Minggu, 09 Maret 2025

Bertahan


Episode 2
Hujan turun dengan deras, hingga membasahi hutan sabuk wulung yang luas dan masih perawan. Di tandai dengan masih banyaknya hewan-hewan buas yang masih mendiami pedalaman hutan itu. Tampak beberapa burung khas hutan sabuk wulung tengah berlindung dari derasnya hujan. Burung yang bernama pelatuk itu sedang menghangatkan telur-telurnya agar segera menetas. Buung Pelatuk itu tampak hangat dalam lubang-lubang yang di di pakai sebagai sarangnya. Beberapa hewan yang lain juga mungkin melakukan hal yang sama, berlindung dari derasnya hujan. Kecuali Ikan, yang mungkin makin asyik dengan kedatangan hujan yang deras.

Tak terasa hujan turun makin lebat. hal ini menyebabkan sebagian sungai-sungai yang ada di dalam hutan itu meluap banjir. Tampak beberapa Buaya sedang berenang menuju ke tempat tinggalnya. Tanpa di duga luapan banjir itu sampai juga ke dekat gubuk, tempat dimana Bul-Bul sedang tertidur dengan lelap. Akibat dari tubuhnya yang lemah, Bul-Bul tak menyadari kalau air dari luapan sungai pelan-pelan masuk kedalam gubuk. Makin banyak dan makin tidak terkontrol.

Bul-Bul yang masih terlelap dalam tidur akibat kelelahan fisik dan mental membuatnya tak peka dengan kedatangan air yang mulia merembes masuk kedalam gubuk. Inchi demi inchi air masuk, makin lama makin banyak. Bul-Bul kaget dan terkejut. Pikirannya mulai panik. Tak lama air sudah sebatas pingangnya. Bul-Bul makin panik dengan air yang terus menerus memenuhi ruangan gubuk. Bul-Bul panik bukan karena tidak bisa berenang, tapi karena Bul-Bul sudah merasa putus asa tidak bisa menemukan pintu keluar.

Kedua mata Bul-Bul terpejam. Bayangan Kedua orang tuanya dan kedua adiknya berkelabat dalam pikirannya. Bul-Bul menangis tersedu-sedu. Bul-Bul tak bisa membayangkan betapa sedihnya dirinya akan segera menemui ajal. Ia pasrahkan dirinya pada Tuhan yang Esa. Hatinya berucap: “kalau dirinya masih di perkenankan hadir di muka bumi, maka pertolongan pun begitu dekat”. Bul-Bul mangamini sendiri doanya dalam hati.

Kedua mata Bul-Bul kembali terbuka. Sementara air sudah sampai di tenggorokan. Dalam hitungan detik air sudah sampai mulut. Kedua kaki Bul-Bul mulai beregerak agar dirinya tidak tenggelam begitu cepat. Dalam keadaan genting dan gawat, Bul-Bul teringat pada sebuah celengan semar yang ia ingin kasihkan pada seorang nenek yang pernah ia temui pada perjalanan pulang sekolah. Bul-Bul masih ingat kalau nenek itu tinggal di kaki bukit, 10 kilo meter dari rumahnya. Dan satu celengannya lagi akan ia kasihkan pada Ibunya yang ingin di jadikan modal untuk berdagang.

Ingatan dan janjinya itu membuat Bul-Bul kembali mendapatkan suntikan semangat. Kedua kaki Bul-Bul bergerak cepat seperti gerakan mendayung. Air terus saja masuk tanpa ampun, hingga membuat seisi ruangan gubuk sudah terisi oleh luapan air sungai. Bul-Bul dengan cekatan beregerak dari satu sudut kesudut ruangan gubuk. Mencari-cari apakah ada bagian atap gubuk yang bisa di jebol dengan kedua tangannya. Sementara air sudah hampir menutupi pandangan matanya. Nafas Bul-Bul mulai tersengal-sengal.

Bul-Bul bergerak kesudut kecil ruangan gubuk yang belum terisi oleh air. Dalam kepanikan dan rasa tertekan. Jari tangan kanan Bul-Bul tergores paku yang menyembul keluar, karena tidak tepat di pasang. Darah segar keluar dari jarinya. Bul-Bul tak menghiraukan. Bul-Bul mengamati paku tersebut dengan seksama. Bul-Bul seperti mendapat kemenangan. Paku yang tersembul keluar itu adalah bagian dari pintu kecil yang sengaja dibuat oleh para penculik sebagai jalan keluar masuk. Pintu hanya pas untuk satu orang. Kedua tangan Bul-Bul mulai menjebol pintu kecil tepat di atas kepalanya. Sementara air terus saja memenuhi ruangan gubuk. Ada semacam pengait dari kulit rusa yang mengunci pintu kecil itu dari luar.

