru yang hatinya besar.

Ini mengingatkan bahwa kesalahan tak selalu dimulai dari kesadaran melakukannya, tapi luka pengasuhan orang tua yang kerap diserapnya setiap ia berganti seragam. Juga dari ketidaktahuan bagaimana caranya memulai sebuah kegiatan. Bahkan tangisan adalah pintu terakhir dari kebingungan yang sedang melanda isi kepala, terkadang begitu. Luka pengasuhan yang sering kali keliru menimbulkan beban tersendiri bagi anak didik. Mereka seperi mendapatkan dunia baru, setelah besar oleh dunia lama (pengasuhan tanpa arah dari orang tua), hal ini terus tumbuh dalam diam, dan tugas guru adalah bukan hanya menebak isi kepala murid, tapi menguak selubung kepala mereka, dan pelan-pelan membuktikan kalau tindakanmereka keliru dan mengantarkan pada kesimpulan yang bisa mereka terima, setidaknya begitu 'lagak' guru sebagai seorang detektif.

Kamis, 05 Juni 2025

Predictable Plot

BABAK 68
Hari senin sebagian menganggap hari yang penuh tantangan. Ia mesti ditaklukan karena merupakan hari pertama masuk kerja (jika memang punya kerjaan) setelah libur akhir pekan, sabtu dan minggu. Atau bahkan liburnya dari kamis, jika ada kondisi khusus.

Tantangan berikutnya adalah perpindahan azam. Dari semangat menikmati liburan akhir pekan kepada semangat memulai aktivitas rutin yang telah menjadi alur kehidupan kerjanya. Semuanya tergantung pada respon spontan pada masing-masing guru.

Lazimnya guru akan memerangi kemalasan akhir pekan dan melawannya sekuat mungkin agar bisa masuk kerja di hari senin. Entah ada jam mengajar atau mendampingi kegiatan pagi saja. Semuanya dimaksudkan untuk mengawal api tekad seorang guru demi peserta didik dapat tumbuh sesuai yang dicita-citakan. 

Sebagian dari mereka memenangkan pertarungan dan mengkanvaskan kemalasan dan membuangnya dalam tong sampah. Sebagian lain, terpuruk dan kalah dalam pertarungan batin, dan pada pagi buta dia akan merencanakan maksud yang sudah bisa di perkirakan oleh para pengampu kebijakan. 

Serasa akan luput dari pengamatan dan merasakan sensasi kemenangan dari tugas harian seorang guru. Memilih meringkuk dalam kamar setelah meringkus empati dan memasukan api tekad seorang geru kedalam bejana kebodohan.

Keesokan harinya, ia mengatakan pada teman-teman beberapa alasannya. Temannya mengangguk, mau bagaimana lagi katanya. "saya harus mengkondisikan badan saya dulu" ucapnya, ini alasan yang sama saat tidak masuk kelas. Kepala sekolah yang tahu hal ini menatapnya pelan. "Alasanmu selalu sama" tapi kata ini tak pernah diucapkan. Ia tipe damai, tak ingin membuat kegaduhan. Seperti kegaduhannya keluar dari sekolah (berhenti) lalu masuk kembali setelah misi dari pemerintah berhasil ia bekuk dan memiliki selembar serifikat sakti. 

Pilihan itu selalu ada, bahkan yang paling buruk sekalipun. Membikin beragam alasan agar mangkir dari pengabdian adalah bukti kesetiaan pada pendampingan perlu dipupuk lagi agar subur dan rawan penyakit. Mangkir dari kerja pendidik adalah alasan yang klise membuktikan apa, ingin membikin suasana tak kondusif atau memang begitulah adanya. Tak ingin keluar dari zona lama, dan kembali membara menunjukan api tekad seorang guru, jika tak mau alur ceritamu sebagai seorang guru begitu mudah untuk ditebak. 

Rabu, 04 Juni 2025

HARAP TENANG ADA UJIAN

BABAK 66
Harap tenang ada ujian. Sebuah papan hitam berdiri di kursi berisi tulisan empat kata itu. Suasana seketika hening, angin berhenti berhemb
us, ketika papan hitam itu sudah beraksi dengan narasi hemat namun sakti.

