Senin, 31 Desember 2018

Novel Frans Maki

Bab 6
Kelereng Besi 
Lanjutan

Pertarungan kelereng tinggal Frans dan bang Aris. Frans merasa khawatir kalau kelerengnya tak bisa diatur, malah akan merugikan diri sendiri. Ada empat butir kelereng yang jadi target tembak. Giliran bang Aris yang membidik, jemarinya yang kukuh mampu melesatkan kelereng besi seperti kapas. Bidikan pertama bang Aris mampu merenggut dua kelereng sekaligus tanpa kesalahan. Frans menahan nafas. Hari, Jidon, Tama, Nur, dan Ari menatap Frans tegang.

Bidikan kedua, bang Aris tersenyum sengak, lagaknya tengik, kantong celananya penuh biji-biji kelereng. "Kau sudah siap untuk kalah Frans." Kata-katanya mengintimidasi.

" Kita lihat saja nanti." Jawab Frans mencoba menguatkan diri.

Senin, 24 Desember 2018

Tetap Berpijak

Ketika angin memanggil dengan kencang. Tak tahu arah kami melangkah.
Air membuncah tak tahu arah. Ia hanya jalankan perintah. Sekejap pecah berubah tumpah tangis dan nelangsa. Nafas tercekat, badan lunglai, mata nanar mencari cahaya kehidupan.

Selesai jalankan perintah. Air kembali ketempat asalnya. Berombak tenang seperti tak terjadi apa-apa. Sekali lagi Ia hanya jalankan perintah.

Sekejap porak-poranda. Semua fasilitas manusia rata mencium tanah. Nafas kembali membumbung, ada harapan sunyi.

Tetap berpijak meski sahabat karib terbujur kaku membisu. Semua kematian mestilah jujur akan ada masanya. Awal dan akhir, Allah yang tentukan. Mestilah berpijak pada rasa baik sangka kepada pemilik Air, Ombak, dan angin.

Ketika manusia tak lagi ingat pada tumpuan di mana ia berpijak. Mestilah berdoa sampai langit tujuh sana. Ada kekuatan yang memberikan keteguhan, kewarasan, dan pikiran yang nalar. Musibah adalah cara Allah "menegur" setiap insan agar tetap lurus, bijak, adil, memperlakukan dan menghormati alam.

Tetaplah berpijak meski dengan sisa tenaga yang ada. Badan remuk tulang nyeri. Tetaplah tegar meski kehilangan tumpuan terkasih. Setelah kesulitan ada kemudahan, setelah gelap terbitlah terang.

Sabtu, 15 Desember 2018

Novel Frans Maki

Bab 6
Kelereng Besi 
Lanjutan

Permainan kelereng segitiga dengan garis melintang sepanjang 10 meter atau disesuaikan dengan kebutuhan. Tapi makin jauh garis lemparan biasanya makin menantang. Kami meletakan dua kelereng masing-masing di dalam garis segitiga yang saling terhubung.

Hari, Jidon, Tama, Frans, dan bang Aris sudah memegang masing-masing satu Kelereng sebagai kelereng pemukul. Bang Aris melempar duluan, dengan kelereng besi bang Aris melemparkan dengan anggun seperti biasanya. Senyum licik selalu dia pasang untuk mengintimidasi kami yang menggunakan kelereng biasa. Lemparan bang Aris tepat mengenai tengah segitiga hingga 4 kelereng langsung terlempar keluar dan otomatis menjadi milik bang Aris. Kami berempat saling menatap. Gentar seperti biasa. Frans melempar kelerengnya dengan secermat mungkin. Di susul dengan Hari, Jidon dan Tama. Aro dan Nur melihat kami dengan cemas. Lemparan kami berempat tak ada yang bisa memukul kelereng dalam garis segitiga.

" Kalian akan kalah seperti biasa." Senyum bang Aris mengejek.

Selasa, 11 Desember 2018

Novel Frans Maki

Bab 6
Kelereng Besi 

Frans membawa tiga butir kelereng yang dibawanya dari rumah sisa pertandingan ponces (main gundu dengan beberapa orang dari 3 sampai 5 orang bahkan lebih) di sekolah. Soal kebiasaan dan cepat beradaptasi dengan kondisi, maka Frans dan teman-temannya tak kesulitan untuk berkumpul dalam satu titik dengan kecepatan rata-rata. Seperti siang ini selepas sekolah, setelah makan siang dan sholat zhuhur kami sudah berkumpul di bawah pohon Dukuh. Ada tanah lapang yang landai sedikit berlumut hingga memudahkan kelereng meluncur dengan kecepatan yang maksimal.

Kami duduk melingkar beralaskan sendal jepit, atau menggunakan daun kering pohon Dukuh yang banyak berjatuhan tak pamit. Jidon membawa sepasang Marmut Hitam yang masih jarang terlihat di pasaran anak-anak seusia kami. Hari membawa sepasang Burung Merpati lengkap dengan kandangnya. Biasanya selepas bermain gundu sepasang Burung Merpati itu akan dilepas. Nur dan Tama yang selalu berpakaian bersih membawa robot-robotan yang di belikan ayahnya di Jakarta. Sedangkan Frans dan Aro membawa Seekor Jangkrik jantan lengkap dengan kandangnya.

Minggu, 09 Desember 2018

Sabtu, 08 Desember 2018

Nyanyian Bintang

1. Mozaik Pertemuan
2. Mozaik Rencana
3. Perjalanan ke Angkasa
4. Sepatu
5. Makan malam pinggir jalan
6. Wartel Fathullah
7. Sang Penguasa
8. Helm Full Face
9. Rumah Sang Lurah
10. Lari Pagi
11. Belanja ke Kota
12. TPA Malam
13. Berburu
14. Tenda Darurat
15. Ronda Malam
16. Kerja Sosial
17. Cinta Tidak Buta
18. Lalu Lintas Perasaan
19. KBM yang konyol
20. Nyanyian Bintang
21. Bukan Dewa
22. Tumpul
23. Lomba
24. Bentrok Sinyal
25. Menuju Puncak
26. Napak Tilas
27. Sayonara

Novel Frans Maki

Bab 5
Kopi Anjing 
Lanjutan

Frans menoleh kebelakang sekali lagi untuk memastikan kalau benar sebuah suara telah memanggilnya dengan keras. Seorang teman lalu menyembul dari balik kerumunana pohon pisang. Senyumnya mengembang, Frans lega karena bukan hantu siang bolong yang ingin menyapanya.

" Rupanya kau Don, ku Kira hantu siang bolong" jidon merasa senang, karena sukses membuat Frans takut, bingung, dan culun.

" Kau takut ya." Cetus Don, sambil mengunyah buah Kopi Anjing yang seger.

Senin, 03 Desember 2018

ALDINO

Tregedi Pematang Sawah
Lanjutan
Aldino melihat Kanan dan Kiri sebagai prosedur manusia normal. Ada yang aneh dengan bulu kuduknya. Hujan sejenak berhenti dan berganti dengan lemparan batu yang mengarah kepada Frans.

"Hei!, Kau berhenti!". Sebuah suara tanpa wujud memanggil nama Frans.

" Jangan hancurkan pematang sawahku!, Teriakannya kembali membuat remang-remang bulu kuduknya."

Aldino terus saja berlari dan sampai di hutan tebu. Aneh. Anto sudah sampai duluan dan sedang duduk santai mengunyah daging tebu.

" To, Kita tinggalkan tempat ini. Ada yang aneh tadi di belakang."

" Duluan saja. Tak ada yang aneh."