Tampilkan postingan dengan label filosofi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label filosofi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 Desember 2024

API TEKAD SEORANG GURU

BABAK 3

Seorang guru tengah mendampingi kepulangan siswa. Kepalanya dipenuhi oleh hal-hal yang sifatnya pengamanan. Anak-anak yang didampingi setelah pulang sekolah, memiliki kebutuhan untuk bermain. Saat itu gerimis masih menyisakan rintik-rintik satu dua. Basah, lantai tempat bermain yang sudah didesain mirip wahana bersih dari kotoran kaki dan kucing yang sering merepotkan pekerja kebersihan, tetapi jika ikhlas akan jadi cahaya pada saat terbujur kaku di pembaringan.

Dari lantai atas seorang pemilik gedung tengah mengawasi situasi setelah hujan. Kedua matanya menangkap guru yang tengah mondar-mandir mendampingi anak-anak ditingkahi gelak tawa lepas, tanpa memikirkan apakah nanti merepotkan sang guru, ketika dirinya terlalu lama mainnya, atau orang tuanya sedikit berempati pada guru tersebut higga tak mau menunda-nunda untuk menjemput ananda tanpa mengisi kepalanya, dengan lauk pauk alasan.

Bukan bermaksud untuk merepotkan orang tua, tetapi setidaknya meminta jatah untuk menyadari bahwa kebutuhan guru selanjutnya adalah bentuk pendampingan lain, misalnya menyiapkan pekerjaan lain yang berkaitan dengan peserta didik, ya mereka (para mereka) sedang melakukan siklus pertarungan moral yang terus diacung-acungkan, agar etika yang mereka benamkan di alam bawah sadar anak-anak, tak cepat-cepat menguap begitu saja ketika langkah pertama di ruang tamu. 

Lalu pada malam hari menjelang tidur, guru berusaha mencuri waktunya sekadar helaian nafas untuk memikirkan apa yang akan dilakukan besok bersama kelasnya, jika beruntung kalian akan didoakan lewat sujud-sujud panjang-pendek sambil menahan nafas dan istighfar berulang kali atas kata-kata bernada entah, pada ujung helaian kalian akan didoakan segenap jiwa raga tanpa memerdulikan apakah kalian sudah memberikan kenyamanan atau tidak.  

Bagi seorang guru pengabdiannya adalah seberapa besar ia menggenapkan setiap titah jejak seorang guru. Kalau kecewa, itu tidak mungkin. Guru berangakat dari titah seorang "nabi" yang bergerak mengajak dan menunjukan, titah seorang guru bergerak pada lautan niat yang terus menerus diperbaharui tanpa lelah untuk lillah setiap detak jantung.  Jadi seorang guru berpikir ngeluh pun harusnya jauh-jauh, apalagi untuk terpuruk pada kekecewaan berlapis. Yang dipakai oleh guru adalah standarnya pencipta alam semesta, hingga debu-debu ketakpuasaan selalu ada yang menyingkirkan oleh niat bijak bestari pada nilai adiluhung yang terus dijaga oleh api tekad seorang guru. Sebuah prinsip yang tak boleh ditawar. 


Orang tua yang memanfaatkan kebajikan seorang guru yang rela menunda pekerjaan pribadinya, dan mengutamakan anaknya yang membutuhkan bantuan lebih saat kepulangan sekolah sudah melewati batas tunggu. Mestilah menjadi bijak mandiri, pada posisi yang sedang dibicarakan, jika guru yang menyingkarkan jauh-jauh perasaan keluh lelah dan menerima jenis pendampingan yang berjam-jam hingga ia sulit bergerak lantaran anak muridnya tak kunjung dijemput atau memaksanya pulang lewat tatapan orang tua yang sudah mengerti bagaimana "beban" kerja yang sudah mulai berjalan Argonya ketika pukul 07.00 tiba. Tanpa memandang jauh kedalam, bahwa waktu didik di sekolah sudah selesai, kini tiba giliran orang tua melanjutkan apa yang sedang dititahkan oleh sekolah pada orang rumah. Maka menjemput adalah kegiatan sakral, karena ada estafeta dialektikta moral, karakter, juga sebaris tauhid, tengah dilanjutkan pada ketika mereka keluar dari gerbang sekolah.

Meski guru tak perlu menyudutkan dirinya agar dihormati dengan pedang pora sekalipun, tetapi penghargaan setara bukan menjilat adalah jenis kehangatan lain yang tengah dibangun oleh dua pendidik besar antara guru dan orang tua. 'Spesies' guru adalah mahluk yang keberadaannya ada pada ananta, hingga posisinya jangan pernah menyulitkan peradaban yang sedang dibangun bersama-sama. Atau setidaknya tidak meruntuhkan secara mudah apa-apa yang sudah dbangun atas nama karakter dengan susah setengah hidup diperjuangkan.

