Tampilkan postingan dengan label Esai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Esai. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 09 Agustus 2025

Mengobati Luka Pengasuhan

BABAK 96
Seorang guru sekali waktu pulang dari sekolah mengaduh kesakitan. Ada luka gigitan pada salah satu kakinya. Ia pergi ke UKS untuk mengobati lukanya. Petugas UKS merasa khawatir ada luka penyertanya, yaitu ada lebam dan kebiruan-biruan. Sang guru tak menceritakan detil ceritanya. Ia hanya meringis ketika petgas UKS mengusapnya dengan cairan khusus anti tetanus. "Apakah ini luka gigitan hewan?" tanyanya. Sang guru hanya menggeleng. "ini hanya luka biasa." jawabnya. Petugas itu membalut luka dan memberinya beberapa obat anti biotik. Guru itu keluar dari ruang UKS sambil menutupi wajahnya sekilar. Lalu tersenyum pada seorang anak yang sekarang bersama ibunya.

"Maaf saya harus memberi Ibu."

"Tak apa, aku berterima kasih. Bagaiman lukamu."

"Its OK, Everithing is OK."

"Saya minta maaf, saya akan..."

"Aku pikir, putra ibu tak perlu diberi hukuman yang terlalu keras, ini hanya kejadian yang sama sekali tidak terduga. Sebuah kecelakaan yang tiba-tiba terjadi, maaf saat ini aku tidak bisa berbicara dengan teratur, mungkin saya perlu istirahat saja."

"Anda tak perlu khawatir, saya akan "menghukumnya" dengan cara lain."

"Yah, itu lebih baik."

Esok paginya guru datang kembali ke sekolah. Jalannya sedikit pincang, murid-muridnya sudah di kursinya masing-masing. Ada ketegangan yang bisa dirasakan olehnya. "Good Morning, how are you today?" sapanya. Mata sang guru mencari seorang siswa dan matanya bertubrukan dan ia tersenyum. Ia berdiri dan berjalan ke arahnya. Lalu ia menyodorkan selembar kertas dan tiga tangkai bunga yang dipetiknya dipinggir jalan.

IAM SORRY, begitu isi kertasnya. Dan sang Ibu Guru memeluknya anak kecil yang baru beberapa hari duduk di bangku kelas satu. Adegan itu membuatnya mengucek mata lebih pagi di banding hari biasanya.

Ia merasa lega, Ibunya telah mengajarinya dengan baik. Bahwa hukuman bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah. Kadang penjelasan dan diskusi yang sederhana dapat menyelamatkan si kecil dari luka, karena mungkin bentakkan yang tak logis, dan sederet nasihat yang jatuhnya intimidasi.

Ketegasan kalau membawa luka mendidih yang berkepanjangan. Apalagi dengan minus pendampingan yang tidak efektif. Mungkin cocok bagi yang satu tetapi belum cocok untuk yang lain. Ketika ketegasan yang menitikberatkan pada kognitif terlalu ketat akan menghasilkan individu yang mudah terserang oleh rasa bosan, meskipun sifantnya kasuistis, tetapi itu sering terjadi.

Ketegasan memang diperlukan, jika memang itu dibutuhkan, khusus pada peraturan tertentu, tetapi ketika masuk dalam ranah pembelajaran wilayah ketegasan itu menjelma dalam bentuk yang lain misalnya, pola keteraturan yang terus diulang-ulang, dengan variabel yang bisa sangat beragam.

Contoh lain, penyeragaman dalam menghafal dan capaian hafalan itu sendiri merupakan bagian personal yang melibatkan unsur pengalaman sendiri, tentu saja dengan melibatkan semua unsur yang dalam tubuh seseorang.

Kamis, 24 Juli 2025

"Therapy"

BABAK 95
Saat hujan turun deras. Ayah masih memelototi buku yang baru saja di beli lewat toko maya. Kadang ayah juga berkendara sejauh 3 kilo meter untuk membeli buku di loakan. Katanya buku-buku diloakan membuatanya nyaman, kalau ayah pusing ia akan pulang telat, biasanya sampai rumah ketika azan maghrib berkumandang. Kalau kondisi lagi teratur si kecil lagi nyaman dengan ibunya. Ayah akan mengajak adikku yang nomor 3, Qeis Nurmagomedov. Kalau tidak diajak, Qeis akan ngambek, suasana rumah bisa kacau karena tangisan minta nyusul ayah ke Masjid belakang rumah. Selesai sholat ayah akan menggendong adikku yang nomor 4, dia baru berusia 8 bulan. Adikku yang nomor 4 ini, sedang berjuang. Di banding dengan kedua kakaknya yang lahir utuh. Qoqo Nurmagomedov, Allah beri hadiah yaitu lahir tak punya anus. Aku sempat kasihan ngliat ayah dan bunda yang terpukul sekali, tetapi mereka tampak kuat dan menerima Qoqo dengan lapang dada. "Ini rezeki dari Allah, dan tak perlu menyalahkan siapa-siapa," begitu ucapan ayah ketika tengah malam. Aku pura-pura tidur, agar ayah bunda tenang dalam ngobrol. Aku lebih senang mereka ngobrol daripada diskusi nggak jelas, lalu berujung berantem.

Ayah dan Bunda masih berantem, tetapi berantem mereka agak lucu, cepat meledak, cepat juganya reda. Bila sedang berantem aku agak khawatir, takut ayah nggak bisa kontrol. Syukur Alhamdulillah aku belum pernah melihat ayah pukul bunda, jangan sampai. Justru aku sering ribut sama ayah, kadang ayah main "fisik" tetapi masih terkontrol. Ayah tak pernah menyubit. Tendangannya sangat jika mendarat di pantat. Ayah sudah mengukurnya. Aku sudah kelewat batan. Mengganggu saat solat. Emang aku yang salah juga. Kalau ayah sudah main "fisik biasanya aku sudah melampuai batas. main "fisik" aku yakin ayah masih ngukur-ngukur, kalau nggak pasti berabe. Ayah dulun dari SMP sampai sekarang punya anak 4, masih latihan beladiri. Apalagi waktuku kecil, sering kutemui ayah sedang nonton MMA hampir tiap hari, jadi lebih ngeri lagi. Di tambah kedua adikku diberi nama belakang Nurmagomedov, satu nama petarung dari Rusia-desa Dagestan. Membuatku senang sekaligus cemas, kalau lagi marah ayah mengerikan. Sejauh ini ayah lebih sering berdebat di banding main "fisik". Itu melegakan buatku. Aku sebenarnya kasihan kalau ayah marah, ia kelihatan sedih banget ketika setelah marah-marah, nafsu makannya turun dan langsung tidur biasanya. Beberapa hari kemudian pasti mengeluhkan sakit badannya. Kejadian main "fisik" itu bisa dihitung, setahun bisa dua atau tiga, tidak tiap hari. Lagi-lagi kalau aku sudah melampaui batas. Bila tak menghadap selepas mahgrib untuk mengaji, main game kelamaan, tidak bantu bunda, sholatnya ditunda-tunda. Pernah ayah marah-marah sambil berucap. "Itu semua buat kamu, bukan buat ayah, ayah nanti tua dan nggak bisa berbuat banyak. Kamu harus lebih bertanggung jawab dong!"

Paling 'senang' kalau ayah pergi beberapa hari untuk pendampingan murid kemah. "Jaga rumah, bantu ibu, kalau ada orang ketuk pintu, lihat dulu dari jendela, jaga adik-adikmu!" Aku menjawabnya sambil cengengesan dan pegang HP, mobile legend yang sedang kumainkan. Ayah melirik saja. "Jangan lupa solat, ayah berangkat?" begitu katanya. Lalu ceremonial peluk-peluk dengan bunda dan ketiga adikku. Qeis biasanya akan mengantar sampai gerbang garasi rumah. Adikku yang ketiga memang agak lain, lebih intim, mungkin ayahku sudah lebih siap ketika ada Qeis dan Qoqo. Aku dan QQ kebagian pendidikan semi militer, mungkin untuk jaga-jaga. karena Adikku masih kecil.

Kemudian selain beladiri ayah hobi koleksi buku-buku kesayangannya. Jika waktu senggang ayah akan ngelap-ngelap buku dari debu. Biasanya buku yang sudah dibaca akan ditata lebih rapi, yang belum dibaca akan diletakkan di rak paling atas. Makin ayah suka dengan buku itu, makin sering bolak-balik mengambil buku. Entah itu sedang makan, gendong Qoqo, atau lagi mules di kamar mandi. Di kamar mandi ayah lebih suka membawa buku untuk dibacanya. Aku kadang heran, bunda saja nutup hidung kalau lagi BAB, kalau ayah malah betah untuk membaca dua atau tiga halaman. Pernah adikku QQ mendapati Novel Ayah yang baru di beli-24 Jam bersama Gaspar kehujanan. Sepulang mengajar wajahnya sedih sekali tetapi lucu. Tangannya menerima buku dan langsung di jemur sebentar. Malamnya novel itu di kipasi 24 jam sampai novel itu benar-benar kering tiap halamannya.