Sekolah SMP Muhammadiyah 06 Kalidondang sedang mengadakan ujian. Papan hitam itu menjadi penanda siapapun yang lewat di depan sekolah harap menjaha etika (sopan dan santun). Bahkan penjual es goyang segan untuk membunyikan lonceng. Pedagang itu lewat begitu saja dan menunggu tekun di bawah pohon dadap persis di depan lapangan rumput sepakbola.

Harap tenang ada ujian menjadikan kabut hiruk pikuk berhanti sejenak. Para penduduk yang lewat di depannya hanya berbisik manakala ingin berbicara, bahkan untuk membuang ludah mereka urung, kira-kira seperti itu.

Seorang pelajar MI lewat di depan sekolah tersebut. Mereka sedang bercanda gurau dan menertawakan seorang temannya yang menginjak tembelek lancung. Seorang dari mereka mencolek bahu temannya. "Tenang, ada ujian, jangan berisik." Mereka berubah sikap, langkah mereka terlihat pelan, bahkan untuk sekadar tertawa mereka membekap mulut agar suara hanya sampai ditelinga mereka sendiri.

Aib jika merusak suasana ujian sekolah. Seorang pedagang bahkan tak lagi meneriaki anak-anak TK agar membeli barang dagannya, berupa balon-balon indah warna-warni. Ketika seorang guru menulis papan pengumuman ujian dan nongkrong diatas kursi, sejak saat itu mereka mulai menata diri agar otak, hati, gerak tubuh bisa membawa anak-anak yang sedang dapat mengerjakan soal-soal dengan lancar. Ujian sekolah bukan soal nilai saja, tetapi soal harga diri sebagai anak bangsa. Nyontek adalah keharaman tingkat tinggi setingkat kejujuran. Nyontek adalah perkara gaib, hanya manusia yang berkomplot dengan bisikan jin dan syetan yang bisa melakukannya.

Minggu, 01 Juni 2025

Ucapan Perpisahan Dari Siswa

BABAK 65
kita pernah sebel-sebelan, benci, marah, dan saling tidak tegur sapa dalam waktu lama. Semuanya pernah dilakukan bersama, dan itu meninggalkan kesan yang mendalam bagi kita semua.

perjalanan menjadikan kita lebih kuat dan lapang dada, lebih bisa memaafkan dan sabar menjalani rutinitas, antara sekolah, teman, guru, dan meja belajar, semuanya membuat perjalanan itu semakin beragam.

Tidak ada pesta yang nggak bubar, begitu juga dengan pertemuan pasti ada perpisahan,  di hari yang spesial ini, mari rengkuh kembali semangat untuk memperbaiki diri dan belajar tiada henti, agar nantinya bisa berjalan meski kegelapan datang silih berganti. Bagaimana dengan sahabat, sahabat akan hidup meski kenangan terus melambat untuk diingat, kenangan akan hidup bila dirayakan dalam benak, dan abadi dalam buku harian. 

Kita pernah senang bareng, jalan bareng, makan mi instan bareng, kita juga pernah sedih bareng, sepatu rusak saat naik gunung, perbekalan habis padahal hari pertama ngecamp belum juga ganti hari. Suasana seperti bisa jadi terulang, tapi dengan teman baru, dan yang pasti semua itu tak bisa terulang kembali dalam memori yang sama. 

Meski begitu hidup harus terus berjalan. Kita akan bertemu kembali jika memang dipertemukan oleh situasi. Kita akan menjalani kelas-kelas baru, teman-teman baru, dan guru-guru baru, semua menandakan ada babak baru yang mesti kita lewati bersama. 

Ini adalah awal bukan akhir, ada banyak pengalaman menunggu di sana sembari menoleh kanan kiri adalah yang bisa dijadikan partner baru untuk mengerjakan PR, projek ilmiah, dan diskusi bersama. Perjalanan itu tidak berakhir hanya berhenti, sementara waktu terus berlalu. 