Kalau engkau mampu memasuki medan pertempuran dengan biaya tinggi, karena prestise yang sedang kalian bangun di tempat baru, orang-orang baru, dan identitas baru. Maka lembutlah pada perang sebelumnya yang kau titipkan anak-anakmu dengan biaya yang mencicil hingga selesai masa perang dan engkau meninggalkan sejumlah tagihan yang menyulitkan pemangku kebijakan untuk menjalankan sistem keuangan dan kesejahteraan guru pada tiap lini masa tanpa pernah memotong sesenpun. Medan perang seperti ini perlulah kau renung-renung barang sejenak, ketika jelang tidur atau ketika masa rehat nikmat ditemani secangkir kopi ternama dan roti yang jarang dijual di warung-warung kopi umumnya. Agar nantinya namamu tetap harum meski jejakmu sulit untuk dijangkau, atau setidaknya engkau memberikan lokasi terkini, agar kami bisa bersikap.

Jika seorang guru yang dulu pernah diberi "beban" untuk mendampingi anak mendengar bahwa kau meninggalkan tagihan, tetapi ditempat lain kau bisa melunasi kontan pembayaran tanpa pernah sekali untuk berhutang, jika posisinya seperti itu, mohon kami diberikan pencerahan agar tidak timbul praduga-praduga heran bercampur takjub. Mungkin ratusan juta kau bisa sodorkan tanpa pernah ragu pada lembaga baru, sementara kami disini berjibaku untuk mengatur keuangan agar bisa melunasi gaji guru yang nggak boleh ditunda-tunda. Ini perkara pelik yang mestinya duduk bareng menghadapi hal ini, tetapi kau meninggalkan begitu saja tanpa pernah memberikan jeda atas hubungan yang pernah mesra-mesra dibangun. Kau memaksudkan apa, apakah karena kau tahu medan perang yang kau buat bisa kau lucuti peralatan alat perang tanpa pernah berperang, atau disana banyak malaikat tak bersayap yang selalu bertasbih jika mendengarmu memasukan anak-anakmu ke medan perang dibekali senjata canggih dan membayar lunas di muka, lalu tak perlu repot-repot untuk melakukan i'tikad baik.

Cekap semanten. Jika tak mencukupkan untuk memberikan pernyataan terakhir, marilah sejenak untuk mengisi ulang perlengkapan isi kepala, membenahi tutur cakap, membereskan nilai-nilai yang semakin berceceran, memberikan wadah luas agar adonan yang sudah ada tak begitu saja dibuang, lalu mengisinya dengan baru tetapi tetap bergizi nilai pandang hidup, meski para pendatang baru silih berganti dengan mata jernih jujur siap untuk dibikin adonan dengan minyak karakter, polesan gizi pijakan epistimologi, Etika, Logika, bisa juga metafisika. Yang lain bisa dicurahkan pada sesi lain.

Rabu, 04 Oktober 2023

API TEKAD SEORANG GURU

BABAK 2

"Guru itu perlu ditakuti atau disegani sih?

Jadi, saya mulai dengan kalimat seperti ini; "guru itu perlu ditakuti atau disegani", yang semestinya ditanyakan sedekat apa siswa memberikan respon kepada guru, ketika ada hal-hal di luar kesepakatan. Ketika kau puas dengan wajah-wajah siswa seperti tertimpa tekanan besar lewat sorot matanya yang tampak menguar bak telur.

Mata sapi yang meleleh. Ada baiknya kalian periksa lagi kebiasaan kalian ketika memberikan ilmu. Apakah kau memulai dengan perangkat ditubuhmu yang maha segala-galanya, lalu kau tumpahkan semua jenis pengetahuanmu sampai-sampai kau tidak lagi bisa membedakan jenis air muka pada peserta didikmu. Mungkin mereka tetap saja 'cerah' karena tak ingin dapat PR tambahan sebagai sarana 'penghukuman' yang menurutmu layak diterapkan. Atau situasi kelas mirip kuburan hingga mereka untuk menggerakan jari saja butuh keberanian luar biasa. Apalagi untuk minta izin untuk  kencing di kamar mandi, selalu kau curigai. Mestinya kau sedikit memberi ruang pada mereka, yang membutuhkan penjelasan atas sikap-sikapmu yang begitu menakutkan dengan cara yang bisa mereka pahami. Melalui apa saja, dialogkah, pertanyaan ringan seputar kehidupannya, habis lulus mau kemana, dan seterusnya. Tetapi catatan ini selalu didasari atas perjuangan yang membuat siswa didik memiliki ketegasan sikap tidak mudah goyah, apalagi pengikut setia klan tanpa pernah mengkritisi keberadaan dirinya. 