"Apa enahknya sih membaca yah? kataku ketika suasana sedang enak.

"Senang aja, kayak kamu main hujan. Kalau kamu main ujan senang nggak?"

"Seneng."

Ketika hujan deras dan tak ada petir ayah sering mengizinkan aku dan QQ untuk main hujan, ia pernah juga main hujan. Rasanya nyaman banget. Semua beban lepas, seperti sekolah nggak ada PR. Enteng dan santai. Mungkin ayah nggak larang aku dan QQ main hujan karena ia tahu betapa asiknya main, hujan deras nan lebat membuatku tetap kuat. Aku seperti minum vitamin banyak. Kalau soal batukku, kayaknya aku kurang istirahat dan selalu minum dingin. Belakangan tiap malam jika ayah tak lupa, ia akan memberiku sesendok madu untuk memulihkan tenaga dan mengurangi batuk. Kalau ayah dengan buku, aku lebih suka dengan hujan, dan juga main game. Ayah 'nggak pernah' main game, mungkin sesekali saja. Lebih banyak bantu bunda dan masak. Buku, bikinin masakan, jaga anak, bantu bunda, ngajar, cari ilmu adalah kesukaan ayah yang membuatnya terus tampak kuat dan sehat. Kata orang pinter itu namanya therapi. Ayah hanya sesekali sakit itu pun hanya flu saja. Nggak lama. Sehari-harinya ayah masih menyempatkan olahraga, biasanya kulihat ada barbel besar, pushup, situp, dan kadang-kadang main bola.

#Diary Ayah 13#

Keberanian Kreatif

BABAK 94
Seorang guru apapun alasannya ketika mengajar, di kantongnya sudah ada gudang ide untuk ia pakai ketika ingin pembelajaran sesuai yang di inginkan. Entah itu idenya bisa berjalan baik atau tidak, yang jelas ide itu bisa membersamai kegiatannya dan bisa mendukung tercapainya rencana pembelajaran. Kreatifitas itu seperti jet tempur yang bisa melesat melampaui rencana pembelajaran, karena yang namanya rencana kadang bisa dilaksanakan kadang tidak, itu sangat situasional. Tetapi jangan juga menggampang rencana pembelajaran, karena ia bisa jadi semacam petunjuk untuk sebuah pelakasanaan pembelajaran. Memungkinkan semua rencana dapat berjalan maksimal, meski ada saja yang terlewat, setidaknya rencana pembelajaran membuat terencana sebuah kegiatan.

Ketika kreatifitas dibendung karena terlalu ketat dalam rencana pembelajaran, yang terjadi bisa saja terpendamnya kemampuan siswa dalam mengeksplor sebuah kegiatan. Ia tidak mendapatkan kunci gembok imajinasi, karena terlalu kaku dengan pijakan dari gurunya agar ini dan itu. Maka dari itu guru memperoleh wisdom untuk mendobrak keraguan siswa terhadap suatu hal yang menunjang kemandirian dalam satu pelajaran. Memunculkan sikap berani untuk berkreasi seperti menipun balon raksasa dengan impian kecil-impian kecil di ruang kelas. Balon raksas sebagai pilar kemandirian, anggap saja begitu, akan menampung jutaan udara berisi keberanian-kebaranian untuk berkreasi.

Adegan pembuka dalam film Vanilla Sky (2001), yang dibintangi oleh Tom Cruise dianggap sebagai sebagai salah satu yang paling menakjubkan dalam sejarah sinema modern, sekaligus salah satu yang paling mahal dalam setiap detik pengambilan gambarnya, fokusnya pada adegan pembuka saja ya. Yang saya temukan dalam IG milik wissenlab yang diakses hari ini untuk kebutuhan penulisan. Di sana ada pengorban untuk melahirkan sejuta kreatif yang memungkinkan film bisa jadi epik sepanjang masa. Karena bisa memperlihatkan 20 Blok di jantung New York dalam keadaan kosong mlompong kayak kota mati. Meski harus mengeluarkan 1 juta USD untuk biaya logistiknya. Ini menandakan ada keberanian luar biasa dari tim film, tentu saja dengan perencaan yang super detil. Keberanian kreatif ditunjukkan oleh semua kru dengan lanskap tugas-tugasnya, hingga yang lahir kemudian sebuah pekerjaan sinema yang mempertunjukkan sebuah craftsmanship luar biasa. Sebagai pendidik layak untuk menarik kesimpulan dari sebuah pekerjaan besar, yang diniatkan untuk mengampil gagasan besar yang tumbuh (insight) untuk kemudian di perbaharui menjadi satu lesson plan yang mendekati sempurna. (dalam hal ini saya pun masih babak belur ketika membuat lesson plan, setidaknya ini menjadi alas untuk selalu dalam mentalitas pejuang-pendidik yang dibarengi keberanian kreatif)

Ada banyak cara menuju Mekkah, ada banyak cara juga dalam mendidik yang bisa diamalkan melalui sejuta keberanian untuk selalu memperbaharui caranya mengajar dan tak berhenti untuk membuka wawasan pedagogik dan turunannya, agar nanti muncul satu peradaban yang mendulang kreatifitas tanpa perlu melacurkan keyakinan dan tetap cinta dengan Tuhan-Nya sebagai goals terbaiknya. Tanpa merasa diawasi oleh Tuhan seringkali kreatifitas akan mencapai pamor puncak dengan menerabas semua jenis norma. Bukan bermaksud untuk membatasi hak, tetapi sekadar untuk mengingatkan ada banyak jembatan penyebrangan yang bisa dipakai tanpa perlu merusak tiang-tiangnya. Ada banyak gagasan yang bisa diamalkan tanpa perlu susah payah untuk jadi firaun berikutnya. Tidak juga rigid dan menafikan semua jenis kreatifitas, sepanjang siswa/i bisa bertumbuh, maka disitu ada potensi untuk mengembangkan imajinasi, dan siswa dapat menikmati semua momen kreatifitas tanpa kehilangan telos di setiap jejak kreatifnya.

Rabu, 23 Juli 2025

Ketika Pembaca dan Pendidik Saling Jatuh Cinta

BABAK 93
Pembaca buku ketika membaca halaman demi halaman, ia melepas sejenak kediriannya untuk masuk kedalam si tokoh yang dalam buku itu, jika buku yang dibaca adalah bukan fiksi, maka ia sedang memasuki cara pikir penulisnya, mencoba untuk mendeteksi arah pikirannya. Ia tahu betul bagaimana memperlakukan buku yang sedang ia baca tanpa perlu repot-repot untuk menutupnya lebih cepat. Lalu melemparkannya diatas sofa tanpa pernah memikirkan bagaimana penelitian dan lamanya penulis menuntaskan bukunya. Ia mencintai bukunya untuk masa depannya sendiri, bagaimana melatih untuk terbuka pada pemikiran lain, tanpa perlu untuk menelan mentah-mentah semua pemikirannya, semuanya bisa diwakili oleh caranya sendiri merespon buku yang sedang dibacanya. Pendekatan membaca dengan meninggalkan kedirian seperti itu menimbulkan efek untuk bisa memberi jeda pada diri sendiri, menyerap maksud dari kalimat yang dibacanya, dan peka terhadap maksud-maksud penulis. Ia mampu menerka apa isi kepala seorang penulis tanpa perlu menagihnya terang-terangan. Semuanya bisa dilatih, seperti asalnya membaca buku adalah bentuk ketrampilan yang dimiliki oleh semua orang. Membacanya saja butuh waktu untuk menelaah setiap maksudnya, apalagi untuk mengerti bagaimana harus memperlakukan setiap kalimat yang telah disusunnya susah payah. Semuanya membutuhkan ketekunan di atas rata-rata.

Seorang pembaca sedang mewariskan ilmu telepati yang didapatinya dari seorang penulis. Ia mendapatkan dari duduk-duduk berjam-jam sambil menelusuri setiap jejak pikirannya, kemana maksud kalimat itu, bagaimana mengira dimana memasang jebakan, bom waktu, isian kaldu, isian kebab, juga segudang ide yang digelontorkan tanpa tedeng aling-aling. Semuanya membuat penginderaan semakin lengkap dan makjleb ketika menemukan satu bahkan lebih dari maksud-maksud penulis. Sebagai pembaca sepatutnya berterimakasih kepada penulis yang telah rela menghabiskan (menuliskan) satu buku dalam waktu yang tidak singkat, mereka harus berbagi peran dan terus membakar diri dengan bacaan lain-sebab penulis pun harus terus membaca karya orang lain, jika tidak ia akan kehilangan sumber, dan mulai terjebak pada narsis berlebihan tentang kemampuan diri dan seterunya. Mereka para penulis lebih suka membaca banyak-banyak buku, mungkin yang dibutuhkan hanya tiga sampai empat paragraf dalam buku yang akan dirampungkannya. Detail adalah hal lain, jika kita ingin menjadi pembaca 'lain' yang tidak hanya sekadar untuk menampilkan diri sebagai pembaca, tetapi juga sebagai penafsir dari sekian juta kata dari masing-masing bacaan. Penafsir dimaksudkan untuk mengetahui seberapa dalam pemikiran pembaca, bukan untuk terus menangis seberapa dalam penulis menuangkan ide, gagasan, dalam bentuk kata. Melainkan untuk mencoba memahami seberapa besar pembaca tak perlu repot-repot untuk mempertanyakan ulang tentang ide atau maksud tersebut. Sebagai pembaca tahu diri akan memposisikan diri sebagai pengeluh atau sebagai seorang pendaki kata yang akan menaklukan setiap puncak kalimat dan buku sekaligus.

