Tampilkan postingan dengan label Parenting. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Parenting. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 September 2023

Bonding

Chapter 4

Melihat Anak-Anak Dari Sudut Pandang Orang Dewasa

"Bahagian dulu dong ayah," ucap sang anak pada ayah yang memunculkan satu ide. Boleh tidak untuk pergi merantau ke luar negeri. Agar gaji ayahnya bisa mencapai sekian puluh juta. sang anak bisa melontarkan kalimat seperti itu, kapan saja, dimana saja, dan dalam kondisi apapun juga. Ia memang nurani jujur sehingga bisa merontokkan tembok mental seorang lelaki dewasa.

Sang ayah rupanya bisa memperoleh kalimat seperti dari hasil diskusi yang setara. Kalimat sederhana dengan intonasi yang rendah, tanpa motiv apapun. Seperti yang lalu-lalu, sang ayah biasanya menggunakan kalimat bernada tinggi dengan bahasa tubuh seorang coboi. Yang bisa mematahkan kalimat apapun yang disampaikan oleh mulut mungil tanpa bau. Kalian orang dewasa yang kadang bau mulutnya saja sudah busuk, lalu kata-kata yang keluar dari mulutmu lebih busuk dari apapun.

Rupanya yang seperti itu bisa jadi terjadi di rumah-rumah kalian yang bertabur marmer sabagai lantai, dan dinding bertabur foto-foto hasil prestasi kalian yang mentereng dari berbagai pelatihan, seminar, pembicara, atau sekedar peserta pelatihan.

Rabu, 13 September 2023

Bonding

Chapter 3

Apakah kita pembuli anak sendiri?

"Kamu masih butuh bantuan ayah," kata si ayah pada satu malam menjelang tidur. Mendapati putrnya yang sering main HP tak bisa dikontrol. Entah itu lewat peringatan atau teguran. Sang ayah akhirnya memakai cara intimidasi, sang ayah berharap apa yang dilakukannya benar. Setidaknya untuk waktu yang dekat. Kalau ada kebenaran dengan pola asuh yang benar tanpa pembully, niscaya ia akan ikuti. Meski dengan rasa yang campur aduk. Antara malu dan butuh. Melihat putranya sendiri makin hari makin bisa melihat situasi. Ia akan mencibir dengan memajukan kedua bibir. Ayah pun terpancing.

"Kau pernah akan digampar oleh seorang tukang, gara-gara bibirmu yang dimonyong-monyongkan tak jelas," ungkap si Ayah. Berharap putranya akan memahami apa yang ia ucapkan. Sebenarnya ia sendiri sudah mengetahui caranya itu salah, tetapi dikepalanya seperti ada iblis yang terus menganggu dan memuntahkan apa yang menjadi gerundelan ketika kata-katanya tak mempan lagi untuk menundukkan putra laki-lakinya. Mungkin ia perlu memanggil dirinya sendiri lebih dalam, agar ia lebih kalem dan percaya akan magic word. Sapaan yang lembut dan teguran yang tidak menurunkan harkat martabat seorang laki-laki, kerap ia lupakan. Laki-laki butuh penghargaan bukan cibiran dan perlakuan seperti bayi yang tidak tahu apa-apa.

Si anak tak menjawab. Tetapi bibirnya komat-kamit memaki sang ayah dengan suara yang tertahan di mulut dan tenggorokan. Si ayah mengetahuinya. Dan ia tak bisa berbuat apa-apa. Kecuali memuntahkan lagi apa-apa yang ada di kepalanya. Sungguh sebuah kepengecutan yang tiada tara. Tetapi ia terpasung dalam dunia sunyi, suram, gelap, ia belum bisa memahami apa yang ada benak putranya.