Setidaknya kau perlu mengubah struktur niatmu yang menggupal menutupi amiqdala berkerak dan berdaki. Lalu kau tumbuhkan daya nalar anak-anak dengan 'semaunya' sendiri. Meski kau berkutat-kutat pada buku paket, tetapi kau perlu menjentikkan jemari agar kau tak kaku menerima perubahan dan perkembangan anak yang tak bisa kau jejali dengan ilmu-ilmu langka yang peroleh bertapa bertahun-tahun di bawah meja diknas (itu tidak masalah, jika kau mau membuka diri).

Ada apa sebenarnya ini, hingga kau tak bisa meramu segala jenis pembaharuan yang ada di dalam kurikulum diknas, hingga kau begitu bangga membawa buku paket dan merasa sudah cukup dengannya. Lalu kau dikelas bertindak sebagai 'aparatur negara' yang punya kawasan tak terbatas. Jika apa yang kau sampaikan tak bisa diserap oleh kepala siswa dan kau berharap mereka bisa mengaktifkan secepat yang kau kira. Hingga kau tak pernah menyalahkan diri sendiri tentang apa-apa yang kau telah berikan selama ratusan jam di depan siswa dengan modal yang sama. Ini agak menggelikan, di luar sana banya orang yang pintar tetapi tidak menyandang predikat sebagai guru, guru semestisnya tetap belajar, meski mahaguru tersemat padanya puluhan tahun silam. 

Kau mungkin pernah 'membentaknya' berhari lewat gerakan yang kau sendiri tak menyadari. Mungkin mereka akan mengingatnya sepanjang mereka masih bernafas. Sejenak menoleh pada kanan kirimu apakah kau sudah menyebrangkan jalan bagi anak-anak sesuai dengan apa yang mereka butuhkan, bukan apa yang telah kau berikan. Ini Zaman dimana hal-hal yang kau anggap sudah cukup (ilmu dan turunannya) untuk peserta didik, sejatinya mereka baru mulai menyerap (warm up) lalu kau tiba-tiba berhenti di tengah jalan, tanpa kau merasa hilang beban.

Kalau kau merasa senang ditakuti oleh siswa, seluruh instruksi mereka jalankan tanpa pernah sedikitpun mereka berniat makar untuk protes, adakalanya kau mungkin perlu mengambil jeda sejenak. Lalu kau mungkis bisa 'mengutuki' diri sendiri secara keras jika kau peduli pada siswa-siswa, kemudian kau mulai menata arah agar mereka punya jarak yang fitrah. Kau tahu segala sesuatu hendaknya dimulai dengan ftrah, dorongan diri yang tak perlu kau koprek-koprek terus menerus sampai mereka bosan. Kau bisa memilih jalan lain, yang sekiranya dapat menumbuhkan apa yang mereka sudah lalukan selama bertahun-tahun di sekolah. 

Lalu tiba-tiba mereka keluar dari sekolah tak mengantongi apapun. Ketika di sekolah yang baru mereka mulai lagi dari awal. Jika modal di kantong mereka, memerlukan usaha untuk amati tiru modifiksi (kata mas-mas motivator) hingga mereka tidak tertegun-tegun terhadap apa yang mereka yakini begitu saja pudar di bangku kelas yang baru. Ini cukup memilukan, atau menyedihkan.

Jalan mereka saja sudah memutar, ada tahapan yang mereka lakukan. "Didiklah anakmu sesuai zamannya," begitu pepatah lama yang masih menjadi jargon dalam ilmu pengasuhan. Meski orang mulia yang memberi pepatah itu telah dipanggil lebih awal oleh Allah. Kau tentunya iri dengan hal ini. Ada wilayah jariyah yang terus mengalir sampai terompet itu dibunyikan dan manusia buru-buru bangkit dari dalam kuburnya.

"Apa perlu otot-otot yang kaku, wajah yang keras, sorot mata mengancam, lalu kau buru-buru mengaku sebagi guru yang telah memberikan kewajiban sebagai mana mestinya." Jawabannya, Bisa jadi. Tetapi apakah kau sudah memberikan hak-hak siswa tanpa pernah mencoba mengurangi barang seditikpun. Mereka perlu doa, didoakan dalam sujud-sujud panjangmu, agar mereka memiliki nafas panjang untuk terus memperharui (memperbaiki) apa yang kurang dan lemah. Bahkan mereka perlu memahami apa kekuatan mereka hingga bisa meningkatkan tanpa pernah kalian sadari. Meski wajah kalian masih menjadi momok yang terus diperbincangkan sampai kalian  wafat.

Kedekatan yang kalian bangun dengan siswa bukan pada tataran layaknya orang tua dulu. Bukan juga kedekatan yang kalau "sabda" sebagai seorang guru, isinya mereka harus setuju. Lalu untuk apa mereka "bersekolah, sekolah" sudahi penderitaan mereka jika kalian masih saja mengadopsi metode yang tak pernah kalian singgung untuk menerima perubahan, keterbukaan, kehangatan percakapan, dan hal-hal yang kalian anggap masih 'mistis'.Yang membuat kesulitan untuk meningkatan kemampuan dalam mendidik siswa-siswi di sekolah. 