Pada intinya setiap dari kita memerlukan kecerdasan untuk memaknai dari setiap kejadian yang sudah ada atau belum ada. Sebagai pembaca, perlu memisahkan diri dari keengganan untuk mengakui karya orang lain memang ciamik, memang yahud, memang bombastis, memang 'killer' agar nantinya apa yang persiapkan bisa jadi katro buat orang, bisa jadi dungu, bisa jadi lawas, dan seterunya. Hingga pada ujung pembacaan yang terus menerus akan menemukan dirinya sebagai humble reader yang bisa memasung sejuta makna ulang dari tiap buku yang dikunyah nya pelan-pelan sampai terasa lembut dan menyenangkan. Ada kegembiraan besar ketika bacaan itu terus melekat dalam ingatan dan berujung pada kemandirian untuk bertransformasi menjadi 'kutukan' perbaikan diri terus menerus. Sampai pada level guru itu terus mencari metode mendidik (pedagogik) dan terus memperbaharui ilmu kependidikan (pedagogi), serta tak berhenti untuk terus mencari pendekatan dalam mendidik untuk semua murid tercinta (pedagogis).

Pada wilayah lain, seorang pendidik cara kerjanya persis yang dikerjakan oleh pembaca. Pembaca menangguhkan diri sejenak dari keakuannya, sementara Pendidik terus meninggalkan diri dari keegoisannya merasa cukup dengan ilmu yang ada. Ia terus mendatangi (studi banding) kepada sekolah-sekolah yang terus bertumbuh dan mencitrakan diri sebagai sekolah yang terus mengedepankan pada peda pendampingan luwes sebagai Muhammad mendidik para sahabatnya. Pendidik akan terus menanggalkan sejenak ketika berkunjung ke sekolah lain, ia meniggalkan sejenak peran sebelumnya (di sekolah) untuk menjadi peran lain agar atmosfir guru yang diobservasi dapat dipindahkan ke dalam dirinya, lalu diterapkan kepada murid-muridnya dengan keluwesan tertentu. Ia meninggalkan kedirian sebagai guru berkunjung ke sekolah lain, dan memakai mode guru yang sedang dikunjungi hingga ia tak lagi terjebak pada merasa pintar saja tak cukup. Ternyata ada banyak tangga yang bisa dilaluinya, tanpa pernah lelah untuk mengejar ketertinggalan, meski usia tak muda lagi.

Pada titik ini keduanya saling menjaga untuk menjalankan misi peradaban dan keberlangsungan pendidikan sepanjang hayat, dan ada pula yang menjadi tulang punggung perjuangan marwah seorang guru, dan agar tindakan saling melengkapi satu sama lain, dan tulang pertumbuhan tawa menjadi pilar-pilar asasi generasi rabbani.

Selasa, 22 Juli 2025

Daily Activity

BABAK 92
Saat masih kecil aura guru itu masih saja terbayang lekat dalam ingatan. Bagaimana tidak, murid itu datang tergopoh-gopoh sambil mengelap bibirnya yang licin oleh minyak kelapa, murid itu selesai sarapan dengan lauk oseng ampas kelapa dengan cabai melimpah. Ia lalu duduk sambil memperhatikan Ibu Guru yang berbadan besar. Senyumnya selalu lebar, dan ia mengabsen satu persatu murid-muridnya. Kami maju satu persatu lalu membalik gambar yang sudah kami pilih sehari sebelumnya. Seorang murid membuka gambar layang-layang dan di balik gambarnya ada namanya. Nama pemberian dari ayahnya yang perantau. Ia duduk setelah gembira membuka gambar itu, dan kegiatan berikutnya adalah bernyanyi.

Selesai bernyanyi Bu Guru berbadan besar itu tersenyum lagi, lalu duduk di kursi yang lawas, berderit salah satu kayunya. Beberapa murid meringisn menahan seperti menahan sesuatu. Ternyata itu ketakutan kalau Bu Guru kesayangan jatuh dari kursi tua, menahan beban tubuhnya yang semakin lelah untuk di seret, ia tersenyum seperti tahu apa yang sedang kami pikirkan. Ia menurunkan kaca mata dan memberi kode pada guru di sebelahnya agar berdiri.

Kegembiraan itu segera lenyap, berganti cemas. "Tangan ke atas, tangan ke samping, tangan ke depan, duduk yang manis, shuuth-shuut," ia meletakan jari telunjuknya di tengah bibirnya, mengunci mulutnya dan menggemboknya, dan melempar keluar jendela. Suara kecipak bebek di kali kecil sampai terdengar jelas, situasi berganti cepat. "Bu..." kata Bu Guru yang berbadan besar, sambil tersenyum lagi. Ia menyuruhnya duduk dengan isyarat tangannya. Situasi kelas kembali berdengung, Setelah Bu Guru berbadan besar berdiri lalu memberi wejangan untuk membuka kelas paginya.

Ruang imajinasi kembali terbuka, hanya dengan ekpresi wajahnya, situasi kembali normal layaknya di taman-taman bermain. Kami siap menerima instruksi dari Bu Guru, apapun asal kami bisa bermain kembali.

"Kita akan olahraga terlebih dahulu, dan dilanjutkan dengan makan bubur kacang hijau."

Kami bertepuk tangan. Temanku mengepalkan tangannya tinggu-tinggi. "Asik...!"

Dunia Mendidik, Hari Ini, Esok, dan Nanti

BABAK 91
Dunia mendidik seringkali diguncang oleh peristiwa yang membuat dada ini sesak, tunjuk lah diri sendiri kenapa selalu membiarkan apa-apa terjadi dulu baru evaluasi, ini bukan kebencian tetapi tetapi tentang kasih sayang. Seberapa sayang kita dengan dunia pendidikan, jika kita ini pendidik maka peristiwa tidak memanusiakan seseorang, apalagi itu seorang guru senior (sepuh) yang telah mendedikasikan seluruh kehidupannya pada dunia ajar, maka yang terjadi kita tutup muka, akibat malu bila sedikit saja mengeluh tentang kelas yang sulit untuk "dipegang" atau apapun keluhan yang sifatnya bisa dicarikan akar masalahnya, tinggal bagaiman kita serius tidak mencari solusi dan menerapkannya dengan gaya tidak didaktik, satu lagi selalu mendoakan mereka dalam sujud-sujud yang panjang ketika solat.

Sebagai penggenggam peradaban mari berhenti sejenak untuk sekadar menarik nafas dan merenungi setiap kejadian yang sudah berlalu, ada yang bisa dijadikan pembelajaran ada yang berlalu begitu saja, tanpa bekas tanpa aksi nyata, mereka seperti gelas penuh yang airnya makin keruh, jika para pendidik ribuan jam menghabiskan sesuatu yang kurang bermanfaat. Tengoklah seorang guru yang rela untuk memperdalam ilmu ikhlas, langsung dari walimurid nya sendiri yang menjebol marwah seorang guru secara terang-terangan, tanpa tedeng aling-aling. Ketika ilmu ikhlas sudah dihatinya, maka kesedihan macam apa yang bisa meruntuhkan bangunan ikhlas yang telah mendarah daging, Meski guru itu telah kehilangan "marwah" menurut orang yang telah 'dirugikan' tetapi pada saat yang sama marwah itu justru makin bersinar, bantuan langit begitu nyata terasa. Si guru itu pun terjaga ruhul mudarisnya, karena bantuan langit yang datang datang secepat kilat. Sebuah senyuman yang memporak-porandakan arogansi dan kultur sombong tiada banding.

Ini tidak hanya menerpa mereka (para pendidik pejuang) yang terus menyalakan api tekad untuk para murid-muridnya, meski kadang kezaliman mampir sebentar dalam kehidupannya, tetapi untuk para pendidik yang sudah hangat dalam balutan situasi dan kondisi, tetap saja menjadi alunan evaluasi agar makin larut dalam kenyamanan dan lupa bahwa sedang berjuang, melakukan pendampingan bagi siswa/siswi yang sedang bertumbuh dan berkembang.

Agar kejadian yang membingungkan kepala kita sebagai pendidik cepat segera disudahi, langkah mereka masih panjang, anak murid dirumah masih merindukan suaranya. Cepat kembali mengajar agar dunia pendidikan tak lagi 'suram' seperti yang sedang beredar dalam rekaman yang mesti diulang-ulang. Agar cinta itu tidak lekas menguap dan menyelusup dalam bangunan sunyi bernama makam, dengan status mendiang.

