Rabu, 19 Maret 2025

Berpikir Tingkat Rendah

BABAK 11
Seorang guru tengah duduk di gelanggang terbuka. Kepalanya menunduk seperti berzikir. Anda keliru, ia sedang memandangi setan gepeng yang digenggam dengan mesra. Ia telah "berhianat" pada apa yang telah dicita-citakan oleh guru bangsa. "hargai murid, maka kau akan melihat mata yang indah pada mereka". Bahkan ia tengah menyusun rencana untuk gabung dalam dunia Phubbing alias pelan-pelan menjadi anti sosial. Pada kondisi tertentu ia telah mangkir dan mulai menolak Ki sebagai guru, menganggapnya sebagai lelucon belaka. Cilaka 12. 

Ia mendongak sekilas ketika seorang senopati sekolah lewat tak jauh dari tempat duduknya. Mengangguk sejenak, lalu kembali tenggelam pada dunia 'konohagakure' desa tersembunyi di balik lebatnya dedaunan. Kalian mesti jeli, ia sedang tidak mampir di konoha, tetapi sembunyi di balik kesalahan yang diakumulasikan dalam tindakan yang menurutnya benar. Lalu enteng saja kembali mengajar dengan melepas baju evaluasi, atas dirinya, tanggung jawabnya, sekaligus penhianatan terhadap profesinya.

Ia tengah menyempitkan dan mengkebiri hak anak, yaitu pendampingan. Dengan masuk ke dalam dunia setan gepeng, kalian merasa telah salah dengan sebenar-benarnya kesalahan. Seperti Musalaimah Alkazab, seorang pembohong yang kebohongannya tidak ia kenali melalui akalnya sendiri. Mau kalian akan jadi seperti itu?, Zombi saja jujur dengan apa yang mereka kerjakan, jarang sekali merekayasa eS O Pe yang mereka dapat. Gigit mereka dan sebarkan virus. Tetapi kalian begitu asik masuk main setan gepeng di tengah pembelajaran atau jelang pembelajaran, apakah kalian lebih mulia dari zombi. Mungkin kalian perlu melihat film Train To Busan, agar sedikit belajar dari para zombi. 

"Ah, Anda sebagai guru juga tak perlu begitu saklek dengan urusan orang lain." begitu ucapnya, manakala satu nasihat mampir ditelinga kanannya, lalu tak sempat mengendap di logikanya. 

Tak bermaksud seperti itu, jangan tersinggung. Jika kalian mudah sekali untuk mengabaikan yang penting. Yang telah telah di SK kan maka kalian akan mudah untuk menjadi jamur ketika yang lain tengah berlomba-lomba menjadi mutiara.

Kalau urusan hanya menyangkut anda sendiri. Tak ada orang yang dirugikan, tak jadi soal. Titik tekannya adalah kalian merasa penting dan menganggap kepentingan orang banyak tidak penting. Termasuk murid kalian sendiri yang tampak selalu memaafkan, otak mereka minta jatah untuk diberikan nutrisi, setidaknya pendampingan yang tulus. Bukan pendampingan yang sedikit-sedikit menjalin mesara dengan setan gepeng. Kemudian menghitung berapa menitkah jam kepulangan.

"Ok, kalau itu bisa dipertimbangkan." Selanya. 

"Lalu, apakah kalian akan berhenti. Tidak kan?, kalian akan terus mencari celah agar apa-apa yang kalian kerjakan mendapatkan pengakuan atau bahkan legitimasi tentang apa-apa yang kalian perbuat, sudah seharusnya, sudah semestisnya. Pantaskan?, sejatinya kurang pantas. Kalian boleh kecewa pada sebuah lembaga, tetapi hak anak-anak jangan sampai kalian kurangi, apalagi mengabaikan. Sampai kapanpun hak anak tetap berhak mendapat hak didik yang layak. Meski kalian berdalih dengan cara yang tidak lazim, main sembunyi. Lalu tiba-tiba keluar."

Apa yang kalian upayakan, kalau yang keluar hanya keluhan yang tidak berpangkal ujung. Ujung saja ada pangkalnya. Masalah kalian tidak pernah selesai, dengan mental kalian yang itu-itu saja. Menjejejalkan seluruh asumsi di kepala, mengendapkannya seperti bikin tape, lalu beberapa kemudian hari kalian menggugat apa yang sebenarnya kalian sepakati. 