Keakraban (sebagai warga kelas satu (guru) kepada warga kelas dua (murid)) itu jika kalian mau memikirkan apa yang saya tulis. Tidak perlulah (kelas satu lebih baik dari kelas dua, tetapi keduanya saling bersinergi dengan baik). Kalau kata mas-mas motivator kalian bisa berelaborasi dengan tekun dan ramah, terbuka, dan saling menjaga jarak. Sebagai guru atau sebagai murid. Keduanya memiliki batasan. Panggilah guru seperti layaknya seorang guru, bukan nama dan seterusnya, hingga ruang guru dan murid tetap terlihat harmoni. Setidaknya ini menjadi plihan melihat anak-anak kita mulai sulit untuk menatap diri sendiri dan mudah sekali tersulut. Meski ada jutaan lain yang tetap bisa memposisikan. Kita berharap. 

Selasa, 19 September 2023

API TEKAD SEORANG GUR

BABAK 1

"Puncak Prestasi Seorang Guru"

Guru yang 'tepat' atau setidaknya mendekati maksimal dan mengandung banyak kebaikan, banyak keberkahan, saya pikir bukan sekedar memberikan pemahaman yang mumpuni kepada para murid-muridnya. Tetapi bagaimana guru itu memberikan banyak-banyak inspirasi, atau setidaknya  menginspirasi. Bentuknya macam-macam. Jika guru itu memberikan semacam dogma lalu muridnya bisa menangkap wawasan baru, pengetahuan baru. Tidak sekedar memberikan dogma yang kaku, kalimat-kalimat yang terus saja menggurui, meski ia seorang guru. Saya pikir tidak ada orang satupun di dunia ini yang suka diberikan nasihat terus menerus tanpa pernah diberikan kesempatan untuk berbicara. Bahkan sekedar mengungkapkan apa yang menggelisahkan pikirannyapun kelu. 

Di depan kelas, 'dulu', seorang guru berdiri di depan kelas, muridnya diam tidak mau protes, bahkan untuk protes pada pikirannya sendiri. Karena menganggap guru itu maha, mungkin di belahan kelas yang lain ada begitu banyak murid yang mengacungkan tangan mengkonfirmasi sesuatu, menginterupsi sesuatu, sebelum guru itu selesai bicara. Tanggapi saja sejenak, lalu berikan pijakan. Jika tak mampu maka endapkanlah dulu hingga kau menemukan kelamahan sekaligus kekuatan yang bisa kau bangun dengan sempurna. Untuk membangun peradaban konon banyak-banyaklah mendengar. Itu salah duanya. Dan seterunya. 

Ada yang bilang guru itu harus dan bisa menggerakan semua elemen departeman.  Jika tidak semua, ya beberapa departemen saja sudah cukup untuk memajukan bangsa ini, itu kalau kalian setuju. Saya kembalikan kepada jalan pikiran kalian. Saya khawatir itu jadi semacam jargonism, bila kalian tempel besar-besar di atas spanduk lalu berhenti disana. Tanpa pernah berani mengkonfirmasi guru sebagai penggerak bangsa, jika ide yang kalian gulirkan selalu keruh dari hulu ke hilir, atau dari hilir ke hulu. Yang mau kalian gerakan itu apa, jika guru-guru masih cemas memikirkan masa depannya sendiri atas bangsanya sendiri, lalu mereka berubah menjadi buruh pabrik di kelas-kelas. Cepat-cepat pulang karena istri dan keluarga mereka menunggu beras untuk dimasak, itupun kalau kalian sejenak berpikir. 

Ketika Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak oleh bom atom, yang konon katanya uji coba pertama apakah bom itu bisa meledak atau tidak. Ternyata meledak, hingga seluruh awak pesawat hanya melongo menatap kepulan asap yang membumbung ke angkasa bak cendawan berjamur-jamur. Lalu sekonyong-konyong ada seorang fotografer yang mengabadikan peristiwa memilukan itu. Hingga bisa kalian lihat sampai sekarang, sebagai sebuah bencana atau krisis cara berpikir. Tetapi yang saya mau tekankan adalah; setelah bom meledak seorang prajurit datang menghadap ke kaisar Hirohita, lalu mengatakan; "Jepang sudah kalah." "Kumpulkan seluruh guru yang tersisa, lalu kita bisa bangun 20 tahun kedepan," itu kira-kira skema pembicaraan cerdas yang membuat seluruh jendral yang tersisa tampak kebingungan, tetapi hanya sesaat. Mereka langsung mengumpulkan seluruh guru yang tersisa konon sejumlah 45.000.