Sabtu, 19 Juli 2025

Gurunya Ikut Bertumbuh

BABAK 90
Ketika guru mengajar kepada murid-muridnya seperti sama-sama menebar benih di atas tanah yang gembur nan subur. Humus,kompos, hara, bersatu pada bersuka cita menerima benih yang datang/jatuh menghempas bumi, bersembunyi sambil memeluk tanah rapat-rapat. Dari sana pelan-pelan tumbuh setelah cukup waktu bakal tunas. Secara sadar, guru sedang bertumbuh bersama pikiran anak-anak, pikiran anak pikiran guru juga, sehingga pada satu momen guru dapat merasakan secara persis, apa yang sedang dialami oleh peserta didik tanpa perlu menjelaskan apapun, bahkan pada kalimat pertama, si guru sudah menerka apa yang sedang terjadi padi anak. 

Ketika sedang memberikan pengetahuan kepada peserta didik, tentu saja dengan pandangan mata (lebah), si guru sedang membangun dengan peradaban gemilang pada masa mendatang dengan pendekatan semanis madu, dan ketegasan seorang ayah ketika mendisiplinkan putra tertuanya. Keduanya sedang bertumbuh, memperlihatkan perkembangan diri secara utuh, anak akan memperoleh setidaknya road map tentang diri dan kehidupannya nanti, sedangkan si guru menjadi pemandu bakat dengan kejernihan melihat potensi yang dimiliki oleh murid, meski framing dari pihak luar sering kali mengubur potensi mereka dalam batas yang menjengkelkan. 

Jika dalam proses mengajar menggunakan cara-berpusat pada murid atau berpusat pada guru, dua-duanya meski menampilkan citra diri sebagai pengembang misi, yaitu mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, hingga yang dihasilkan nanti adalah ketahanan diri untuk menghadapi situasi yang sesuai dengan keinginan dan yang tidak sesuai dengan keinginan, keduanya bermaksud untuk membuat saya pikir dan daya gerak yang berdampak pada kemandirian untuk mengubah citra pada level menciptakan daya lejit yang proporsional. 



Jumat, 18 Juli 2025

Guru Sebagai Penagih Intelektual

BABAK 89
Betapa kacaunya isi pikiran seseorang pendidik ketika membaca buku, ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Bukan untuk tabayyun, mengecek apakah isinya racun atau madu, dari situ saja itu sudah membekali sejumlah logika untuk bisa main tidak hanya di ladang sendiri. Kalau kata
Martin Suryajaya; "menangguhkan sendiri kepribadian sejenak, untuk mencoba menulusuri isi pikiran orang lain. Menurut saya itu sangat mengena, seperti kita sedang bercanda sambil berpikir. Seorang guru perlu memberi jarak antara dia dengan sumber bacaannya. Agar ia bisa menyerap apa yang mesti bisa diserap, dan apa yang mesti dijeda

Campur aduknya antara keinginan untuk menginterupsi bacaan orang lain, itu bagus. Tetapi kenapa ketika selesai membaca ada banyak yang hilang. Karena ketika ia membuka halaman baru dalam sebuah buku, kan iya sedang masuk dalam pikiran si penulis, tanpa perlu mengoreksi terus bacaan, tetapi lebih kepada seberapa banyak informasi yang bisa ditabung, diendapkan dalam memory jangka panjang, dan suatu saat bisa dipanggil kapan saja, tanpa perlu ribet-ribet untuk mengindarinya ketika berargumen.

Berhenti sejenak untuk mengetahui isi pikiran orang lain, adalah modal untuk berpendapat, berdiskui, dan berdebat yang hangat tentang sesuatu hal, tanpa bacaan yang melimpah orang dalam hal ini seorang pendidik agak sulit untuk menangkap gejala pada peserta didik, ada kegagapan yang mereka sedang pertontonkan, dengan jawaban yang diluar kendali mereka sebagai pendidik, sebagai guru, yang tetap rendah hati tanpa perlu bersikap feodal. 

Betapa campur aduknya pikiran pendidik manakala terus membereskan pemikiran orang lain dengan maksud bukan untuk pendampingan tetapi dengan maksud tertentu, yang mencoba meruntuhkan satu warisan yang sudah tersusun lama, berdasarkan pengalaman, evaluasi, segala kemungkinan yang bisa terjadi di masa depan terkait program dan kurikulum sekolah.

Buku itu berbicara, mengajak orang untuk berpikir, jadi jangan selalu mendapatkan apa yang diharapkan dalam satu buku, maksudnya ketiak pendidik membaca satu momen satu buku, dan hasilnya adalah kebingungan, jangan tagih pada penulis pemberi momen (kejadian), tetapi tagih apa maksud dari buku yang dimaksud, bukan terus menerus managih pada seorang pengarang, kitalah lah yang menerka apa yang dimaksud, karena si penulis menyampaikan simbol tertentu agar orang berpikir tidak selalu disuapi seperti bayi, lalu kapan berpikirnya seorang pendidik. Cara menagis isi pikiran pengarang bisa sangat melimpah caranya bisa macam-macam. Kalian bisa mencari sendiri jawabannya, dan itu tugas sebagai seorang pendidik.

Cekap semanten.

Rabu, 16 Juli 2025

Personal Calling

BABAK 88
Kalau guru sudah menemukan panggilan pribadi (Personal Calling) dalam mendidik anak-anak di sekolah, maka mereka akan melakukan, mencari, mengevaluasi, memperbaiki apa-apa yang kurang ketika mengajar dan memberikan materi kepada peserta didiknya pada puncak rantai ruh seorang guru. Ia akan melampaui cara berpikir yang umum. Tidak lagi mengajar mendidik sekadar untuk menggugurkan kewajibannya sebagai guru, tetapi ia akan menempatkan diri pada puncak marwah sebagai seorang guru. Ia mendampingi para peserta didik tidak lagi membuat seberapa besar harapan si anak tercapai, tetapi akan melakukan pendampingan dengan melibatkan seluruh panca indra yang dibungkus oleh hati yang terus lurus dan selamat dari pelbagai sikap dan sifat buruk yang sering menggerus niat seorang guru pada perjalanannya.

Guru yang sudah terpanggil hatinya, ukurannya tidak lagi materi sebagai target utama dalam misinya sebagai seorang pengajar. Jika target utama, yakni pucuk-pucuk duit, maka yang terjadi ia akan berhenti pada lingkaran pikiran seperti itu. Tidak salah sih, hanya saja mengurangi 'niat', katakanlah seperti, saya belum menemukan istilah yang tepat. Ini sangat dilematis, jika kalian berada pada posisi seperti ini, satu sisi anda berusaha menunjukkan tekad seorang guru, di sisi lain ada peran lain sebagai juru pendidik. Saya kira luruskan niat sempurnakan ikhtiar, adalah kata yang tepat untuk saat ini. Serta tidak mengabaikan konsep keseimbangan, uang, Tuhan, keluarga, pengabdian, serta dapur. 

Ada hal yang lebih besar ketika anak-anak bisa memikul seluruh kemandirian, dan bisa dicicil ketika dalam hidup dan kehidupannya yang mereka hadapi. "Hati akan tersentuh oleh Hati" begitulah Aa Gym selalu memberikan petuah pada kajian subuh ketika saya mendengarkan beliau pada kurun waktu 2000an. "Dan hati itu ibarat teko, kalau isinya susu yang keluar susu, bila isinya comberan, yang keluar pun isinya comberan. Maka, rawatlah hati sebagai kalian merawat mesin." tambahnya. Materi memang penting, misalnya uang, tetapi ia efek saja dari seluruh rangkaian aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh seorang guru. "Sah nggak kalau mengajar ingin mendapatkan uang". Ya sah saja, mereka masih memerlukan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya, simak saja guru honorer yang tidak hanya melibatkan sisi hatinya tetapi harapan besar pada uang ketika ia selesai mengajar. Dalam dunia pelayanan pendidikan, selalu saja ada pengecualian yang mesti di tolerir sebagai bentuk memanusiakan manusia, katakanlah seperti itu. Saya pikir guru honorer yang setia dengan gaji seperti yang kita dengar, mereka telah melibatkan seluruh panca indera dan kemanusiaan untuk menjadi pejuang bagi peradaban bangsa. Pada titik inilah mereka yang duduk di singga sana mestilah merenung sedikit, dan berhenti untuk bercakap-cakap, sudah saat mereka turun gunung memberi mereka harapan yang lebih besar, dari pada sekadar untuk terus menggaungkan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, sudahi betul, beralihlah pada wilayah yang nyata dan berdampak. Mereka telah melewati fase yang berbeda, dan sudah selayaknya kita perlu mengangkat topi, memberi hormat setinggi-tingginya. Dalam hal ini kita perlu merunduk pada guru yang telah mengeluarkan api tekad sepanas-panasnya, hingga api yang panas terasa dingin, seperti mukjizat nabi Ibrahim, guru pada level itu amatlah sukar untuk mengkategorikan, apalagi memberi label tertentu. Pada posisi apa mereka sebenarnya, jawabannya mereka pada tipe pewaris para nabi, yang pengorbanannya tiada banding.

