Tampilkan postingan dengan label Story Telling. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Story Telling. Tampilkan semua postingan

Rabu, 23 Februari 2022

Seekor Tupai

Seorang laki-laki tak jadi mandi, karena air yang mengalir dari atas bukit disinyalir sudah tak layak lagi. Ada puluhan ekor babi yang telah mandi duluan, ia memaki-maki babi-babi itu. Katanya tak punya empati.

"Itu salah kamu, tak lihat-lihat."

"Bagaimana aku tahu kalau kalian sedang mandi, kulit-kulit mu cukup menganggu penglihatanku"

"Aku diciptakan dalam kondisi yang terbaik, tak pantas aku mengutuk TuhanKu sendiri, lalu menukar menjadi Kuda, Kerbau, Sapi, atau yang kalian sukai."

"Bukan itu maksudku, kau jangan buru-buru berburuk sangka."

"Lalu apa, kau seharusnya manusia lebih menggunakan isi kepalanya, dari pada egomu itu."

Seekor Tupai sempat termangu mendengarkan obrolan mereka, ia kembali mengunyah biji-biji kedelai hasil pemberian Pak Burung Parkit yang telah diberi sedikit minyak jelantah. Ia perlu mengutarakan hal ini kepada Om Bobi.

Kamis, 30 Mei 2019

Sarung Tanpa Celana Dalam

Mushola Baitul Mustaqim. Beberapa jamaah sudah berada di dalam sambil menunggu iqomat. Aryo kecil berjalan menuju ke Mushola. Setelah mandi Aryo langsung menyambar sarung dan memakai pakaian takwa yang terbaik. Paling baik.

Aryo kecil masuk ke dalam Mushola.

Ia duduk bukan bersila. Tetapi Jegang. Gaya duduk khas orang Purbalingga.

Naas. Kemaluannya terlihat.

Para jamaah tersenyum dan tertawa. Aryo balik dengan muka merah menahan malu.

INTERVAL

Sore itu Aryo terjebak pada perasaan senang karena pertandingan sepakbola di lapangan Kaligondang baru dimulai. Sepanjang perjalanan keringat menetes tak beraturan. Kerah baju kami pun mulai basah. Aryo berjalan riang sepanjang jalan.

Kantong kresek berwarna hitam terjatuh dari sepeda jengki merah.

Aku berteriak tetapi pengendara sepeda itu terus ngebut, mempertahankan kecepatan dan keseimbangan. Turunan panjang membuat pengendara itu fokus, terlalu fokus.

" Bang kantongnya jatuh!." Sekali lagi Aryo berteriak kencang, aneh orang itu sama sekali tak mendengar.

Aryo berlari mengejarnya. Kedua kakinya yang kekar mampu mengejar pengendara sepeda itu. Orang itu menoleh dan melotot. Mungkin merasa tak nyaman, Aryo mengejarnya bak orang kesurupan.

Pengendara sepeda itu malah makin kalap, ngebut tanpa mau tahu apa kemauan Aryo.

Selasa, 14 Mei 2019

Bunga Kamboja

Pagi selalu saja banyak hal menarik. Seorang Ibu berjalan ke satu arah, mungkin menuju kota. Putrinya selalu saja mengikutinya dari belakang. Sepeda jengki biru dituntun tak pernah dikayuh sekalipun. Ini berlangsung sejak aku MI. Tak pernah sekalipun mereka bosan untuk melakukan aktivitas itu.

Yang ku penasaran, kenapa pandangan mereka begitu kosong. Seperti zombi yang kehilangam selera makan. Mereka mudah dikenali. Pakaian yang mereka kenakan selalu sama dalam rentang waktu 3 hari.

Seringkali aku berpapasan dengan mereka. Ingin sekali aku merasakan kehidupan di antara mereka. Sekedar mereka berbicara dengan ibunya, atau perselisihan kecil  juga tak apa-apa.

Menempuh perjalanan jauh. Kerap mereka bersendal jepit. Membawa kantong kresek besar kosong. Payung hitam selalu menemani.

Aku ingin menceritakan tentang mereka.