Artinya guru itu memang tidak perlu pujian apapun, tetapi sejahterakan mereka dengan cara-cara terhormat. Memang pahlawan yang berjasa, bukan tanpa tanda jasa. Hingga mereka bisa secerdas para pemikir bangsa. Mereka pun bisa menghilangkan kebiasaan buruk yang menempel seperti daki, hingga mereka berani jujur kalau para guru wajib belajar dan menjadi pembelajar sepanjang hayat. Hingga mereka tidak hanya cerdas secara intelektual, berkah secara ilmu, kuat secara fisik, tetapi juga menjadi garda terdepan dalam penjaga moral bangsa ini. Dan yang penting dari penting-penting lainnya, mereka tidak antipati terhadap 'mahluk' bernama kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Meski terseok-seok atau jalan memutar, jalan lempeng, mereka menatap damai AI.

Karena dari mereka (guru-guru) akan 'lahir' dari rahim mereka anak-anak yang dapat memilah dan memilih untuk ia sendiri dan masa depannya. Bukan untuk "mengencingi" guru mereka sendiri, sebab nihilnya moral yang mereka serap dari gurunya. Atau mereka punya jalan sendiri, karena pilihan dari mereka yang sulit untuk mereka bendung. Jika mereka berani "mengencingi" guru seperti mereka bakar moral yang guru celupkan pada ruh-ruh mereka sejak dini, lalu mereka dapat kekuatan jahat dari mana? apakah dari gurunya, lingkungannya, keluarganya, atau mereka sendiri yang menentukan arah pribadi.

Moral sebagai kekuatan epic menjadi senjata pamungkas setelah inspirasi. Derita-derita yang mereka rasakan sebagai guru, lebur menjadi gumam indah menjelang tidur, meski beras tingga 12 kunyah. Minyak tinggal sekali goreng, dan tempe tahu tinggal satu hari kadaluarsanya, dan mimpi tinggal satu malam. Lalu di ujung tidurnya mereka mimpi indah setelah mendoakan murid-muridnya, bahkan murid yang kalian katakan bandel. Tak lepas dari guru ini, guru yang siap meski Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak. Yang siap mau bukan karena mampu, tetapi tak ingin melihat ruang kosong yang bisa mengkerdilkan pikiran-pikiran cerdas yang sedang tumbuh-tumbuhnya. 

Mungkin saya akan tutup sementara gendu-gendu rasa ini dengan kalimat; "Ada yang lebih cerdas dari guru, ya banyak, banyak sekali, tetapi mereka mungkin tak bisa rebut keberkahan dari seorang guru, jika mereka tulus dan ikhlas," kata seorang penggembala kepada para kerbaunya jelang senja. Ia seorang guru SD honorer yang menggembalakan kerbau-kerbau milik Kepala Sekolah, dan ia selalu menolak undangan makan malam dari putrinya. Lalu putrinya bertanya setelah sekian lama undangannya selalu di tolak. "Aku tidak ingin terjebak oligarkhi" jawabnya. Ia pergi sambil menenteng jatah makam malam. Putri kepala sekolah itu menjeling kepada penggembal. Ia mendengus kesal dan pulang ke rumah. Sementara langit geap disusul silih berganti guruh bersahut-sahutan. Meski hujan tidak lekas turun menyiram bumi. 

Sabtu, 05 Maret 2022

Indonesia Hari-Hari ini

Hari-hari ini dimana seorang guru, "harus" meminta maaf pada muridnya karena ia terlambat membeli gas. Si murid mengakali bagaimana menjadi guru yang menjadi pesanan hatinya. Ini sangat lucu, kau tahu orang-orang "besar" lahir dari kesabaran menuntut ilmu. Ia memaknai semboyan murid yang menunggu guru. Bukan Guru yang terlambat sedikit laru muridnya kasak kusuk seperti kucing yang ketahuan mencuri lauk pauk kelurga pelit.

Hari-hari ini dimana candaan adalah slogan terbaik untuk membunuh karakter, maksudnya seorang pemimpin bisa menjadi monster karena candaannya lebih kuat dari kepemimpinannya sendiri. Mulutnya lebih kejam dari pada sepakterjang kebijakannya. Jika kebijakannya terasa lemah maka ia akan memborbardir dengan candaan yang sama sekali tak lucu.

Maka ia menjadi slogan yang tak pernah menjadi kekuatan mental, yang bisa melumpuhkan lawan tanpa perlu peperangan. Peperangan hanya akan mengakibatkan kerugian dan dendam yang tak berkesudahan.

Hari-hari ini kebenaran hanya muncul dari segelintir orang yang menamakan diri egosentris yang berlebihan, bahwa diam adalah kekalahan yang mutlah, padahal ia senjata yang mematikan dan solusi yang kadang tak perlu tenaga ekstra untuk memulainya, setelahnya semuanya berkesudahan.