Begitu juga sebaliknya, guru yang sudah "melimpah" dalam arti tertentu, hingga tak lagi menemui kesulitan yang sering dibayangkan oleh guru yang sudah "layak" dalam arti tertentu. Mungkin ini kurang tepat, tetapi saya tidak bermaksud untuk membandingkan satu sama lain. Kadang nasib dan kerja didiknya akan memperjelas siapa seberapa besar "nyali" seorang guru dalam menghidupkan api tekad dalam dirinya. Cekap semanten.

Selasa, 15 Juli 2025

"Guru Bahasa Indonesia Adalah Guru Yang Paling Penting"

BABAK 87

Lima

Beberapa waktu lalu, saya diberi kesempatan oleh Pusat Bahasa untuk bicara di depan guru-guru bahasa Indonesia se-Jakarta dan sekitarnya, membawakan topik tentang penulisan kreatif. Dan saya agak terkejut ketika acara dimulai. Saya berpikir bahwa apa yang saya sampaikan mungkin tidak akan berhasil ketika saya memperhatikan wajah-wajah para guru yang hadir di ruangan. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang tampak tidak memiliki kepercayaan diri.

Kita tahu,di tengah hasrat sejumlah sekolah, terutama di kota-kota besar, untuk meningkatkan diri menjadi sekolah bertaraf internasional, yang dengan bangga mengumumkan bahwa proses belajar-mengajar disampaikan dalam bahasa Inggris, guru bahasa Indonesia tiba-tiba seperti dihinggapi perasaan minder bahwa dirinya hanya variabel pelengkap yang sama sekali tidak penting. Mereka merasa diabaikan oleh murid-murid. Jadi, saya pikir, pada orang-orang yang merasa dirinya tidak penting, sebagus apapun materi yang saya bawakan, ia tidak akan pernah bisa memberikan inspirasi. Anda tahu, apa yang kita sampaikan akan dicerna dengan baik, dan dijalankan, hanya oleh orang-orang yang bersemangat, yang selalu memiliki harapan baik di dalam benak mereka. Orang-orang yang merasa kecil dan minder biasanya cenderung resisten.

Maka, saya katakan kepada mereka bahwa dalam pengalaman saya sebagai murid, guru bahasa Indonesia adalah guru yang paling penting. Penguasaan kecakapan berbahasa merupakan hal paling mendasar bagi keberhasilan pembelajaran. Tujuan pendidikan hanya mungkin tercapai ketika siswa memiliki kecakapan menggunakan bahasa. Dalam proses selanjutnya, bahasa adalah perangkat kunci untuk mengembangkan pemikiran dan mengutarakan pendapat. Ilmu pengetahuan tersebar dan berkembang melalui bahasa. Saling pemahaman juga tercapai dengan bahasa. Hidup bersama dalam masyarakat juga di dasari oleh penggunaan bahasa. Karena itu, menurut saya, sudah sepatutnya kecakapan berbahasa menjadi tujuan utama pendidikan, utamanya pendidikan dasar. Tanpa penguasaan kecakapan berbahasa, transformasi pengetahuan dan seluruh nilai-nilai kemanusiaan niscaya akan gagal.

Sekarang, dalam serbuan pemikiran tentang perlunya menguasai bahasa asing,juga dalam gairah anak-anak muda untuk berbahasa alay, kita merasakan semakin pentingnya menjadikan diri gigih dalam pergulatan dengan bahasa. Ia mendasari kecakapan kita untuk menyampaikan pikiran, menyampaikan gagasan, menyampaikan pendapat. Ia mendasari struktur berpikir kita. Tentu saja menguasai bahas adalah yang penting. Itu akan memperluas cakrawala pergaulan dengan dunia yang lebih luas. Namun, itu adalah hal berikutnya setelah kita menguasai kecakapan berbahasa Indonesia. Karena itu saya pribadi sangat senang ketika sayembara menulis novel kali ini menetapkan pemakaian bahasa Indonesia yang baik sebagai salah satu kriteria penjurian.

Oleh A.S Laksana (dalam makalah: Sayembara Novel dan Upaya Memunculkan Insiden dalam Kesastraan Kita)

Senin, 14 Juli 2025

Sayembara Novel dan Upaya Memunculkan Insiden dalam Kesastraan Kita

BABAK 86
Empat

Di luar itu, sayembara adalah alat pendorong orang untuk menulis karya hingga rampung. Apa pun alasan yang mendasari tindakan orang untuk menyertakan karya mereka ke dalam sayembara, tindakan yang dilakukan selalu sama. Mereka harus merampungkan tulisan pada batas waktu tertentu, karena pengiriman naskah mereka tidak bisa melewati batas waktu yang ditentukan. Dan mereka tidak bisa menyertakan ke dalam lomba naskah yang setengah rampung.

Sebenarnya, hampir setiap minggu para penulis menyertakan tulisan mereka dalam sayembara rutin. Mereka mengirimkan naskah ke redaksi koran, dan redaktur akan membuat "penjurian" untuk menentukan cerpen mana yang keluar sebagai pemenang minggu itu untuk dimuat di koran mereka. Redaktur bertindak sebagai juri yang akan menyeleksi naskah-naskah yang ia terima, dan kemudian memilih satu untuk dimuat di koran mereka.

Hal yang sama berlangsung dalam dunia penerbitan. Para penulis akan mengirimkan naskah mereka dan para redaktur penerbitan, dengan kriteria yang mereka tetapkan sendiri untuk menentukan "pemenang", akan memilih naskah-naskah yang ada di tangan mereka.

Hanya saja, dalam "sayembara" yang jurinya adalah para redaktur koran atau penerbitan, penilaian seringkali dipengaruhi oleh siapa penulisnya. Itu aspek non-satra yang memiliki pengaruh cukup besar bagi redaktur untuk menentukan naskah yang layak dimuat. Sementara dalam sayembara novel seperti yang diselenggarakan oleh DKJ, variabel "nama besar" tidak akan pernah mengganggu penjurian karena dewan juri tidak pernah mendapati nama para penulis dalam naskah-naskah yang mereka hadapi. Pertarungan menjadi lebih adil karena satu-satunya yang menjadi bahan pertimbangan untuk memilih pemenang adalah kualitas karya-tidak peduli siapa pun penulisnya.

Dua kali terlibat dalam sayembara novel DKJ sebagai juri dan mendengarkan pertanggungjawaban juri pada sayembara beberapa tahun lalu, saya mencatat bahwa masalah utama bagi kebanyakan naskah peserta sayembara adalah keperajinan (craftmanship). Dan itu masalah yang masih muncul sampai sayembara terakhir tahun ini. Ini tanggung jawab institusi pendidikan kita. Karena itulah dalam kesempatan ini saya menyinggung-nyinggung masalah infrakstruktur.

Jika institusi pendidikan kita memiliki kesadaran lebih serius untuk membekali siswa dengan kecakapan menulis dan tahu cara meningkat minat baca siswa, maka kelemahan dalam hal-hal yang elementer niscaya bisa lebih mudah diperbaiki. Jika menulis diajarkan secara lebih benar, oleh guru yang menguasai bidang itu, orang tidak harus melakukan pencarian yang terlalu keras untuk memahami hal-hal yang elementer. Jika urusan semacam ini tidak ada dalam pikiran, kita tidak akan pernah mewujudkannya. Atau seringkali ketika kita mulai menyadari hal-hal yang perlu dilakukan, maka masalahnya sudah begitu parah dan tidak tahu dari mana harus dimulai.

Oleh A.S Laksana

Sayembara Novel dan Upaya Memunculkan Insiden dalam Kesastraan Kita

BABAK 83
Tiga

Seorang teman pernah menyampaikan bahwa sepertinya saya benci sekali pada fiksi yang dimulai dengan matahari. Saya jawab ya, meskipun sesungguhnya saya tidak membenci cara orang membuka cerita. Lebih tepatnya, saya memiliki semacam "trauma" yang mendalam dengan novel-novel yang dibuka dengan "matahari". Pernah suatu hari saya pergi ke tukang loak, membeli setumpuk novel untuk saya lihat bagian-bagian pembukaannya. Itu saya lakukan dengan niat untuk membuktikan apakah kecurigaan saya benar, ialah bahwa "matahari" adalah pembukaan yang paling disukai oleh para penulis kita. Dan rupanya memang begitu. Kebetulan setumpuk novel yang saya beli sembarangan saja separuhnya dibuka dengan pemandangan alam tentang matahari: entah matahari pagi, entah matahari bersinar terik, entah matahari terbenam di waktu senja. Barangkali membuka cerita dengan "matahari" sudah menjadi dorongan otomatis bagi para penulis. Jika benar seperti itu, saya kira setiap penulis perlu mengendalikan dorongan-dorongan otomatis yang akibatnya hanya melahirkan klise.