Minggu, 17 Februari 2019

Persahabatan Kiki dan Eza

Walau hidup di pulau yang berbeda, Kiki dan Eza kerap kali bertemu setidaknya sepekan sekali ketika hari libur tiba. Kiki tinggal di pulau Jambu. Sementara Eza tinggal di pulau Kelelawar. Persahatan mereka sudah terkenal, banyak penduduk pulau yang memuji kedekatan mereka, bahkan menjadi semacam model dalam persahabatan.

Suatu pagi yang cerah, kiki keluar dari rumah untuk menatap pulau Kelelawar yang terlihat kecil di sana, tempat Eza tinggal. Tiba-tiba bola matanya membelalak, lututnya gemetar, rahangnya mengeras, nafasnya naik turun, Kiki tak percaya asap tebal pekat membumbung tinggi yang berasal dari pulau Kelelawar.

Dalam kecemasan, Kiki memanggil ayahnya. Keduanya melihat pemandangan yang mengerikan itu. Tanpa menunggu lama, keduanya lari ke arah perahu tempel yang bersandar tak jauh dari mereka. Hati Kiki pilu dan ragu-ragu apakah rumah sahabatnya menjadi korban api. Keduanya tak banyak bicara, mereka beradu pandang setiap jarak semakin dekat dengan pulau Jambu.

Rabu, 13 Februari 2019

PUTRA BAJAK LAUT

SATU

Kerajaan Babian dipimpin oleh Raja yang bernama Kukusan yang masih satu garis keturuan dari Raja Pasoma yang mangkat 20 tahun yang lalu. Alm Raja Pasoma masih teguh memegang teguh adat istiadat dan cenderung kaku, Raja Pasoma terlalu percaya kepada Ahli Nujum yang belum tentu kebenarannya. Sementara kerajaan Babian yang dipimpin oleh Raja Kukusan lebih terbuka dengan hal-hal logis, keberadaan ahli nujum mulai tergerus, dan membuat para ahli nujum mulai mengubah strateginya agar bisa bisa bertahan hidup dari suasana yang membingungkan. Kerajaan Babian terletak di pegunungan Makma. 

Saking terbukanya, para pengemis dari luar kota bisa menjamah pasar-pasar yang dekat sekali dengan wilayah kerajaan, keadaan ini tidak membuat Raja Kukusan melarang, bahkan di hari Kamis sebulan sekali, para pengemis di kumpulkan di alun-alun kerajaan dan diberikan baju terbaik, makanan terbaik, dan segala kebutuhan yang berkualitas tinggi.

Putri Raja Kukusan yang bernama Sheila sangat menyukai kegiatan amal ini, menurut Sheila ketika menatap wajah para pengemis membuatnya lebih tenang, dari pada menatap aneka makanan lezat yang tersaji di meja besar istana. Beberapa kali Sheila ingin muntah melihat salah seorang kerabat ayahnya makan dengan serakus-rakusnya, perutnya buncit tak terhitung lemak jenuh melingkar sepanjang pinggangnya, lalu tertawa sepenuh mulut dan tidur sepanjang siang. Sheila sangat membenci perilaku tak terpuji itu.

Minggu, 10 Februari 2019

Pesan Sang Guru

Kampus STIE SEBI tahun 2003. Saya keluar dari ruangan tempat menuntut ilmu. Mata kuliah Manajemen yang diampu oleh Pak Ahmad Juwaini. Sebelum Stand Up menjadi gegap gempita seperti sekarang ini, Dosen yang satu ini sudah melakukannya dengan baik. Tak perlu diragukan, saya merasa ada kegembiraan ketika mengikuti mata kuliah ini. Seger seperti minum air zam-zam oleh-oleh dari seorang teman. Santai tapi dengan joke-joke berkelas. Selesai, saya seperti habis berendam dalam oase.

Sebuah papan informasi yang di pajang salah satu ruangan untuk memungkinkan mahasiswa/i dapat membaca dengan baik. Pamflet berwarna kuning kecoklatan tertempel disana. Berisi tentang pendaftaran Tahsin dan Tahfidz lengkap dengan alamat dan pengajarnya. Sebersit getaran ada dalam relung-relung hati. Ada panggilan yang tak biasa, mewarnai spektrum berpikir tentang kompetensi. Bukan soal bisa atau gagap, ada kehausan untuk melakukan perbaikan, ada noda yang harus di bersihkan. Lalu muncul semangat berlapis azzam untuk mendatangi tempat bercahaya itu, lingkaran berkah beruntai doa-doa para malaikat. Tempat itu ada di jalan Asia Afrika, Gang Beo.