Ruangan gubuk sudah terisi semua oleh luapan air sungai. Bul-Bul masih saja berusaha untuk menjebol pintu kecil yang terpasang diatas gubuk. Sementara kepala dan tubuhnya sudah mulai terendam oleh luapan air sungai . Takdir masih berpihak pada Bul-Bul, disaat segala sesuatunya begitu menegangkan. Pengait yang terbuat dari kulit rusa itu terlepas. Kedua tangan Bul-Bul mendorong pintu kecil itu keatas. Dengan susah payah, Bul-Bul keluar dari pintu kecil dan berusahan menyembulkan kepalanya keatas untuk menghirup udara segar.

Sampai di permukaan air, nafas Bul-Bul masih tersengal-sengal. Ia tak mengira ternyata dirinya telah di sekap di pedalaman hutan yang sama sekali tak ia kenal. Bul-Bul disambut oleh pemandangan hutan yang asing baginya. Kedua matanya mulai mengamati sekeliling. Luapan air sungai telah membuat hutan seperti rawa-rawa yang menyeramkan.

Atap gubuk belum teremdam seluruhnya, ada bagian tertentu yang belum terendam luapan air sungai. Bul-Bul menangkap gerakan yang aneh tak jauh dari tempat berdirinya. Bul-Bul kaget dan panik, jarak 30 meter darinya 2 ekor Buaya tengah mengawasinya. Karena mendengar bunyi kecipak air ketika Bul-Bul baru keluar dari sergapan air yang masuk kedalam gubuk. 2 ekor buaya itu mulai mendekat ke arah Bul-Bul.

Di tengah kekagetan dan kepanikan. Bul-Bul akhirnya melompat dan berenang sekuat tenaga menuju sebuah pohon yang tidak begitu besar dan menurutnya mudah untuk di naiki. Cabangnya yang banyak dan rimbun menurutnya dapat di gunakan untuk naik dan berlindung dari terkaman taring Buaya.

Sampai di dekat pohon tersebut Bul-Bul langsung naik ke atas pohon. Dalam hitungan detik luapan air sungai sudah semakin tingggi. Bul-Bul berusaha memanjat lebih keatas agar terhindar dari banjir juga terkaman Buaya. Tangan Bul-Bul mencengkram kuat pada batang pohon yang rimbun dan ranting-rantingnya melebar, mirip sarang burung. Pohon itu diatasnya mempunyai cabang tiga, tepat di sudutnya Bul-Bul menyadarkan tubuhnya tanpa harus berpegangan. Hal ini memudahkan Bul-Bul untuk melihat ke bawah, sementara dari bawah tidak kelihatan sama sekali tubuh Bul-Bul, karena tertutup rimbunya pohon.

Beberapa jam kemudian, Gubuk sama sekali tidak terlihat. Semuanya terjadi begitu cepat. Keadaan tenang tapi menyeramkan. Jarak antara batas air dengan dirinya hanya terpaut 5 meter. Bul-Bul merasa aman dengan jarak seperti itu. Kedua mata Bul-Bul masih menikmati pemandangan yang ada di bawahnya. Bul-Bul seperti membayangkan sesuatu.

Dua ekor Buaya besar yang tadi mengejar Bul-Bul melintas tepat di bawah Bul-Bul. Hal ini mengagetkan Bul-Bul. Jantung Bul-Bul seperti berhenti berdetak. Sepertinya Buaya itu tahu kalau Bul-Bul bersembunyi di atas pohon. Dari atas pohon Mata Bul-Bul tak berkedip untuk memperhatikan kedua Buaya itu yang sedang berputar beberapa kali.

Dua ekor Buaya itu tampak frustasi dan kehilangan buruannya. Pelan-pelan Buaya itu pergi dan menghilang di balik luapan air sungai yang sekarang menjadi genangan yang dalam. Butuh waktu cukup lama untuk menyurutkan banjir akibat luapan air sungai. Bul-Bul dapat bernafas lega dan berusaha meningkatkan kewaspadaan. Karena hutan ini belum di kenal oleh Bul-Bul.

Waktu mendekati malam, salah satunya terlihat dari banyaknya burung yang kembali ke sarangnya. Bul-Bul dapat melihat dengan jelas dari atas pohon situasi yang ada di bawahnya. Bul-Bul tak mempedulikan keadaan sekitarnya lebih lama lagi, kedua matanya sudah mulai terpejam. Sesaat kemudian terdengar dengkuran keras. Ia percaya Tuhan selalu menyertainya.


0 Comments:

Posting Komentar