Infrastruktur yang baik akan membuat orang tahu cara menghindari klise. Ia menjamin tersedianya jalan untuk mendapatkan pengetahuan yang memadai, dan dengan itu orang menjadi tahu bagaimana cara menyampaikan gagasan secara lebih otentik. Selanjutnya, ketekunan akan menjadikan pengetahuan itu bagian yang melekat dalam diri seseorang. Dan nasib baik konon bermula dari kesadaran untuk meningkatkan diri terus menerus.

Pengadaan infrastruktur, yang bisa memperlancar jalan orang untuk menjadi penulis mumpuni, tentu saja juga dimulai dari kesadaran. Ia mulai dari apa yang ada di benak orang, dalam hal ini para penentu kebijakan. Jika disadari bahwa membaca dan menulis adalah kecakapan penting yang perlu dikuasai oleh setiap orang, maka kebijakan publik kita pasti akan mengarah ke sana. Misalnya, apakah perlu ada mata pelajaran menulis di sekolah-sekolah, dan jika dipandang perlu, berapa lama mempersiapkan itu semua-mulai dari merancang kurikulum yang memasukan hal itu di dalamnya sampai mendorong kesiapan para pengajarnya. Demkian pun jika meningkatkan minat baca dianggap sebagai hal penting. Institusi pendidikan kita akan memikirkan secara sungguh-sungguh bagaimana membuat para siswa memiliki minat baca.

Tanpa infrastruktur yang mendukung, setiap individu harus bekerja sangat keras untuk mendapatkan kualitas standar-standar saja-baik dalam kecakapan menulis maupun dalam membangun minta baca. Saya curiga bahwa jika sesekali muncul penulis yang cemerlang, hal ini adalah sebuah insiden. Artinya, tidak lahir dari sebuah sistem yang digagas untuk melahirkan kecemerlangan. Mungkin banyak yang meyakini bahwa kecemerlangan seorang penulis bukanlah hasil dari pendidikan formal. Tetapi jalan baginya untuk mendapatkan kecakapan akan lebih mudah jika tersedia infrastruktur yang mendukung.

Sayembara penulisan adalah salah satu upaya untuk mendorong munculnya kecelakaan-kecelakaan ini. Dalam setiap sayembara, kita bisa menggantungkan harapan, siapa tahu akan ada kilau permata dari setumpuk naskah yang diikutsertakan. Dalam pengalaman DKJ, saya kira hal itulah yang beberapa kali terjadi sejauh ini. Sejumlah nama yang kita kenal dalam kesastraan kita hari ini adalah para pemenang atau unggulan sayembara penulisan novel.

Oleh A.S Laksana.

Disampaikan dalam diskusi "Pengaruh Sayembara Novel DKJ dalam pertumbuhan Sastra Indonesia", diselenggarakan oleh Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta, TIM 14 Desember 2012

Minggu, 13 Juli 2025

Pergi Ke Sekolah Dengan Kelas Yang Berbeda

BABAK 82
Semua akan terasa cepat, bahkan seperti kamu mengedipkan mata. Mungkin ketika kamu bertemu dengan teman yang baru, ada rasa kikuk bercampur tegang sekaligus cemas, tapi itu hanya sesaat kawan. Kikuk itu wajar, sesuatu yang baru membuatmu merasa tidak sanggup untuk mengatasi apa yang terjadi. Jika itu tak ada dalam kendalimu, maka gunakanlah kepercayaan yang kamu miliki. Tegang, tenang saja semuanya akan terasa normal bisa kamu bisa saling sapa satu sama lain, tetaplah rendah hati tanpa perlu merasa rendah diri. Cemas, itu sehat karena orang tanpa cemas seringkali berkurang kewaspadaan, cemas itu sehat itu menandakan kamu butuh orang lain dalam artian menutup segala kemungkinan tentang persahabatan.

Ketika pagi hari kamu bangun dengan perasaan grogi, ingat banyak hal baru yang akan kalian bisa dan biasa lakukan bersama teman-teman yang baru kelas baru dan juga guru yang baru. Semuanya akan terasa menyenangkan. Awali harimu dengan perasaan bangga, bahwa kamu makin hari makin bertumbuh dan memiliki banyak perubah. Terasa menenangkan bukan?, jika perasaanmu mulai ragu, maka galilah potensi diri untuk menambal semua keraguan. Untuk selanjutnya kamu akan mendapati kepribadian berlapis emas   kemandirian yang kamu pupuk sedari TK sampai sekarang. 

Sayembara Novel dan Upaya Memunculkan Insiden dalam Kesastraan Kita

BABAK 84
Dua

Cara tersebut terus berlanjut pada waktu-waktu sesudahnya, bahkan sampai sekarang. Ketika saya pelan-pelan mencoba meluaskan bacaan, dan tetap tidak memiliki cukup informasi tentang karya-karya hebat yang perlu saya baca, saya akan memilih novel-novel pemenang penghargaan nobel sastra atau pemenang berbagai penghargaan lainnya.

Saya kira ini salah satu sisi penting dari segala macam sayembara. Orang dibuat penasaran untuk mengetahui apa isi novel pemenang sayembara; sebagus apa ia sehingga terpilih sebagai pemenang. Atau dari sudut pandang naif saya sebagai pembaca yang tidak mempunyai pengetahuan memadai untuk membuat penilain, pikiran saya akan membuat kesimpulan bahwa naskah pemenang sayembara pasti bagus. Maka, saya akan membacanya. Saya akan menikmati berbagai keunggulan yang dimiliki oleh si penulis yang membuatnya meraih penghargaan.

Yang kedua, dari sudut pandang penulis. Saya selalu meyakini bahwa kecakapan menulis, prasyarat utama yang perlu dimiliki untuk melahirkan karya yang baik, adalah hasil akhir dari sebuah proses. Dan, seperti hal-ha lain di muka bumi, untuk mendapatkan hasil akhir yang memuaskan, diperlukan infrastruktur yang baik, pengetahuan yang memadai, ketekunan orang untuk menjalani, dan saya kira juga nasib baik.

Oleh A.S Laksana

Love Language

BABAK 82
Ia merupakan perumpamaan seorang pemancing yang begitu memanjakan pakan dan kailnya sampai sang pemancing tak lagi bisa membedakan mana sentakan dan denyut ketika umpan masuk kedalam mulut ikan. Atau seperti hembusan angin yang bukan jiwa yang merasakan, tetapi kulit yang bisa merasakan, jiwa lalu merespon balik menjadi kenyamanan dan kelembutan.

Bahasa cinta seringkali menjelma dalam bentuk yang paling rumit. Berada di atas tumpukan keadaan yang begitu cepat dan orang seringkali terkecoh saking cepatnya bahasa cinta itu di luncurkan, bahkan orang kadang menyadarinya belakangan. Seorang yang mengenali bahasa cinta itu, mentalnya selalu melimpah rasa cinta, dari pada cinta yang ia terima. Begitulah hukum seorang yang melimpahi hubungan dengan mencurahkan cinta dalam bentuk yang sulit untuk dibendung. Selain itu, orang yang mengenali apakah itu bahasa cinta atau bukan, karena ia sedang mempraktikkan apa yang disebut dengan respon spontan terhadap sesuatu. Mengapa orang yang miskin cinta seringkali gagal mengenali bahasa cinta yang sedang diperlihatkan orang-orang yang di sekitar, bahkan murid-murid di tempat pendidikan. Karena stok bahasa cinta di dalam hatinya sudah tergerus oleh semacam kebusukan untuk selalu mengejar orang dengan beragam label-label buruk tentang kepribadian orang atau murid. Kalimat lembut serta apa yang ditunjukan sudah menguap dalam imajinasi sebelum hal-hal lain ikut menerjangnya. Istilah katanya, ia terus membungkam aura kebaikan orang atau murid sebelum kebaikan betul-betul nyata diperlihatkan serta dirasakan. Oleh karena itu kebanyakan orang/murid gagal untuk mengungkapkan bahasa cintanya, karena sibuk menerima pukulan bertubi-tubi berupa tuduhan yang tidak mendasar, juga karena selalu merasa lelah menyelami apa maksud dari sebuah ungkapan tersebut, bahkan pada hal-hal yang sederhana sekalipun mereka tidak bisa menampilkan sisi humor.

Bahasa cinta seorang guru kepada murid-muridnya mestilah melimpah seperti air zam-zam. Setiap kali jutaan kubik air yang keluar dan menjadi minuman kebanggaan seorang muslim di seluruh dunia, pada saat yang jutaan kubik air itu kembali tanpa pernah mengering dan berkurang sedikitpun. Menjaga penuh pendampingan pada tiap detik kepada murid-muridnya merupakan bukti bahwa guru sungguh-sungguh untuk menjaga kebersamaan bersama para murid hingga  waktu tertentu. 