Minggu, 20 Januari 2019

Ikan Gabus dan Ikan Sepat

" Bus, air sekarang rasanya semakin aneh ya. Mungkin cucu kita tidak akan bisa menikmati jernihnya air. Bahkan saudara-saudaraku yang tinggal di sungai kecil pinggir sawah selalu merasakan rasa air semakin membahayakan. Banyak saudaraku yang korengan akibat pencemaran yang dilakukan oleh mahluk yang hidup di atas tanah.

" Tak usah mengeluh Pat, memang kalau kita mengeluh mahluk besar diatas tanah yang punya dua kaki, akan mengerti keluhan kita, sebagian dari sangat rakus dan tak punya kesadaran tentang lingkungan."

" Kita jalan-jalan dulu yuk, siapa tahu ada cacing yang jatuh atau serangga yang terjebak, akhir-akhir ini mencari sarapan makin susah."

" Banyak yang membuang cairan tak ramah lingkungan di pinggiran sawah itu."

" Hei Pat, lihat ada cacing yang..., lho kok bentuk nya aneh, Seperti termutilasi." Teriak Ikan Gabus sambil berenang mendekati cacing yang bergerak kesakitan."

" Hehhh Abang Ikan Gabus cepat makan aku, tubuhku rasanya sakit sekali, Manusia itu memainkan ku terlebih dahulu sebelum memotong, baru kali ini aku disiksa seperti ini."

" Sebentar Bus jangan kau tolong dia, coba lihat badanya melengkung kaku, seperti terikat lem, Aku pernah ingin menolong tapi rasanya sakit sekali hampir saja aku menjadi santapan manusia tak ramah lingkungan itu." Ikan Sepat mengingatkan. Trauma telah memberinya kepekaan pada dirinya.

" Oh ya, coba aku lihat, ya kau benar ikan Sepat, terimakasih sudah mengingatkan. Maaf Cing kami berdua tak bisa menolongmu. Kita jalan dulun ya."



Pelajaran
Hormati Alam Kita.

Senin, 03 Desember 2018

ALDINO

Tregedi Pematang Sawah
Lanjutan
Aldino melihat Kanan dan Kiri sebagai prosedur manusia normal. Ada yang aneh dengan bulu kuduknya. Hujan sejenak berhenti dan berganti dengan lemparan batu yang mengarah kepada Frans.

"Hei!, Kau berhenti!". Sebuah suara tanpa wujud memanggil nama Frans.

" Jangan hancurkan pematang sawahku!, Teriakannya kembali membuat remang-remang bulu kuduknya."

Aldino terus saja berlari dan sampai di hutan tebu. Aneh. Anto sudah sampai duluan dan sedang duduk santai mengunyah daging tebu.

" To, Kita tinggalkan tempat ini. Ada yang aneh tadi di belakang."

" Duluan saja. Tak ada yang aneh."

Jumat, 30 November 2018

AlDINO

Tregedi Pematang Sawah

Satu jam memancing, hasil lumayan cukup banyak. Ada ikan Sepat, Lunjar, dan beberapa Udang. Buat makan malam rasanya sangat nikmat dengan sambal mentah. Terakhir segelas teh panas hasil racikan orang-orang tulus di negeri aman.

Hujan turun tiba-tiba, deras sekali. Sampai susah membedakan antara umpan dimakan oleh ikan, atau gelombang guyuran hujan

" Dino, Kita pulang yuk." Anto berteriak diantara derasnya hujan.

" Bentar."

" Apa hujan telah menenggelamkan sebagainya akal sehatmu. Kau tidak ingat kisah bulus yang keluar di saat hujan deras." Ancam Anto

Kamis, 30 November 2017

Penegak Hukum

Mahasiswi yang tak pernah ku lupakan ternyata namanya Dewi. Senior gelarnya. Sudah beberapa pertemuan dengan Dosen Filsafat Hukum, gayanya sungguh perlente. Tapi agak pendiam, sesekali beradu argumen dengan Dosen Filasafat Hukum, lugas kata-katanya. Seperti membayar tagihan telelphone dengan cara berhutang. Hari ini dia berkaca mata. Celana Army longgar tak pernah lekang dari kesehariannya. Sudah beberapa kali di beri Surat Peringatan agar tak memakai celana Army ke kampus, tetapi selalu melanggar. Fasih sekali bicara hukum, dia sendiri yang menebas sampai geleng-geleng kepala.