"Kalau kau tak nyaman dengan ayah. Kau bisa cari ayah yang lain," Si ayah menyerang lagi dengan brutal. Magic World tenggelam lagi dalam luapan emosi yang meledak. Ia makin gelisah. Ia menambahkan nama-nama temannya untuk dijadikan sebagai ayah pengganti. Itu tidak elegan, caranya menegur dengan membungkam seluruh logika putranya. Ayah berharap seorang psikolog, entah terkenal entah tidak. Bisa mmebaca tulisan ini, lalu merespon dengan tulus. Mungkin mereka akan menulis tentang kekolotan seorang ayah yang mendidik anaknya dengan rasa dendam terhadap masa lalunya. Masa lalu sang ayah yang suram, sekiranya tak perlu diwariskan pada anaknya. Berhentilah. Kata seorang psikolog suatu saat nanti. Ayah berharap dapat pelukan atau apapun dari psikolog, bahwa yang kamu lakukan itu bisa benar-tetapi caranya sungguh keterlaluan. Lalu mereka mengajak sang ayah pergi ke kedai kopi untuk sekedar menyesap pahitnya bubuk kopi.

Ayah pun tak sanggup lagi menatapmu. Yang terus berkomat-kamit memaki sang ayah. Ayah pindah ke ruang tamu. Dengan cara bergeser saja. Bukan berjalan, hanya bergeser. Kalian tahu maksudku. Baiklah. Lalu rebahan. Menatap dinding rumah yang mulai retak, padahal cicilan belum genap satu tahun. Mereka para tukang yang begitu hemat, hingga tega mengurangi takaran semen dan seterusnya.

Selanjutnya, ayah tak tahu bagaimana menatapmu ketika malam menjelang tidur. Pungguh ayah terasa nyeri. Syukurlah tangan mungil istri mampu membuat ayah nyaman. Balsem dioleskan ke seluruh punggung. Sambil sesekali tanya jawab.

"Mungkin ayah perlu merantau, agar putra kita siapa tahu bisa lebih dewasa?" tanya sang ayah pada sang istri yang tengah memijatnya.

"Nggak usah yah, itu tambah runyam. Putra kita mungkin akan lebih penurut. Itu karena dia takut sama bunda. Jiwanya lelakinya akan redup. Itu sangat berbahaya. Janganlah merantau, tetaplah bersama mereka. Sampai mereka besar dan bisa melangkah tanpa perlu penerang.

Selanjutnya yang ayah rasakan hanya gelap beserta lalu lintas mimpi yang silih berganti. Ingin ayah catat mimpi-mimpi itu. Setelah bangun. Ayah disibukkan dengan roti bakar, mandi, dan membangunkanmu. Karena bagimu pukul 06.45 sudah terlambat. Dan tak layak untuk masuk kelas.

Ketika bertemu di ruang dapur. "Ayah minta maaf, ayah harus berkata lebih dewasa. Semuanya agar kamu bisa lebih dewasa." Kata ayah. Si anak mengangguk. Mungkin kalimat barusan akan ditertawakan oleh para psikolog, entah. Hanya saja, ayah perlu minta maaf. Ayah masih bodoh dan goblok, untuk urusan-urusan parenting.

Selasa, 12 September 2023

Bonding

Chapter 2


"Maafkan anak saya, saya juga kadang kena omelannya." begitu kata sang Ayah meminta maaf kepada tukang yang kebetulan dapat sikap tidak mengenakkan dari putranya.

Selepas itu anaknya menangis meminta pembelaan. Bahwa ia sering tersenyum sendiri, tak jelas. Sering parkir motor di depan rumahnya. Dan bla-bla-bla. Semua itu membuat putra tak nyaman. Ia memberontak dengan caranya sendiri. Bahwa Etika pada seorang tukang di rumah tetangga perlu di perbaiki. Bagaimana caranya, harus diperbaiki.

Ia menangis di depan rumah di bawah lirikan tukang yang membuatnya ayahnya punya satu misi. Yaitu membuat anaknya tetap kokoh sebagai lelaki. Sebagai ayah tak mungkin membuat kejadian itu memorosotkan mentalnya hingga menjadi rapuh bak kerupuk.