Orang yang mengeluh tanpa pernah berhenti, tak keluar dari tempat di mana ia mendapat rezeki, seperti kalian mengencingi sumur sendiri setiap hari. Tanpa pernah menyiramnya atau mengurasnya. Kalau kalian berani. Bikin surat lamaran keluar sebagaimana kalian dulu, di awal-awal mencari pekerjaan. Menghilangkan semua ego, setelah dapat pekerjaan, merapat ke sana kemari, mencari tempat dengan mengobrol sana sini mengumpulkan informasi, lalu tiba-tiba sorot matanya begitu sinis memandang sesuatu yang tidak lagi di sepakati. Padahal ia menyepakati dengan tindak tanduk seorang budak ketika pertama kali melamar, sekarang setelah mendapat sedikit tempat, tiba-tiba menjelma seekor serigala yang siap menerkam apa yang bisa diterkam.

Ruang yang kalian bangun dengan dedikasi tinggi dan penuh perjuangan, kalian matikan sekejap ingatan. Mengubahnya menjadi ruang-ruang penuh kedengkian, selidik menyelidik ketika 'menemani' anak-anak pulang sekolah. Mengobrol dari jauh sambil mengangguk takzim kepada orang tua yang kebetulan lewat di depannya. Seoalah-olah kalian telah memikirkan seluruh masa depan tempat kerja. Yang kalian lakukan mencoba untuk mengkudetakan suasana, tetapi modal kalian mentah. Modalnya hanya BAPER, karena tersinggung ditegur oleh teman kalian sendiri. Karena kalian telah menjelma menjadi manusia PHUBBING jengkal demi jengkal. Sampai kalian tidak bisa mengelak, lalu menyalahkan semua orang. Dengan dalih hal-hal yang mereka lakukan tidak pernah dihargai. Lalu kalian pergi tanpa permisi. 

Kalian bukan manusia puisi yang mencoba Escape From Personality, melarikan diri dari kepribadiannya. Mengambil jarak dengan dengan diri sendiri. Mengambil sudut pandang yang lain. Kalian tidak-jika tidak pantas- kalian belum bisa masuk ke wilayah lain. Yang cocok adalah katak di dalam tempurung. Apalagi Heteronim, memakai banyak nama. Bukan hanya banyak nama, tetapi satu nama satu karakter. Kalian banyak maunya tetapi minim kerjanya. Sibuk melihat dari jauh lalu menertawakan apa yang menurut kalian tak layak.

Kalian masih sibuk dengan definisi sendiri, tidak bisa masuk dalam pandangan orang lain. Kesadaran bahwa pandangan sendiri bisa lebih keliru, katro, norak, dan seterusnya. Bahwa ada kemungkian pandangan orang lain lebih layak, lebih tepat untuk dijalankan.

Atas dasar apa kalian mengutamakan kepentingan sendiri dari pada mengutamakan kepentingan orang lain. Kalian menyebut sebagai kalian kumpulan indvidu yang kepalanya dijejali oleh hasud menghasud lalu tertawa terbahak-bahak menertawakan orang yang luruh dalam kerjaannya.

Kalian hanya menghasilan keyakinan yang tidak bisa diskusikan. Sebuah keyakinan yang keliru memakanai sebauh kebijakan. "Kenapa dia boleh, kok saya nggak." begitu katamu tempo hari ketika LIBURANMU MULAI TERGANGGU. Loh, kalian hidup dari pelayanan jasa. Yang sejatinya bisa 24 jam. Lalu tanpa merasa berdosa. Pasang status 'Tolong Liburanku Jangan di Ganggu' jika kalian tak ada "apa-apa" status apapun tak pernah menggoyangkan apa-apa yang telah disepakati.

"Itu hak kalian, pandangan kalian."

Betul kalian punya hak itu, tetapi sejak saat itu, kalian telah memadamkan api tekad seorang guru yang dibangun atas dasar misi mulia, bukan sok mulia, tetapi siapa memantaskan diri, kalau bukan kalian (guru). Jika apresiasimu buruk terhadap profesi guru yang sedang dijalankan, maka kalian sedang memahat patungmu sendiri. 

Sebab kalian masih merasa kampung sendiri lebih baik. Karena kalian masih pengecut untuk mengakui ketika kalian merasa asing sendiri. Tidak mementingkan diri sendiri , kata yang lebih umum. Api tekad seorang guru memandang bahwa kampung lain justru lebih baik, itu karena ia menangguhkan sejenak kepribadiannya demi sebuah peradaban yang dialasi oleh tarbiyah zatiyah.  

Naifnya, kalian lebih baik minta maaf dari pada minta izin. Ya, kalian masih terjebak dalam nostalgia anak baru gede. Badan kalian boleh saja gede, tetapi otak reptil kalian lebih dulu berkembang dari pada yang lain. Salam Pak Pelita. Cekap Semanten. 

0 Comments:

Posting Komentar