Adalah hari-hari ini, di mana kekuatan kadang tak pernah dianggap pada lingkungan yang menelanjangi seluruh kekuatannya, bahwa dengannya orang merasa bisa mengukur kekuatan sang teman, padahal ia hanya bersikap sebagai hakim yang tak ingin menyakiti siapapun dengan kata-katanya. Ia lebih memilih dengan senyuman yang memikat, berharap sang pembuli berhenti untuk mengejeknya terus menerus, akibat ia tak ikut arus langkah-langkah kebanyakan. Ia memilih untuk memenuhi kebutuhan dari menyesuaikan diri selalu pada keinginan. Mereka adalah orang-orang yang terus berlari dan beralih dari kesenangan satu pada kesenangan yang lain.

Hari-hari ini adalah dimana kepekaan menjadi barang yang hampir tak tersentuh, apalagi sekedar menempel di kepala dan menjadi tindakan yang membuat tawa sebagian orang, lalu mereka mendoakan sang pemberi bahagia pada jalan yang benar-benar gembira.

Dan seterusnya.

Kamis, 18 Juli 2019

Lima

Lima, kekurangan yang ditimbulkan oleh ketidakadilan seseorang adalah cara terbaik untuk memulai kemandirian.

Lima, kita tidak bisa untuk membungkam perkataan orang, tentang perilaku kita.

Lima, lima kejadian,sebelum datangnya lima kejadian.

Lima, yang menjadi persoalan bukan berat atau ringan, tetapi seringkali meremehkan untung rugi.

Lima, kesiapan seseorang untuk menghadapi masa depan seringkali membuat kecenderungan untuk khawatir saat ini.

Rabu, 17 Juli 2019

Empat

Empat, tantangan yang paling berat menatap pasangan kita adalah bertemunya dua karakter yang saling berlawanan.

Empat, persaingan yang terlalu ketat seringkali melunturkan keakraban kian parah.

Empat, hitam tak selamanya adalah gelap, karena putih kadang menjadi lawan yang ekstrim, lalu gelap karena uang yang tak kekal.

Empat, perjalanan akan mengakibatkan kelesuan jika terlalu lama memikirkan kekurang pada tiap langkah.

Empat, kelakuan para hewan yang polos seringkali membuat geli dan perangainya berubah jadi galak tapi menyenangkan.

Tiga

Tiga, caranya menyapa dengan senyum dan salam, adalah permulaan yang baik.

Tiga, koper yang terbuka seringkali terlena untuk memasukkan semua barang-barang sepuasnya.

Tiga, monyet yang kelaparan seringkali lebih arogan dan bersiap untuk menancapkan permusuhan di awal pertemuan.

Tiga, persiapan matang saja seringkali mengakibatakan kekecewaan, karena meremehkan lawan.

Dua

Dua, yang terlewat adalah masa lalu menutup diri dari keterbukaan yang sering meninabobokan.

Dua, percepatan seringkali menidurkan kepala kita dari kelambanan memaknai setiap kejadian.

Dua, roda yang lepas kemudian memercikan bunga api yang membuat jalanan malam menjadi terang.

Dua, ikatan yang lepas seringkali malas untuk meng eratkan kembali, padahal hanya untuk sesaat saja.

Dua, perbedaan yang muncul kerap menjauhkan dari keintiman persahaban yang mengakar.

Jumat, 28 Juni 2019

Biarlah

Biarlah ketidaknyamanan menghampiri kita
Meski itu sulit untuk dilakukan
Agar hati kalian siap ketika lapang
Kadang hal yang menyakitkan itu perlu menjebak kita
Hidup itu mau tak mau harus berjalan
Hingga kalian menyaksikan sepenuh mulut kalian tentang menjaga lisan
Masyarakat lisan telah memperkosa banyak ketenangan
Karena tak sigap mengulum lidah
Lidah dibiarkan berbusa

Tertawa sepenuh kerongkongan
Makan sepenuh mulut
Tidur sepenuh matahari
Berjalan sekehendak hati
Memandang sepenuh kolam
Menangis semenjak buaian

Biarlah...
Mereka...
Mencari hiburan dengan enteng
Tak peka menjaga...
Tak ingat rasa...
Sakit yang terperi
Sakit tak berdara-darah

Biarlah...
Kita terpojok dalam keluguan
Kepolosan seorang ayah
Karena jernihnya pandangan
Aneh...
Hati ini tak tergores
Hati ini tak terluka
Atau terlalu luas samudra kesabaran
Samudra ketenangan
Samudra kenaifan

Biarlah...
Waktu seperti ikatan
Ikatan yang akan menguatkan
Biarlah...
Waktu seperti janji
Janji membayar hutang
Nanti kalian akan merasakan
Begitu mudah waktu membalasnya
Membalas sampai tuntas

Kemana Kalian Pergi

Seperti membungkus malam yang tak mungkin terhindar dari pengurangan jam yang makin menipis dari menit-menit

Sejarah mencatat tentang orang-orang yang lahir dari raja kemudian mati ditenggelamkan waktu.