Dengan pendekatan-pendekatan yang memungkinkan seorang guru bisa menyentuh meski tidak perlu banyak ceramah. Menunjukkan dirinya pada tingkat pendekatan kata yang sering di dewa-dewakan, meski itu tidak salah. Tetapi jika guru bisa menyentuh jiwa murid dan mengantarkan murid pada kemandirian-kemandirian menyeluruh. Itu jauh lebih 'membanggakan' dari pada terus memberi pepesan kata yang tampak nyaman didengar tetapi miskin sentuhan qolbu nya. Kata-katanya yang keren itu berhenti ketika kalimat pertama selesai di selesaikan, menjadi gaung yang berhenti begitu cepat, tidak sampai pada telinga. Lain, jika kata-katanya menjadi daya sentuh bertenaga dinamit yang bisa membobol kesombongan dan bisa menjadi gugusan kesadaran tanpa perlu kata-kata yang 'bernada' berat.  Siswa tanpa paksaan merasa perlu melakukan sesuatu untuk menyambut kebutuhannya bertumbuh.

'Berdebat' kadang kala menjadi semacam bahasa cinta versi lain yang ditunjukkan oleh anak saya, anak anda dirumah, dan semua anak di dunia ini. Semuanya bisa saja terjadi, kadang melelahkan dalam arti tertentu. Tetapi mereka mungkin sedang melakukan curahan kasih sayang dengan sering 'debat' dengan ayah atau bundanya. Seringkali saya 'kewalahan' menghadapi diksi yang tiap hari makin berkembang. 

Kemudian merespon dengan membuat blokade atas dasar 'harga diri' yang terlalu tingga dan maunya dimengerti, sejak saat itu 'kematian' berdemokrasi dalam diri anak layu sebelum berkembang. Meski perlu batasan tertentu agar tidak terlalu dominan, mestilah terukur.

Nabi Muhammad Saw, pelaku utama yang paling top dalam mempresentasikan semua 'materi' perilaku kehidupan yang dapat disaksikan oleh semua para sahabat yang beriman. Mereka mengabadikannya dalam semua catatan kenabian. Semua itu berasal dari kemampuannya mengisi para sahabatnya dengan formula menakjubkan. Yaitu mengisi akalnya dengan intelektual, hatinya dengan keimanan, dan fisiknya dengan kekuatan petarung berjiwa pejuang. Hasil didikannya, masih terasa dan makin berkembang menjulang menjadi pilar-pilar asasi. Pada ujungnya mercusuar itu bermunculan menerima semua sinyal bahasa cinta tanpa pernah mendikte siapapun.  

Selasa, 08 Juli 2025

Berhenti Takut Jadilah Versi Terbaikmu

BABAK 81
Seorang siswa kala itu tak berani untuk menatap wajah sang guru. Guru matematika itu pernah menendang bokong temanku. Ia tak membawa PR. Puncaknya setelah disuruh maju kedepan tuk mengerjakan soal yang tertulis di papan hitam. Baru selesai menggoreskan kapur putih untuk yang kesekian kali, guru itu menghardiknya keras-keras, bahkan meneriakinya dengan sebutan; "Dasar Otak Menir, Makan sayur kangkung mulu!" lalu sebuah tendangan menyusul sampai ia terhuyung-huyung keluar dari pintu kelas. "Siapa yang bisa menyelesaikan soal ini! suaranya lantang membahana. Runtuh semua persendian, lututku gemetar, jantungku berdenyut-denyut, separuh logikaku lenyap begitu saja, berganti dengan kecemasan luar bisa. Takut tak bisa mengerjakan soal matematika, sekaligus takut akan hukumannya, selain itu seluruh pikiranku akan terhenti manakala sangsi sosial yang kurasakan membuatku mual dan ingin kencing. Memang tak ada yang menertawaiku jika tak bisa mengerjakan soal, mereka juga merasakan bayang-bayang guru psikopat killer siap membabat siapa saja yang otaknya beku, bebal, soal aljabar.

Ia pun memanggil siswi perempuan tuk membawa hasil PRnya ke mejanya. Lalu mengerjakan soal di papan tulis. Guru Killer itu duduk sambil pandangannya ke langit-langit. Ketika buku PRnya sampai di tangan, dan dia membaca cepat-cepat. Karena sudah tahu alur pengerjaan dan juga jawabannya. "Otake Semenir! ucapnya sambil membuang buku PR siswi itu dilempar melalu jendela terbuka. Dan wajah gadis seputih tepung, dan bibirnya berkedut-kedut menahan tangis, bibir atasnya maju lima senti. Baru duduk siswi di kursi kayu coklat. Ia berdiri kembali. "Cepat ambil bukunya!"

Dua jam pelajaran adalah neraka sunyi tanpa api tekad pembelajaran, yang ada hanyalah kenyataan pahit atas kekecewaan yang menidih tipis sebuah mental anak desa dengan guru killer campur psikopat, psikopat dalam artian mahir menguliti setiap keberanian untuk berpikir tentang ilmu eksak yang selalu diajarkan tanpa ramah tamah. Yang ada merobek setiap jiwa dan menyeretnya dalam mimpi-mimpi buruk di penghujung malam, tanpa pernah merasakan kegembiraan setiap guru itu melangkah dari kantor. Kegeringan itu hadir ketika guru killer dan psikopat itu berhalangan hadir karena satu lain hal (istilah kata).

Kegembiraan sesungguhnya manakala pelajaran SBK, Seni Budaya dan Ketrampilan datang di jam berikutnya. Teman-Temanku menghela nafas panjang, air mukanya sedikit kendur, dan degup jantung mereka teratur sesuai hembusan nafas. Saat itu kami sama-sama menuliskan lagu beserta not-notnya. SEMALAM DI CIANJUR. Kami nyanyi bersama diiringi gitar yang enak dari Pak guru, guru yang masih muda, dan senyumannya selalu lebar, dan ia merangkap sebagai guru olahraga. Ia selalu mengacungkan dua jari, telunjuk dan jari telunjuk dan jari tengah sebagai bahasa tubuh ketika memberikan instruksi, dan tiap kali selesai mengajar ia selalu mlipir ke belekang sekolah untuk membuat api rokok kreteknya. Situasi semacam itu malah menenangkan mental kami. Ia seolah berpesan; Jangan Takut, jadilah Versi Terbaikmu. Kami selalu dirundung ketakutan manakala Pak Guru Matematika datang, dan Menjadi Diri Sendiri ketika guru Seni datang Membawa Gitar di tangan kanannya sambil melambaikan salam dua jarinya. Ia mengajarkan kekuatan sejati tentang sebuah pertahanan diri agar tidak stress dan mengakhiri hidup anak-anak ditiang gantungan. Itu sangat menyedihkan. Guru seni memberikan energi tentang memberi, merawat, berbagi, dan memastikan hati para murid selalu dalam keadaan stabil.

Sekolah pada ujung programnya meski tidak selalu begiu, selalu mengembangbiakkan pemikiran kreatif sampai mereka menemukan versi terbaik mereka untuk bekal hidup dan kehidupan.

Minggu, 29 Juni 2025

DELAPAN KADO TERINDAH

BABAK 80
Aneka kado ini tidak dijual di toko. Anda bisa menghadiahkannya setiap saat, dan tak perlu membeli. Meski begitu, delapan macam kado ini adalah hadiah terindah dan tak ternilai bagi orang-orang yang anda sayangi.

KEHADIRAN

Kehadiran orang yang dikasihi rasanya adalah kado yang tak ternilai harganya. Memang kita bisa juga hadir dihadapannya lewat surat,telepon,foto atau faks. Namun dengan berada disampingnya, Anda dan dia sapat berbagi perasaan, perhatian, dan kasih sayang secara lebi utuh dan intensif. Dengan demikian, kualitas kehadiran juga penting. Jadikan kehadiran anda sebagai pembawa kebahagiaan.

NB: pantes ya...setiap kali hari raya keagamaan, orang selalu berbondong-bondong mudik....

MENDENGAR

Sedikit orang yang mampu memberikan kado ini, sebab, kebanyakan orang lebih suka didengarkan, ketimbang mendengarkan. Sudah lama diketahui bahwa keharmonisan hubungan antar manusia amat ditentukan oleh kesediaan saling mendengarkan. Berikan kado ini untuknya. Dengan mencurahkan perhatian pada segala ucapannya, secara tak langsung kita juga telah menumbuhkan kesabaran dan kerendahan hati. Untuk bisa mendengar dengan baik, pastikan Anda dalam keadaan betul-betul relaks dan bisa menangkap untuh apa yang disampaikan. Tatap wajahnya. Tidak perlu menyela, mengkriti, apalagi menghakimi. Biarkan ia menuntaskannya. ini memudahkan Anda memberi tanggapan yang tepat setelah itu. Tidak harus berupa diskusi atau penilaian. Sekadar ucapan terima kasihpun akan terdengar manis baginya.

DIAM

Seperti kata-kata, didalam diam juga ada kekuatan. Diam bisa dipakai untuk menghukumi, mengusir, atau membingungkan orang. Tapi lebih dari segalanya. Diam juga bisa menunjukkan kecintaan kita pada seseorang karena memberinya "ruang". Terlebih jika sehari-hari kita sudah terbiasa gemar menasihati, mengatur, mengkritik bahkan mengomeli.