Ada beberapa perilaku yang membuat putrnya. Bahwa ia anak kecil yang tidak bisa menutupi kekesalan pada orang lain, terhadap Etika yang diterapkan oleh ayahnya di rumah. Maka ketika ada orang dewasa yang dengan sengaja merubah aturan di kepalanya, ia pun berontak dengan caranya sendiri. Tetapi orang dewasa di sekitar yang tidak siap dengan anak (jenius) akan menganggapnya sebagai pengganggu. Mereka meminta para orang tua untuk mendidik anaknya lebih keras lagi, agar sikap-sikapnya dapat diterima pada orang dewasa umumnya.

Itu cukup menggelikan. Tetapi berbicara pada orang yang dikepalanya dipenuhi semak belukar, tanpa pernah dikoret oleh sabit, yah seperti gonggongan aning pada bangkai buruan.

"Kalau nggak saya gampar anakmu itu," kata si Tukang, dengan perubahan redaksi yang terdengar agak keterlaluan.

Ayah sepertinya belum siap menerima teguran itu. Tetapi ayah tak mau kau tumbuh sebagai lelaki pengecut yang tak mau tahu soal peristiwa dan tak mau belajar dari kesalahan. Jika terdapat kekeliuran yang orang lain membetulnya dengan cara yang kurang tepat menurutmu, itu masih jauh lebih baik. Dari pada mereka memujimu atau tak enak pada ayahmu, sama saja mereka sedang menjerumuskanmu dalam lembah kesombongan. Merendahkan orang lain dan menolak kebenaran termasuk kesomobongan yang membuat tubuh firaun ditenggelamkan laut ganas. Ayah tak mau kau tumbuh dengan modal seperti itu.

Meski ayah masih pengecut, belum becus menjadi ayah, masih galak pemarah. Setidaknya ada sisipan nilai yang pernah Ayah ajarkan pada saat-saat ayah mungkin sudah lupa. Kau mungkin tak lupa.

Lepas dari itu. Kau tahu, orang-orang seperti itu membuatmu celaka dan memutus semua yang cita-citakan bersama bundamu. Dan ayah tak mau mereka mencelakaimu dengan cara-cara yang ayah sendiri tak tahu kapan mereka mencelakakan. Kau tahu, mereka bisa melakukan apapun tanpa perlu motif, seperti para pembunuh yang menghilangkan nyawa tanpa perlu kompromi dengan nurani. Kalau mau bunuh, bunuh saja, tak perlu aturan ini aturan itu. Sementara ayah sering meninggalkan rumah dari pagi hingga petang baru kembali. Ditambah kau juga ikut ayah bekerja, sementara siapa yang menjaga Bunda dan adik-adikmua. Ayah perlu seratus langkah agar kau, bunda, dan adik-adikmu.

Untuk sementara sikap ayah seperti ini.

Minggu, 14 Mei 2023

Fase Anak

"Pindah sekolah belum tentu bisa menyelesaikan masalah,"Ucap sang ayah menenangkan.

"Nggak!, pokoknya pindah, kenapa nggak ia naik kelas empat saja." Pekik sang anak.

"Kalau kamu nggak nyaman bicara saja."

"Nggak, ia penginya ngajak ribut terus, malas banget yah,"

Perdebatan itu membuktikan bahwa dunia anak tak sebanding dengan apa-apa yang bisa kalian tebak secara mudah. Mereka cenderung menghadapi persoalan dengan bekal dari rumah. Bila ia dibesarkan dengan cercaan fisik maka ia sedang mengembangkan diri dengan bahasa tubuh yang berisi intimidasi. Terutama pada anak-anak yang bisa ia kendalikan dengan remote controlnya. Ia memegang kendali penuh atas apa-apa yang berlalu di bawah usianya. Ia sendiri belum bisa membawa diri dalam peraasaan-perasaan tabu yang seyogyanya dimiliki. Seperti kasih sayang atau semacamnya.