Menerabas percobaan yang tengah melang-lang buana mengikuti arus waktu yang semakin tipis dimakan zaman.

Peperangan yang terus menerus dilakukan oleh waktu yang semakin sempit. Tak sempat negosiasi dengan pelajaran yang sering bolos.

Logika Terbalik

Dunia dan seisinya butuh pengakuan atas nama logika, tetapi tak semua orang menggunakan logika terbalik sebagai suatu penjelasan.

Logika terbalik melatih kepekaan di luar kelaziman, dan mencoba menguak rahasia tersembunyi dari semua peristiwa

Logika terbalik membiasakan diri untuk selalu mencari hikmah tersembunyi di balik segala hal. (Tarbawi)

Kamis, 27 Juni 2019

Arah

Yang perasaan jadi menentu
Yang tak tentu jadi menantu
Yang lemah jadi kuat
Yang sedih melangkah senang

Yang sama belum tentu sama
Yang berbeda belum tentu beda
Yang tinggi belum tentu tinggi
Yang pendek belum tentu pendek

Yang rapuh belum tentu lemah
Yang kuat belum tentu kuat
Yang ingin belum tentu mau
Yang jadi belum tentu ya

Arah yang membuat galau
Arah yang membuat berubah
Arah yang memadukan kuat dan lemah
Arah yang membuat kesedihan jadi senyum

Arah menjadi berbeda, tinggi, pendek, rapuh, kuat, ingin, jadi, adalah karena arah

Ku harap hidupku tak salah arah
Tapi jadi serba terarah
Jadi penuhilah arah
Agar arah sesuai tujuan

Asma Allah

Perjalanan hidup manusia selalu menjadi orang yang selalu menyebut asma allah swt.

Orang menganggap bahwa perpisahan adalah hal yang menyakitkan, tetapi untuk orang yang hatinya di liputi kesedihan adalah kenikmatan sempurna bila ikatan tak terlalu kuat untuk dipertahankan.

Asma allah kerap kali disebut ketika perlakuan manusia begitu menyakitkan, harusnya perbaikan tetap menyebut nama allah ketika kelelahan, kelesuan, dan kebodohan masa lalu yang kukuh tetap dipertahankan. Ada orang yang menjerit menyebut asma allah ketika badai menghantam kehidupannya. Keadilan tetap menyebut asma allah di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan seaman-amannya.

Kita adalah mahluk yang selalu butuh allah. Apapun itu, jikalau tidak butuh, keadilan allah tetap berlaku.

Allah tetap ada, karena maha kekal, tak pernah tidur dan tak pernah lupa

Jumat, 14 Juni 2019

Back To Allah SWT

Kesuksesan adalah bukan sebuah mimpi tanpa aksi. Ia adalah kumpulan dari sebuah tekad membara. Usaha terus menerus tanpa kenal lelah. Doa yang tak pernah padam. Azzam yang kuat, dan cita-cita yang mulia.

Orang yang sukses adalah orang-orang yang bisa menghadirkan cara-cara hidup  berkualitas. Ketaatan kepada allah dengan sebenar-benarnya, tanpa ada kemunafikan, kefasikan, dan kemaksiatan.

Tujuan karena allah, segala sesuatu yang ia lakukan hanya untuk mempersembahkan yang terbaik bagi allah dan rasulNya.

Ia tak mau mengecewakanNya, menghianatiNya, dan mendurhakaiNya.

Dalam benaknya hanya allah yang tersimpan dan disebut. Ia selalu memperbaiki, memperbaharui, dan menjaga hubungan dengan allah serta manusia

Sekalipun dunia mengecewakannya, ia tak peduli. Asal ia tak mengecewakan Tuhannya. Ia menjadi sesuatu apapun juga karena allah, tak mau ia membuatNya malu, dan berpaling darinya. Inilah kesuksesan yang ia pahami.

Satu Mei 2009, 11:09:54

Rabu, 01 Mei 2019

Nasihat Ibu

Merah adalah tanda berani
Begitu bijak bestari penduduk negeri
Perasaan ngeri
Dijemput paksa mulut terkunci


Seorang ibu tampak marah
Melihat anaknya pongah
Tanpa arah
Wajahnya merah


Anak diam mengekor
Terpekur dalam di dekar dasbor
Lalu lalang mobil
Jiwanya tak stabil


Ibu berteriak
Suaranya serak
Kau tahu, ibu melahirkan kamu
Ya aku tahu
Kamu masih merah


Sekarang kamu buat ibu marah
Hati ibu mendidih
Sekarang kau sumringah
kau tampak seperti bromocorah