Selesai kuliah, aku langsung mengambil waktu kerja. Sebagai penjaga Wartel disiplin adalah salah satu bukti kesungguhan. Ada yang aneh dari Pimpi mahasisiwi junior, yang bekerja di wartel Mawar tempat ku bekeja, selain sebagai rekan kerja, Pimpi juga adik kelas. Baru semester 4.

" Kau kenepa pi."
" Ada yang ngutang lagi kak?"
" Siapa, tidak perlu menangis."
" Yang kakak ceritakan tadi malam."
" Dewi, anak hukum yang nggak lulus-lulus itu."
" Iya kak."
" Nanti malam kita berdua ke kosannya dia, seberapa tangguhnya dia."
" Berdua kak."
" Iya berdua, kau keberatan."
" Nggak. Jam berapa kak, pimpi ada presentasi besok"
" Jam delapan, kakak jemput ya. Pakai sepeda "pendiam"

Pimpi pulang wajahnya cerah. Dia mengaku sebagai outlander. Orang asing di negeri sendiri. Kedua matanya sipit. Giginya rata dan putih. Kutu buku soal sejarah.

Kami berdua menyusuri jalanan. Tampak sepi, karena gerimis turun sisa dari hujan lebat tadi. aku agak ragu, tapi sikap ksatria di hadapan pimpi menjadi penyemangat. Sepanjang jalan menuju kosan Dewi, di temani dengan pohon sedap malam yang banyak tumbuh tanpa kenal musim. Setelah beberapa kali bertanya akhirnya kami menemukan kosan yang kami tuju.

Kami kaget, setelah melewati gang buntu. Aku dan Pimpi berjalan beriringan sampai di depan kosannya, kami berdua tercengang. Tenggorakan kering seperti baru berjalan di tengah terik matahari. Di depan kami tumpukan barang bekas yang bisa di daur ulang. Dewi masih fokus membersihkan sisa-sisa kotoran yang menempel pada botol plastik dan yang sejenisnya.

Wajah kami beradu, kedua mata kami saling menatap. Wajah Dewi santai, tak syok, rupanya dia sudah sering kepergok oleh temannya ketika sedang mulung, atau membawa barang bekas ke pengepul. Dia berdiri dan melepaskan sarung tangan. "

" Ada apa kalian ke sini. Saya tak punya uang untuk kalian tagih."

Kamis, 23 November 2017

Naruto Vs Wiro Sableng

Bagian 3

" Seharusnya kau tak melakukan itu, pertarungan yang membahayakan sebuah kekuatan raksasa, kau tahu...para pendekar di tanah Jawa bukan omong kosong, mereka para petarung yang tidak kenal menyerah sepertimu. Bahkan para kumpeni yang ku dengar "mengepung" mereka selama "350" tahun, lari terbirit-birit ketika berhadapan dengan badik, clurit, pedang, golok, ataupun tombak. Naruto, tidak semua yang kau lakukan akan berakibat bagi baik bagi Konoha, beberapa mungkin akan menimbulkan perang dunia ke tiga, atau ke empat. Ingat Naruto Negeri Damai yang kau cita-citakan. Rasenggan yang kau banggakan dapat ditahan oleh Kapak Naga Geni, itu berarti Kalian sama-sama kuat."

Naruto terbaring lemah di rumah sakit. Setelah beberapa tulang disembuhkan oleh Sakura. Burung Gereja hinggap di daun jendela, Naruto menitikkan air mata, dadanya sesak.

" Guru Kakashi, apa yang kulakukan sudah benar."

" Aku tidak punya jawaban, kau sendiri yang punya jawaban, satu hal yang perlu kau buktikan adalah, seberapa besar cintamu pada kedamaian sehingga kau mampu memiliki kekuatan untuk menghargai perbedaan dan mencintai persamaan."

Kakashi berjalan pelan membuka pintu rumah sakit, bayangan guru Jiraiya memenuhi pelupuk mata Naruto.

" Kau mau kemana guru."