Perpisahan bukan sekadar melepas, tetapi juga mendewasakan, tidak perlu berlarat-larat sedih, tetapi belajar untuk terus tumbuh. Meski itu sulit, tetapi ruang kedalaman mestilah diselam. Agar nanti nanti kita bertemu dalam mode dan versi terbaik.

saat kelas 7, seorang guru bertanya dan kita masih menjawab dengan ragu. Padahal hanya memastikan kalau kita sudah siap atau belum. Pada diri kita muncul was-was, kalau nantinya akan kena 'hukuman.' Tetapi guru kita tidak pernah memberikan 'hukuman' hanya mengajarkan tanggung jawab. Apalah arti 'hukuman' kalau tidak mengajarkan tanggung jawab, disiplin, peduli, sabar, dan berbagi. 

selamat jalan teman-temanku. Semoga jalan terbentang untuk menapi cita-cita. Pupuk mimpi agar hidup indah meski terjal seringkali datang bertubi-tubi. 

Terimakasih guru-guruku, tanpamu apalah jadinya aku. Jasamu tak bisa kami balas. Semoga pelita selalu menarangi jalanmu. 


Jadilah Versi Terbaikmu

BABAK 64
"Maafkan kami ya Pak," begitu seorang Ibu berucap pada seorang guru di acara perpisahan kelas 9 pagi hari itu. Sementara bapaknya tersenyum pada guru itu sambil mengangguk pelan.

"Tak apa, lain waktu bisa diselesaikan hafalannya di jenjang lain (SMA PT)."

"Mungkin kurang fokus, dan tak banyak waktu pengulang."

"Saya sudah senang banget, putri Ibu memberikan kejutan indah di hari pelepasan."

"Tapi maaf ya, dia belum selesai tugas dari bapak."

"Hari ini putri bapak sudah menjadi versi terbaiknya, dan ini menjadi 'obat' bagi bapak, dan ini pencapaian terbaiknya."

obrolan itu berlangsung dalam hitungan menit. Obrolan dalam durasi singkat mengandung magnet perubahan tanpa perlu merasa besar hati dan sombong. Perubahan itu tidak perlu nuansa kesombongan, karena kesombongan itu akan melukai kebaikan yang sudah dibangun dengan susah payah. Perubahan itu mutlak diperlukan tapi tanpa perlu menggembar-gemborkan suasana pengakuan sana-sini. Itu tak perlu, bisa jadi akan mengurangi penilaian dari langit.

Mereka sedang membuktikan lewat gerak dan sikap yang kadang membuat sakit perut, pedih mata, kaki letih, dan air mata keluar. Belum keluhan-keluhan yang sering meninabobokan semangat yang telah dibangun lama, lalu runtuh begitu saja tanpa pernah untuk berpikir untuk menata ulang kembali. Itulah siswa remaja yang sedang beranjak dewasa, mereka akan melakukan yang bisa lakukan, sebatas itu saja tanpa perlu memedulikan hal lain dulu. Itulah fokus yang sedang mereka kerjakan dalam tahap yang 'kadang' membingungkan gurunya. Manipulasi sudah mereka kuasai sejak mereka berucap mamah-papah, itulah awal mula mereka mengenali jenih perlawanan dalam hal yang paling lemah sekalipun-itu ketika mereka masih bayi.

Tidak semua hal yang menjadi landasan dalam menentukan jenis kemampuan apa yang akan dimunculkan menjadi sesuatu mutlah untuk semua anak, mereka punya jenis kemampuan tertentu yang anak-anak lain belum tentu miliki. Modal yang mereka miliki pun berbeda. jadi tunggulah agar mereka mencapai versi terbaik mereka dalam rentang waktu yang tidak singkat.

Selasa, 27 Mei 2025

Pola Pikir dan Pola Tindak

BABAK 63
Asal bunyi, begitulah orang bicara. Saat pikiran belum sampai diolah ia akan berujung pada penghakiman yang tak berkesudahan. Selanjutnya pola tindak yang tidak beralas pada pola pikir, bisa serampangan tanpa memikirkan efek selanjutnya. Meski begitu, ada banyak hal yang bisa dilatih untuk menemukan ritme berpikir dan bertindak sama kuatnya. Jika belum bisa, maka pertajamlah pikiran agar nantinya bisa menjawab pertanyaan yang mengandung propaganda pikiran juga. Ada pembelaan dengan pembelaan lain, yang nantinya berujung pada ketajaman intelektual. Untuk selanjutnya biar kami cari sendiri formula yang bisa dijadikan alas berpikir lebih kuat dan tajam.