KEBEBASAN

Mencintai seseorang bukan berarti memberi kita hak penuh hak untuk memiliki atau mengatur kehidupan orang bersangkuta. Bisakah kita mengaku mencintai seseorang jika kita selalu mengekangnya? Memberi kebebasan adalah salah satu perwujudan cinta. Bukanlah "Kau bebas berbuat semaumu." Lebih dalam dari itu, memberi kebebasan adalah memberinya. Kepercayaan penuh untuk bertanggung jawab atas segala hal yang ia putuskan atau lakukan.

KEINDAHAN

Siapa yang tak bahagia, jika orang yang disayangi tiba-tiba tampil lebih ganteng atau cantik? (eh..) Tampil indah dan rupawan juga merupakan kado lho. Bahkan tak salah jika Anda mengkadokannya tiap hari! Selain keindahan penampilan pribadi, Andapun bisa menghadiahkan keindahan suasana dirumah. Vas dan bunga segar cantik di ruang keluarga atau meja makan yang tertata indah, misalnya.

TANGGAPAN POSITIF

Tanpa, sadar, sering kita memberikan penilaian negatif terhadap pikira, sikap atau tindakan orang yang kita sayangi. Seolah-olah tidak ada yang benar dari dirinya dan kebenaran mutlak hanya pada kita. Kali ini, coba hadiahkan tanggapan positif. Nyatakan dengan jelas dan tulus. Cobalah ingat, berapa kali dalam seminggu terakhir anda mengucapkan terimakasih atas segala hal yang dilakukannya demi Anda. Ingat-ingat pula, pernahkan Anda memujinya. Kedua hal itu, ucapan terima kasih dan pujian (dan juga permintaan maaf), adalah kado cinta yang sering terlupakan.

KESIADAAN MENGALAH

Tidak semua masalah layak menjadi bahan pertengkaran. Apalagi sampai menjadi cekcok yang hebat. Semestinya Anda pertimbangkan, apa iya sebuah hubungan cinta dikorbankan jadi berantakan hanya gara-gara persoalan itu? Bila Anda memikirkan hal ini, berarti Anda siap memberikan kado "kesediaan mengalah". Okelah, Anda mungkin kesal atau marah karena dia telat datang memenuhi janji. Tapi kalau kejadiannya baru sekali itu, kenapa mesti jadi pemicu pertengkaran yang berlarut-larut? Kesediaan untuk mengalah sudah dapat melunturkan sakit hati mengajak kita menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.

SENYUMAN

Percaya atau tidak, kekuatan senyuman amat luar biasa. Senyuman, terlebih yang diberikan dengan tulus, biasa menjadi pencair hubungan yang beku, pemberi semangat dalam keputusasaan. Pencerah suasana muram, bahkan obat penenang jiwa yang resah. Senyuman juga merupakan isayrat untuk membuka diri dengan dunia sekeliling kita. Kapan terakhir kali anda menghadiahkan senyuman manis pada orang dikasihi?

Inilah artikel yang saya dapatkan kita tahun pertama menginjakan kaki di kota jakarta, sekitar 2002, dan saya berterimakasih pada manusia tulus yang telah mengumpulkan dan membagikan. Saya lupa namanya. Tetapi ini menjadi salah satu pilar dalam laku kehidupan. Ia telah menjadi (salah dua) guru kehidupan saya seumur hidup. Submitted by: Big Brother, Sumber: Message Board.

Selasa, 24 Juni 2025

Menulis Tanpa Membaca, Bisa Nggak?

BABAK 79
pondasi menulis ada di bacaan, jadi seberapa banyak kamu membaca sekarang? tanyakan pada dirimu sendiri yang ingin menjadi menulis, atau berjalan 'menjadi' penulis. Ketika menulis seperti menumpahkan air dari gelas sedikit demi sedikit. Air yang tumpah dari gelas sedikit demi sedikit itu adalah kumpulan endapan informasi yang keluar dari ingatan dari beragam jenis bacaan.

Membaca tanpa menulis rasanya sulit, karena menulis bahan-bahannya dari bacaan. Seberapapun pintar anda, kadang menemukan ide itu datang dari ide orang lain. Kalau ingin tulisan anda di baca, maka bacalah tulisan orang lain. 

Ketika membaca tulisan yang mungkin belum paham sama sekali apa maksud-maksud penulisnya, tetapi terus saja membaca sampai halaman terakhir. 

Pada satu waktu yang tidak terduga, informasi bacaan yang sama sekali belum dimengerti akan menggenang lagi dalam bentuk lain yang bisa dinikmati dari sisi yang lain, misalnya pemaknaan. Kesemuanya itu menuntut pada ketekunan membaca halaman demi halaman dan akan menjadi pelita di kemudian hari.





Senin, 23 Juni 2025

Escape From Personality

BABAK 78
Ada banyak kendala yang membuat kehilangan fokus saat dirinya menyiapkan sesuatu yang berubah menjadi petaka. Yang pertama adalah ruang yang dipersepsikan, seperti berkendara, pemandangan sekitar, Ruang dikonsepsikan ruang yang direncakan oleh dinas tata kota, mana pasar, sekolah, dan seterusnya, ruang yang dialami, ruang yang dirasakan. Seorang pendidik mengalami ruang-ruang itu, persis sepert kita membicarakan ruang kota atau desa. Di dalam dirinya terdapat banyak ruang untuk diisi, seperti mengisi gelas-gelas kosong. Apakah nantinya diisi setengah atau penuh, atau menunggu gelas itu berdebu, bahkan pecah, baru memikirkan bagaimana mengisinya. Mendidik yang objeknya adalah manusia, seperti kegiatan mengisi, tidak hanya setengah atau penuh, yang pasti mesti utuh. Mengisi akalnya dengan ilmu pengetahuan, mengisi hatinya dengan keimanan, dan mengisi raganya dengan kekuatan.

Jika dalam ruang kota, tidak ada anggaran untuk 'tangisan', tetapi dalam ruang yang dirasakan dalam hal ini kelas, maka ketika mengajar selalu ada "perkelahian" dan "kecemasan" yang diekspresikan oleh salah seorang murid menjadi salah dua titik fokus seorang pendidik. Karena ia menanguhkan kepribadian sebagai seorang guru, menjadi kepribadian seorang psikolog untuk sejenak.

Ia tidak sibuk dengan kepribadiannya sendiri, tetapi ia fokus untuk menjadi kepribadian seorang pendidik yang terus tenggelam dan tumbuh sebagai pendidik yang terbuka dan laku meninggalkan sejenak kekoloton sebagai guru tok, di sisi lain ia memakai kepribadian sebagai seorang pewaris kenabian. meninggalkan kedirian-kedirian semenjana dan terus melabeli dirinya sebagai guru saja, dan melupakan pandangan orang lain. Bisa jadi pandangan diri katro, dan mengakui pandangan orang lain sebagai pandangan yang bisa diterima. cekap semanten. 

Sabtu, 21 Juni 2025

Mentality

BABAK 77
Ketika guru membutuhkan upgrade diri berarti, maka ia sedang dalam mental untuk terus mengawal yang namanya Deep Learning. Alas dari pembelajaran mendalam adalah proses untuk terus bertumbuh. Alas terus bertumbuh menjadi bidak berpikir untuk kemudian menjadi pegangan agar selalu tersedia cukup argumen untuk menakar sekaligus memutuskan.

Seorang yang bertumbuh tanpa memerdulikan siapa dan apa yang akan diterima sebagai timbal balik dari kesediaan dirinya meluang waktu sejenak bahkan berjam-jam duduk-duduk mendengarkan orang lain, entah itu sebagai guru spiritual atau sebagai sumber pemberi informasi. Merasa tumbuh menjadi bekal untuk terus melangkah dirinya sebagai pengajar, sebagai guru yang digugu dan ditiru. Merasa butuh informasi dan merasa tak cukup untuk menyampaikan informasi terus menerus, adalah semacam bekal untuk membentuk mental seorang pembelajar. Di kepalanya selalu terpatri bahwa belajar sepanjang hayat, batasan sampai ia berjumpa dengan Tuhan-Nya. Mental itu terbentuk agar dirinya selalu dilingkungi oleh perasaan butuh tumbuh dalam segala hal, agar mentalnya pun tak mudah tergerus oleh remah-remah picik dan mentah.

Mental guru adalah berguru lagi, ketika ia menganggap dirinya sudah final, maka pecahlah pembuluh penasaran secara pelan-pelan. Segala tentang pikirannya dianggap adiluhung, tetapi pada dasarnya anggapan dirinya yang terlalu pecundang, air saja perlu mengalir kalau tidak akan keruh, apalagi dialektika ia harus terus diasar agar nalarnya tetap mendidih. Tak beku lagu menghasilkan produk-produknya itu saja, padahal eksplorasi bentuk mental terus mengalami naik turun. Ditambah guru tak berani melihat kedalam, apa sebenarnya kebutuhan dirinya. Hingga mengaggap program beban, bahkan selalu mencari celah untuk mentake down situasi agar bisa dikendalikan, dan menguntungkan dirinya. Inilah produk mentality yang cenderung kearah industri dalam tanda kutip. Cekap semanten.