Ibu doakan kelak kau jadi lurah
Agar kau mengerti hidup orang yang susah
Orang-orang yang berkeluh kesah
Tentang sembako yang berubah


Muhasabah nak...
Agar tak menyesal kelak...
Ibu sayang kamu nak...
Nasihat ibu kepada anak

Minggu, 28 April 2019

Jatuh dan bangkit lagi

Terperosok. Kata yang mungkin tepat untuk memulai pembicaraan ini. Kata bijak ramai digaungkan oleh para ahli bijak negeri ini. Kalau kalian jatuh sekali, bangkitnya harus berulang kali.Karena kita tidak tahu kaki mana yang masih kuat untuk keluar dari lobang kesalahan.

Menara yang tinggi, kokoh dan gagah adalah hasil riset berulang-ulang hingga bisa kalian nikmati sambil terkagum-kagum. Mungkin para pembuatnya tak henti untuk terus bangkit dari kesalahan dan kelelahan membangun tiap jengkal embrio menara.

Lautan kesalahan yang kita lakukan, selalu ada celah untuk bangkit dan berenang meninggalkan buih-buih ketakutan untuk beralih menuju perbaikan.

Rasa

Rasa pergi dengan hati yang nelangsa. Akal sehatnya yang selama ini mampu mengembalikan kebodohannya tiba-tiba redup di hadapan paras wajah yang menawan. Kepribadiannya kabur manakala mata hatinya tertutupi oleh sesuatu yang menipu. Paras menawan bukan satu-satunya keindahan yang abadi.

Akhlak adalah simbol peradaban. Ia mampu merekatkan perasaan yang telah lama hilang. Yaitu rasa cinta kepada sang khalik. Nuraninya tak mau merasakan tanah, air, api, dan udara menolaknya dengan penolakan yang mengerikan. Rasa mampu membaca situasi mengerikan itu.

Semua manusia memiliki rasa. Pengalaman hidupnya lah yang mampu mewarnai rasa. Ada yang kalah karena membabi buta memberikan rasa dengan gratis kepada duniawi tanpa memikirkan setelah kematian.

Rasa itu mampu menahan kepada yang bukan haknya. Meski kesempatan itu ada, tetapi ia tekan rasa hingga muncul rasa Ihsan yang telah lama digelutinya.

Memaafkan

Si buta terus mengejek bahkan dengan ejekan yang paling menyakitkan. Tapi Nabi Muhammad Saw tetap menghadirkan kelembutan di hadapannya. Tutur katanya sopan dan perangainya baik. Tetapi si buta tetap saja menghinanya.
Lalu di ujung waktu. Si buta sakit dan tak hadir di pasar. Sang Nabi yang selalu menyuapinya di saat beliau hadir menjadi heran, kemana si pemakai itu.
Kabarnya sakit. Lalu Nabi menjenguknya. Nabi sudah memaafkan pada pertama kali orang itu menghinanya. Karena kelembutan mampu mengalahkan sisi egoisnya.
Bahkan si buta sampai menangis tersedu-sedu mendengar orang yang telah di hinanya adalah orang yang kerap kali berbuat baik kepadanya. Satu hal yang cukup sulit untuk dilakukan.

Nurani

Nurani mampu membisikan kebenaran, meski si empu telah berlumuran dosa.
Ia selalu hadir untuk memberikan jalan yang terbaik dalam kehidupan manusia.
Ia mampu menggapai apa yang tidak bisa di raih oleh kemampuan fisik sekalipun.
Nurani mampu meleburkan kekacauan hingga menjadi satu pijakan kuat kebenaran.

Bahkan orang yang redup nuraninya mampu menghadirkan nurani di ujung kematiannya, meski terlambat. Seperti yang di alami oleh Firaun.
Yang beruntung adalah mampu memunculkan nurani di saat fisik prima meski kejahatan memenuhi persendiannya. Karena pintu tobat terbuka lebar, selebar-lebarnya.
Nurani bukan Nuraini adalah titik suci di atas ke sucian. Hingga mampu menerangi yang gelap, melembutkan yang bebal, meluruskan yang bengkok, hingga tercipta satu prinsip kuat.

Sabtu, 27 April 2019

Lembut

Perangai yang diperoleh dari pengalaman hidup bertahun-tahun. Lembut dan keras adalah dua sisi yang tak bisa dipisahkan satu sama lain.
Abu bakar Ra adalah mahluk paling lembut di permukaan bumi. Tetapi bisa menjadi sangat keras bila kemungkaran ada di depan matanya.
Umar bin Khattab bisa menjadi sangat lembut bila kebenaran menyentuh sisi hati yang paling dalam. Padahal dia adalah orang yang paling keras dan tegas.
Jadi lembut adalah satu sikap, dan keras adalah pelengkap untuk sisi yang lembut.