Ada baiknya mari merenung kebanyakan dari manusia kuat dalam pikiran dan minim pola tindak. Pada tataran ini keterbukaan pada kenyataan kegiatan agar nantinya bisa menyudahi kemalasan yang datang bertubi-tubi. Kemalasan yang terstruktur lebih membahayakan dari pada mager kerena situasi yang menghampirinya.

Agar pola pikir mempertajam gerak dan pola tindak memperbagus karakter, maka pikir-pikir apa yang perlu disiapkan dan tindak-tindak apa yang kudu di jaga. Karena konsiten menjadi jawaban atas semua pola pikir dan pola tindak. Lalu bentengnya adalah ada keselarasan Doa dan Usaha, wilayah yang sering terdengar bahwa usaha tidak menghianti hasil, kelimat seperti itu agar tidak menjadi 'cacat' iman, perlu dibubuhi kalimat setelah tangan Allah, usaha tidak menghianti hasil. Itu salah duanya. Bagian ini menjadi paradigma posisi agar cermat menempatkan mana wilayah pola pikir dan pola tindak. Ada saatnya porsinya pada pola pikir saja, mengerem pola tindak untuk sejenak. Begitu juga sebaliknya. Cekap Semanten.

Saat Guru Bercerita (4)

BABAK 61

"Itu motor hilang sengaja dihilangkan atau benar-benar hilang," tanya Bedil pada pemilik motor yang telah percayakan padanya hilang. Ia mangkir dari pekerjaannya sebagai satpam parkiran. Ia malah menitipkan pada salah seorang tetanggta sekolah. Yang bukan tetangga aslinya.

"Maksud bapa apa!" Ucap suami sambil menaikkan alisnya tinggi.

Senin, 26 Mei 2025

Malu Belum Baca Buku Apa

BABAK 62
Malu belum baca buku apa adalah Life Style yang jadi pola prilaku umum sebagai guru dan bukan guru. Sinapsis kepalanya selalu ketagihan dan menagih buku apa yang belum dibaca. Tidak hanya buku pelajaran yang dibawa kemana-mana, setidaknya di meja kerjanya ada satu buku yang perlu dibaca bukan hanya sebagai hobi semata, mengisi senggang, klangenan, tetapi membaca buku adalah sebagai paradigma kultural yang hendaknya dijadikan pedoman ketika menjadi seorang pendidik, meski ia bukan seorang guru. Membaca buku apa hari ini mutlak diperlukan untuk semua orang yang merasa berbudaya dan beragama. Ahli bahasa, ahli cerpenis, dan seterusnya. Membaca buku bukan sekadar ia lulusan sastra, tetapi ada persoalan yang lebih serius yaitu menguji nalar kritis seorang pendidik.

Proyek membaca bukan sekadar ranah linguistik, tetapi ia menjadi hidup dikepala setiap saat, dan pendidik seyogyanya menyadari. Tidak ada kata terlambat. Semuanya bisa memulai dari awal. Karena kadang kala karya bukan karena bentuk dan isi semata, tetapi situasi lah yang kadang membuat buku tersebut menjadi melegenda. 

Saat Guru Bercerita (3)

BABAK 61

Sebuah cara adalah cara itu sendiri. Fikir itu adalah tindakan yang tak pernah terselesaikan. Apapun alasannya, alasan adalah cara terbaik untuk menyembunyikan keburukan dirinya sendiri, seperti gajah koma di akhir pekan karena tidak bisa mengenali ekor dan jejaknya sendiri.

Ia ingin menyapa sahabat pena, ada di nun jauh disana. Cara apa yang bisa sampai. Jika sayap bisa dibeli di toko, maka ia akan berencana membeli selusin sayap agar bisa berganti secara berkala. Lalu terbang melintasi udara luas, kotak-kotak kubus berasap, yang sesekali menggigil ketakutan karena pemerintah lupa memberi kupon sembako.