" Aku ingin pergi mengunjungi makam Obito, ada hal yang ingin kukatakan, akhir-akhir ini jurus teleportasiku sering tak akurat."

" Jadi pertarunganku dengan pendekar berbaju putih itu salah satu ketidakakuratan jurus teleportasi guru, aku ingin sekali lagi pergi ke Tanah Jawa, tapi tidak dengan jurus teleportasi guru, aku ingin berjalan, berlari, berkuda, menaiki kapal, atau naik balon udara. Asal tidak dengan jurus menembus waktu milik guru."

Selasa, 21 November 2017

Jeger

BAB 1
Guru Piket

Aku wis nggantung cekelan wesi sing ana nang pinggir lawang bis Dony Jaya, rasane pegel banget. Otote kaya de ciwita tang. Neng ati wis sekang desa merden dongane ora ketinggalan. Telung menit maning biyunge nyong olih kabar sekang sekolahan MAN, sing jenenge Jon tiba sekang bis. Angen-angen kaya kuwe dadi nggo cekelan ben ora tiba sekang bis. Batir-batir sekang desa Rembang wis sesek-sesekan kawit esuk.

Alhamdulillah, Neng bancar sekiye Pasar Badhog Center, murid-murid sekang SMA Muhammadiyah alun-alun Purbalinga pada medun. Tangane nyong dadi istirahat semending, otote kendor sedela.

Soal tangan pegel ora karuan wis ilang, ana masalah sing gede, lima menit maning aku arep ngadepi guru piket dina senin. Guru piker dina senin wis tek bayangna guru piket sing paling di wedeni neng sekolah MAN IDOLAKU Kedung Menjangan. Jenengane Pak Taro, guru Kimia sing duwe kebiasaan ngukum murid sing telat karo ora bisa pelajaran Kimia.

Sabtu, 18 November 2017

Gempar 6

" Kau harus perbaiki sikap kamu Gem?"
" Contohnya"
" Bersikap baiklah dengan hewan peliharaan kakek, kau tahu kejadian kamu memberikan balsem pada kuda kakek, sekarang kuda kakek ngambek ngga mau keluar"
" Bukannya seru kek"
" Dzolim namamnya gempar"
" Dzolim bukannya tukang tahu gejrot yang jarang mandi itu."
" Bukan Gempar, dzolim itu bisa diartikan memberikan perlakuan tidak adil."
" Adil bukannya minuman hangat yang nikmat."
" Itu candil gempar!, yuk kita sholat maghrib berjamaa, ingat malam ini kamu jaga sikap."
" OK."

Minggu, 22 Oktober 2017

Gempar 5

Ki Amat dan Gempar dalam perjalanan pulang ke rumah. Terjadi hal yang menggelikan dan sedikit ganjil, seekor kuda memang di berikan kemampuan untuk berlari dengan kecepatan pacu, bagi Gempar yang kadang bertindak di luar nalar manusia biasa, salah satu contohnya adalah mengoleskan balsem ke (maaf)pantat kuda. Kuda yang menarik delman lari kesetanan seperti hendak diterkam seekor singa.

" Gempar kau apakan kuda kakek, kau ingin membunuh kakek ya!"

" Justru gempar ingin menolong kakek, kau lihat pengunjung pasar seperti ingin menghajar kita!"

" Gempar kau apakah kuda kakek!"

" Gempar olesi pakai balsem kek, hebatkan?

" Bukan hebat, tapi dzolim!, Menyiksa binatang dilarang oleh agama!"

Minggu, 15 Oktober 2017

Gempar 4

Pasar sabuk masih ramai pengunjung. Pasar di ujung desa simalakama ini menjadi Pasar sretegis karena dekat dengan desa-desa yang lain. Teriakan, tertawa, juga ada di pasar ini. Terdengar negosiasi yang halus, tinggi,bahkan tak segan-segan bernada ancaman.

"Turunkan harganya sedikit Ki Amat, masih terlalu mahal. Kau tahu sendiri kan, para penikmat jengkol akhir-akhir ini beralih ke menu yang lebih murah, gadung. Belum lagi upeti kepada para penjaga perbatasan desa."

"Aku turunkan sedikit, tapi kau akan membeli gadung-gadungku nanti ya!, Kalau tidak jengkol-jengkol ini akan langsung aku turunkan di desa yang lain, kau bisa melakukannya Ki Bindo."