Ia sendiri menangis sesenggukan: "Kamu senang, jika teman-teman menyayangimu" ucap salah seorang dewasa. Anak yang sering di labeli sebagai pembully di sekolahnya, seperti vampire yang mencoba menantang pikuk. Ia sibuk menggigiti jarinya (mungkin untuk menangkan kekalutannya). Rupanya ia punya mimpi-mimpi buruk yang tak bisa ia halangi. Ia mungkin bisa menghindari, tetapi dengan cara apa. Ia masih teramat kecil untuk memikul tanggug jawab besar, seperti anak-anak pada umumnya.

Ia mungkin ingin bercanda sewajarnya, tapi ia tak mengetahui atau belum mengetahui bagaimana memulai sebuah pembicaraan. Ia mungkin kebingungan sendiri mengenai tata letak pertemanan dan bagaimana membuka sebuah pembicaraan. Ia mungkin baru satu cara yaitu yaitu kontak fisik dengan tipe yang sama dengannya. Masalahnya pesannya tak terbaca dengan baik. Ia sendiri mungkin masih bingung cara berekspresi, karena dirumahnya ekspresi adalah aib yang mesti dijauhi, seperti koreng.

Ini menyedihkan tetapi ada hal yang bisa kalian nikmati sebagai para ayah. Kalian bisa menikmati dari sudut pandang yang lain. Meski kadang jangkauan itu terlalu jauh, hingga sulit untuk mengenali jenis pendekatan apa yang sedang mereka pakai. Mereka seolah punya komunikasi yang enggan diketahui oleh orang dewasa. Bahkan diantara mereka yang menjadi korban bully seringkali sulit untuk berkomunikasi dengan selayaknya, tak coba untuk menyelaraskan apa yang ada dalam kepala lalu diverbalkan secara berurutan. Setidaknya seperti harapan orang dewasa di sekitar, tetapi masih jauh dari kenyataan. Ia mesti diajak dialog dari hati-hati (kata agamawan) agar semua unek-unek tentang ketidaknyamanan dengan teman sebangku menjadi cair dan hangat.

Beri ruang pada mereka agar apa-apa yang luput bisa kalian dekati secara wajar. Bukan 'nasib' sang pembully yang sering kalian 'kutuki' sebagai anak antisosial dan yang dekat dengannya. Jangan lupa mereka masih anak-anak yang perlu pendampingan yang eduparenting. Dari sana mereka merasa mencintai dan tidak mencoba membunuh kehangatan dengan membully sebagai bentuk pelampiasan. Percayalah bahwa tidak ada anak yang ingin membully, mereka mungkin masih mencari bagaimana sebaiknya berkomunikasi. Soal nanti, ia bilang anak nakal, nggak bisa diatur, dan bla-bla-bla. Itu urusan nanti, yang penting keberadaannya mampu mengundang 'perhatian' orang dewasa. Apakah itu benar? atau ini bahasan lain.

Yang dikuatkan lagi-lagi adalah objeknya (korban). Agar ia bisa berbicara pada subjek (pembully) bahwa apa yang dilakukan tidak memberikan rasa aman, mungkin saja berbahaya. Soal diterima atau tidak, itu urusan waktu. Biarlah waktu yang mendewasakannya, setidaknya itu, jika kalian belum/tidak menyepakati. Ketika dipikir-pikir, keduanya harus dikuatkan. Bahwa keyakinan untuk memulai yang baik adalah sebuah keniscayaan. Keduanya yang masih anak-anak, yang menakjubkan dan perjalanan masa depan masih jauh. Pendampingan yang tepat adalah salah satu keniscayaan. Bagi mereka yang jadi pembully dan korban bully.

Fase adalah lumbung mental yang mereka mesti lewati. Jika Fase itu terlewati, mereka bisa menjadi sahabat yang baik. Karena mereka mudah untuk berkomunikasi setelah sekian lama tersendat. Satu lebih hati-hati, sementara yang lain terlalu agresif tanpa pernah bisa mengerem tindakannya.