Ia berdiri dan menatap tusuk konde yang melingkar tegap tinggi sampai matahari tak leluasa untuk menyinari hamparan pasir panas.

"Kau kenapa Gaza, kota ini memang seperti tak ada harapan. Apakau kau setuju."

Suatu siang ia mendapati suara yang terdengar dari balik bebatuan hitam yang sering disinggahi singa pada malam hari.

"Sahabat penamu, bagaimana?"

Suara lain muncul dari arah angin yang menampar-nampar.

Mereka sibuk dengan apa yang mereka cari. Janganlah kalian mempermasalahkan sesuatu yang sudah disepakati.

Janganlah dicari-cari kesalahan. Masalah kita bukanlah yang itu-itu saja, darah kita lebih berharga dari apa yang mereka kira. Tak perlulah kita membuat semuanya lemah. Inilah yang membuat Tuhan mempecayakan tanah kepada kita semua.

Janganlah membuat kecewa.

Gaza mengangguk. Ia pergi menggendong tas mulai mengukur tembok raksasa, mencari jalan tembus peluru menghadang. Ia sibuk mengira-mengira, apakah mereka tak pernah takut tentang hari penghisaban.

Minggu, 25 Mei 2025

Saat Guru Bercerita (2)

BABAK 60

Anak perempuan itu terus saja menempelkan wajahnya ke atas meja, dari pelajaran pertama kimia. Pelajaran yang menyebalkan itu. Kau pasti sepakat kan?, jangan munafik. Ingin saja keluar dari pelajaran itu ketika sepatunya yang sering dipakai tentara terdengar lebih keras dari sering dipakai. Guru Kimia itu sengajakah. Sekarang bukan saatnya membahasa tentang Guru Kimia, yang rambutnya bergelombang, senyumnya meradang. Lebih baik, mari dengarkan anak perempuan yang menunduk kelas, seakan ia ditinggal kenangan keras itu. Anak lelaki pada waktu itu masih tabu untuk menanyakan apakah ia baik-baik saja, bukan tak mau. Kami tak cukup kosa kata untuk memulai percakapan, atau hanya ini perasaan Gaza saja.

Pelajaran kedua juga tak kalah menyebalkan, Fisika. Hari senin memang neraka bagi Gaza. Ini salah siapa, tak perlu mengira-ngira. Ini kenyataan yang Gaza harus hadapi. Jam kedua ini sedikit melegakan, pengampunya wali kelas Gaza sendiri, seperti anak ayam di ampu Elang. Serem juga sih.

"Kau kenapa Bita, sakitkah?" Tanya Ibu Wali Kelas. Ia beranjak dari tempat duduk setelah selesai mengabsen.

Ia mendekati Bita yang kepalanya masih lengket dengan meja. Ia mengelus kepalanya seperti putrinya sendiri, apakah ia betul-betul melakukannya. Mungkin Gaza hanya kusut masai saja, hingga ia tak sempat membaca perubahan wali kelas akhir-akhir ini.

Ia mengangguk seperti dokter. Ia memberikan ultimatum. Pelan-pelan ada semacam gelembung di dada ini entah apa rasanya. Segera kalian akan tahu, perasaan macam itu. Dan perempuan macam apa yang akan saksikan nantinya.

"Yang dekat dengan rumahnya," Tanya Wali Kelas.

Tema-teman mulai mendengung seperti truk slender, entah apa yang mereka rencanakan.

"Gaza bu, ia dekat rumahnya dengannya," salah satu temannya mengusulkan. Di susul teman-teman yang lain. Ini mulai mengusik ketenangan di pagi hari. Tetapi menyenangkan, bisa mengantar gadis semanis itu. Walaupun bau keteknya cukup memusingkan kepala, Ups itu dulu ketika di MI, mungkin sekarang ia agak berbeda. Gaza tak pernah lagi mencium bau tubuhnya, atau tak ingin melakukannya.

Takdir seolah berkata; kau harus mengantarkan gadis itu. Meski itu bukan pilihan yang mudah, tetapi mungkin kau menginginkannya. Aduh, kok bisa begini.

