Penghargaan tertinggi dari sebuah akal adalah merayakannya dengan membaca buku-buku yang jumlah halamannya diatas 500, salah duanya. Dengan terbiasa membaca buku-buku yang tebal, otak akan terus dilatih untuk meruncingkan nalar, menajamkan perenungan, menggali sumur solusi, menjaring sejuta karya (proses kreatif) dalam membagikan pengetahuan, pengalaman, motivasi, dan seterusnya. Dengan membaca buku-buku yang tebal otak akan dipaksa terus untuk konsisten menangkap isi bacaan dari tiap halaman buku.
Membaca buku tebal apapun genrenya adalah tindakan nyata dari pribadi yang menuju kematangan, tidak mentah, tidak gugup dan gagap dalam memandang sesuatu. Jauh dari prasangka kaku terhadap penilaian seseorang-yang terkadang amat menipu. Jauh juga dari kacamata melihat orang dari sampulnya saja. Ia akan terlatih untuk menganggap sesuatu entah itu masalah dalam (azaz praduga tak bersalah). Kerumitan dalam membaca buku tebal membuatnya tak jumud, karena ia telah memposisikan diri sebagai pribadi rendah hati, serta tidak tahu apa-apa. Penilaian kaku seseorang kepada orang lain yang dibuat berdasarkan prasangka sendiri terus dikutukinya agar tak menjadi alat untuk menilai mentah seseorang.
Perayaannya setelah membaca buku-bukutebal akan terulang lagi, lagi, dan lagi pada saat nantinya menjatuhkan pilihannya pada buku yang tebal juga. layaknya kalian main (wilayah kesenangannya tersalurkan). Sama gembiranya ketika mengunyah buku-buku di bawah 500 halaman dengan cara santai dan tetap mengeruk maksud dari tiap halamannya. Wilayah Dopaminnya terjaga dengan memberikan porsi lebih pada sebuah otak. Semakin tebal semakin nikmat, lebih dan lebih. Kecanduannya adalah menangkap hal-hal yang gelap dari beberapa halaman dan menemukan maksud pengarang.
Sebagai dampak dari kegembiraan semacam itu, otak akan memelilki kemampuan membentuk diri sendiri. Neuroplasticity semakin jeli menangkap sebuah kecerdasan yang bisa datang dari buku mana saja. Pada saat yang bersamaan dalam perayaan membaca buku-buku maka otak sedang mengulang-mengolah bahan, apa yang kemudian di sebut sebagai A Brief History of Neuroplasticity.
Banyak hal nantinya yang membuat pola pikir mengarahkan pada frase-frase yang tidak mudah untuk dibaca-menurut sebagian orang. Jutaan halaman yang telah dibaca dan telah mengendap dalam jeda tertentu akan memberi panduan pada kalimat-kalimat yang sulit dibaca. Manjadikan paradigma bisa mengakses maksud lain dari pengarang. Kecermatan untuk terus melakukan scanning dan merongsen pada tiap kata yang tertangkap oleh mata.
Pada tahap tertentu kerentanan yang bersifat impulsif bisa dihindari dan menangkapnya sebagai bahan untuk membaca buku-buku lain, tanpa pernah untuk merendahkan maksud pengarang.
Kegandrungan pada bacaan tebal sebagai kultur budaya semacam melakukan selebrasi pada seorang penulis yang mengabdikan dirinya pada kata, kadang membebaskan kata itu, dalam rentang waktu yang melelahkan, mungkin tiga tahun, lima tahun, sepuluh tahun. Pada pembaca rakus buku tebal bisa dikunyah dalam hitungan jam, hari atau bulan. Sebagai guru perayaan semacam ini menjadi visi pribadi dalam hidupnya. Apalagi ia sedang menjaga api tekad murid yang sering jatuh bangun. Agar mereka punya kapak untuk memecah kebekuan yang sering menimbulkan inferiority complex. Cekap semanten.
0 Comments:
Posting Komentar