" Kita bukan anak kecil lagi, kita sama-sama sudah dekat dengan pacul."

Rabu, 04 Oktober 2017

Gempar 3

Peristiwa gempar memimpin sholat berjamaah secara konyol dan tak sesuai dengan cara sholatnya Nabi Muhammad Saw menjadi perbincangan panas sepanjang orang berkumpul. Baik di warung, pasar, kebun,pengajian, tukang ronda, kuli pasar, para karyawan pabrik, PNS berbagai profesi, bahkan tongkrongan anak-anak pulang sekolah.

Minggu, 01 Oktober 2017

Gempar 2

Setelah diusir dari mushola. Gempar berjalan kaki menuju suatu daerah yang banyak ditumbuhi dengan pohon jengkol.

Gempar melihat dirinya tak begitu dihargai. Penyakit epilepsinya membuat dirinya sering melakukan kesalahan di luar kontrol dirinya.

Pohon Jengkol banyak tumbuh di sekitar tempat istirahatnya. Seorang kakek masih cekatan memetik buah jengkol dengan galah yang panjang, di ujung galah diberi pengait untuk memutuskan ranting berisi kumpulan jengkol-jengkol muda.
Gempar mendekati kakek yang sedang diatasi pohon yang tingginya delapan meter dari permukaan tanah.

Jumat, 17 Juni 2016

Hijau

Caranya memandangku begitu aneh. Tajam dan lugas. Mata itu mengingatkanku akan bahaya yang mengancam. beberapa detik kemudian tatapan matanya berubah menjadi sendu.

Aku masih sibuk menghitung uang yang ada di laci. hujan deras mengahalangi pandangan orang ke dalam wartel yang ku jaga. aku hendak bertanya, tetapi wajahnya galak membuatku urung tak bertanya.

Bunyi derit mesin menjalari kupingku. gadis bermata jeli. sejenak mengehala nafas. ia keluar dari bilik telphone.


Berapa Mas.

259 ribu Mbak
"Hah mahal banget. kamu jangan nipu saya ya!"

" Iya memang segitu, mba kan Interlokal, jadi mahal, apalagi ke Hongkong."
" Baru jadi mahasiswa udah korupsi."

Wajahnya makin ketus, tak beraturan, matanya sipit tapi galaknya minta ampun.

" Mba Lihat sendiri, aku tak pernah menipu soal ini."

aku ngotot.
wajahnya melongok ke monitor. dahinya berkeringat. mungkin menahan malu.

" Aku utang dulu. bilang sam bosmu!"

" Disini ngga ngutangin!, mba bisa saya laporin ke polisi ya."

" Laporin aja, aku ngga takut."

Aku kehabisan akal. ternyata aku masih hijau dalam urusan ini. mahasiswi hukum itu langsung kabur dengan memberikan uang 100 ribu saja. aku kebingungan mencari kekurangannya. aku baru teringat besok adalah mata kuliah hukum international, biasnya dia ada. karena dia belum lulus untuk mata kuliah ini.

Tungga besok, akan ku tarik hutanngnya. gayanya saja keren, tapi ngutang.

Jumat, 12 Desember 2014

Naroto VS Wiro Sableng

Bagian 2


"Guru Kakashi sebenarnya jurus apa yang di gunakan oleh orang berbaju putih itu. Rasanya aku tidak pernah melihat orang dengan kekuatan seperti itu."

" Aku tidak tahu Naruto, di konoha ini rasanya belum ada yang menguasai jurus aneh seperti itu."

" Bahkan nenek Sunade juga tidak bisa!" Naruto Panik

" Aku rasa begitu." Jawab Kakashi

" Andai saja masih ada guru Jiraiya, pasti tidak akan seperti ini." Naruto putus asa

" Ingat Naruto, apa yang kita hadapi bukan dari golongan Ninja, tetapi pendekar tanah jawa yang mumpuni soal pertarungan". sengit Kakashi

" Apa itu tanah jawa." Naruto penasaran.

" Tanah Jawa adalah terletak di antara kepualauan Indonesia, dimana di pulau Jawa banyak di lahirkan pendekar-pendekar tangguh yang tidak takut dengan kematian."