Huuuuu, gemuruh suara itu mengadukan perihal-perihal picik sebenarnya, dan Gaza tak berani melirik barang sejenak pada teman-teman perempuan, apakah itu semacam pengampunan dan Gaza juga tak peduli pada urusan-urusan mereka.

Eng mengekor di belakang ketika mulai keluar dari kelas, Wali Kelas itu tersenyum. Ini hadiah terbaik dari seorang Wali Kelas, apakah Gaza dapat menangkapnya. Mungkin ini hanya kebetulan, kebetulan di hari selasa pukul 9.14 pagi 2000, ah mestinya tak perlu mengingat-ngingat dengan jelas.

Sepanjang Jalan keduanya terlibat adu mulut hangat, maksudnya pembicaraan. Mereka mesam-mesem pada saat tertentu. Lalu saling pandang beberapa detik, ini menjengkal. Tetapi menyenangkan.

Ketika mobil angkot oren berhenti dan mereka ingin sama-sama naik. Muncul seorang lelaki berseragam sama dengan yang mereka pakai, mengendarai motor. Ia kakak kelas begitu. Gaza sulit mencari kata-kata yang tepat untuk kejadian itu.

Angkot sudah berhenti. Bita beralih ke kakak kelas dan naik motornya. Meninggalkan Gaza yang amat apa ya, sebentar mungkin Cengo, atau apalah.

Perpisahan yang merobek keakraban mereka sebentar. Lalu Gaza naik angkot duduk dipojok, memandangi Bita yang tersenyum lebih merekah dari pada perjalanan tadi. Sejak saat itu, Gaza menyebut gadis sebagai penjelmaan Kirik Busik, dan itu sejarah panjang kehidupannya.

Sebuah penipuan yang terencana.

Dan itu menjijikan...Cuih....

Saat Guru Bercerita (1)

BABAK 59

Seorang Presiden yang kedengaran lebih seniman. Duta kebudayaan lebih tepatnya. Pernah mendapat rentetan pertanyaan yang bertubi-tubi dari tukang obat pinggir jalan. Konon katanya tukang obat itu ketika mencari barang belanjaan harus menyarter pesawat ulang-alik, karena ada barang yang laku keras tak terdapat di bumi. Melainkan pada tempat dimana syetan-syetan pernah dilempar dengan bintang ketika ingin mencuri berita langit. Ada yang percaya ada yang tidak. Dia hanya tukang obat, dari mana mendapat uang sebanyak itu.

Tukang obat tak menghiraukan omongan pedas dari para netizen. Mereka mungkin sering-sering mengkonsumsi es mambo rasa rujak dengan isian mangga muda asam. Sebaik-baik melawannya dengan membuat bukti yang nyata, katanya. Ia bilang; "senyata-nyataya. Kalau bisa buat mereka terdiam dengan kata-katanya sendiri. Mungkin mereka perlu belajar pada burung Nuri yang mengucapkan kata seperlunya saja, kadang tindakan mereka lebih pelit dari ucapan yang berbuih-buih itu, buih lautan itu rasanya lebih guruh," tuturnya pada satu waktu ketika seorang pengunjung tampak arogan.

Hari itu benar-benar hari yang cerah. Seorang presiden datang secara tak terduga menunggang seekor rajawali. Maaf, maksudnya pesawat pribadai bergambar rajawali, o bukan itu benar-benar pesawat berdesain seekor rajawali lengkap dengan suaranya yang melegenda. Pada paruhnya seekor pitonoba tengah terkulai lemas. Tukang manggut-manggut ketika merasa ular itu masih hidup selamat dari terbarkarnya hutan. Sebuah hutan yang kata-kata dari ketua adat telah diingkari sedemian rupa. Manusia kadang lebih buas dari hewan pengerat sekalipun.

"Bagaimana penjualanmu hari ini," tanya Presiden sambil menggulung lengan bajunya yang bersih, dan menarik hidunnya karena ia tengah dilanda flu yang berat. Ajudan dan orang yang menyertainya mencegahnya ketika ingin blusukan ke pelosok-pelosok desa. Mereka terbungkam ketika mendegar ujaran; "Aku tak makan gaji buta, karena aku bermimpi tadi malam leherku dijerat oleh trilunan uang yang terus berteriak dan mengancam," Tuturnya di satu pagi sebelum kepergiaannya blusukan mengunjungi rakyatnya. "Ini kedengaran wagu, tapi apa boleh, hari yang mendebarkan itu segara menyerbu, kalian paham maksudku," tambahnya sambil tersenyum. Mata yang agak sipit tampak berwibawa, hanya itu kewibawaannya. Selain itu tampak seperti kanak-kanak berlari-berlari mengejar layangan petel.

"Tikus-Tikus itu telah mencuri obat mujarab yang menjadi bahan dasar dari semua obat yang kujual." Jawab tukang obat.

"Mustahil, mereka sudah kenyang."

"Tidak, bahkan mereka sudah mengusai lumbung-lumbuh tidakkah bapak perhatikan. Tapi, aku heran sebagian dari mereka tetap tampil dengan bulu-bulunya, sebagian lain begitu subur dengan kuku-kuku yang terawat.

"OK, nanti aku akan sidak. Bapak jangan khawatir. Sekarang bagaimana kau akan berjualan,"

"Boleh aku pinjam pesawat bapak, aku ingin pergi ke tempat lain. Semoga barang yang ada dan lebih terjangkau harganya."

"Boleh saja, dengan apa kau akan membayar."

"Mungkin aku bisa membawa sekepal dua kepal batu-batu langit. Mungkin bapak bisa ke pengepul batu akik, harganya kutaksir bisa membeli tempat orang-orang dirampas."

"Kau banyak omong, bawakan saja yang dipesan oleh-oleh yang layak. Mungkin kau dapat piagam atau semacamnya. Atau bisa saja kau akan dikenal sebagai pahlawan. Mungkin dan ada kemungkinan lain."

"Aku tak tertarik jadi pahlawan Pak."

"Dasar penjilat, namamu siapa."

"Gaza."

Pesawat mendarat mengangkut sang Presiden. Lalu sunyi kembali.

Aku kembali ke rumah. Kujampai kakak perempuanku sedang memasak. Aroma ikan menyebar ketika pintu berderit panjang. Minyak singer yang dibeli dari toko sedang dipinjam oleh tetangga. Seorang tukang jahit tempo hari datang kerumah meminjam ini itu termasuk singer. Layaknya ia punya, Apakah ia tidak malu dengan profesinya sebagai pembuat baju sekaligus vermak levis.

"Dari mana, gini hari baru pulang," tanya kakaknya.

"Pasar, disana aku bertemu dengan presiden. Mengobrol cukup banyak, kau irikan?"

"Kakak tak tertarik dengan presiden, sama sekali tidak, ingat yang gaji mereka adalah rakyat, jadi kamu jangan ikut-ikutan, mengelu-elukan mereka, biasa saja lah, keadilan yang kami mau?"

"Ih, kakak serius amat, nanti cepet tua lho?"

"Negara ini sudah cukup main-mainnya, nggak perlu banyak drama, jika tak ingin langit murka dan orang-orang yang tak berdosa akan kena imbasnya."

Sepiring nasi yang masih berasap dihidangkan, sayur tak lupa, serta lima ekor ikan gurame, lengkap dengan lalapan dan sambal terasi.

"Besok kakak mau turun ke jalan, dan mungkin pulangnya lama, kau jaga rumah ya?"

"Siap kak"

Sabtu, 24 Mei 2025

Anak Yang Menakutkan Gurunya

BABAK 58
Ia mengibaskan tangan gurunya yang sedang memelukanya. Kaki kecilnya mengejar langkah ibunya yang tergesa-gesa menaiki motor. Gurunya menghampirinya, tangisan dari mulut yang kecil pecah di awal sekolah. "Ibu, aku ingin sama ibu, temani aku bu." katanya keras-keras.

Ibunya berpaling mencoba tegar. "Ibu harus kerja nak, sama Ibu guru ya?" tuturnya. Ia menghapus air mata cepat-cepat. Memeluknya sekali lagi, melepaskan cengkraman tangan mungilnya dan meninggalkannya. Tangisan ananda membuncah. Air mata tumpah. Ia duduk di lantai sambil memanggil nama ibunya berkali-kali.