Bisa jadi mereka mengambil katering kelas bersama sambil ngobrol ringan, setelah mereka beradu argumen masing-masing. Setelah beberapa puluh menit yang lalu mengambil peran sebagai pembully dan korban, tanpa pernah mereka maui. Orang dewasa memberikan arah agar mereka jalan tanpa gelap, dan tetap memperhatikan eduparenting yang seluas-luasnya. Mestiah kalian sering-sering membersihkan kacamata agar pandangan kalian tetap jernih dan tan menebak-nebak arah mata angin.

Fase memang penting dalam kehidupan si anak. Ia bisa memberikan dampak yang baik atau buruk. Baik, jika ananda bisa menerimanya sebagai peralihan dari sebuah kanak-kanak. Artinya ia akan cepat lupa terhadap apa yang diterima dan dirasakan. Dan kemudian si anak bisa menjadi lebih mawas diri, tumbuh regulasi emosi, atau lebih kuat mental. Buruk, jika ia trauma dengan apa yang diterima atau dirasakan. Dampaknya si anak akan 'melampiaskan' rasa tertekan pada orang-orang terdekat. Yang lain misalnya, si anak tak mudah menerima kawan baru. Bahkan cenderung melakukan perlawananan terhadap lingkungan yang ada (keluarga). Kira-kira begitu sobat parenting.

Kamis, 13 April 2023

Bonding


Chapter 1

"Kalau tidak bisa ikuti aturan rumah, silakan cari rumah lain!" teriak ayah. 

Ananda lalu berhenti menangis. Sementara ayah berpindah ke ruang tamu. Mengatur nafasnya yang memburu.

Tiga menit yang lalu sebelum ayah memarahi anandanya. Bunda dan ananda terlibat perselisihan. Adu argumen. Ananda marah karena HPnya tidak dicharger. Lalu pada detik-detik berikutnya. Ananandanya memaki ibunya. 

"Bacot lu, dasar Anjing!" pungkas ananda. Sambil memonyongkan kedua bibirnya. 

Ayahnya mlipir menuju ruang tamu. Ia seperti membutuhkan ruang untuk bernegosiasi dengan batang otaknya. Atau setidaknya ia bisa bermonolog mencari seribu satu alasan agar ia mendahulukan nafsunya dari pada ada pikiran yang dingin lagi jernih.  

TV dimatikan, maksudnya dimatikan dalam pengertian orang indonesia. Seperti kata "tolong NYALAKAN air ya, atau MASAK air ya, dan seterusnya. Ini tentunya membutuhkan tempat tersendiri untuk menjelaskan hal tersebut. Setelah TV dimatikan, sang ayah mendengar bunyi kemas mengemas. Sesuatu dimasukan ke dalam tas, ananda mengambil handuk di luar, lalu kemudian berkemas lagi. 

Lima menit kemudian ananda keluar dari rumah sambil menggendong tas di punggungnya. Ia berjalan tanpa menghiraukan panggilan ayahnya yang kaget. Tak menyangka ananda sudah memiliki kemampuan untuk memutuskan sesuatu. Meski keputusan barusan mempunyai resiko-resiko. 

"Mau kemana?" tanya sekali lagi. 

Ananda terus saja berjalan. 

Lalu sang ayah mengkonfirmasi kepada bundanya. "Kan ayah yang suruh cari rumah yang lain." pungkas bundanya. 

Tak lama ayah memutuskan untuk menyusulnya. Ia menemukan ananda sedang berjalan diantara pohon-pohon tinggi. Dan ia memelankan motornya. 

"Ayah nggak sayang sama aku!" ucap ananda. 

"Sayang, ayo pulang. Berjalan sendiri berbahaya." 

"Biarin, katanya suruh cari rumah lain." 

Ayah turun dari motornya. Memeluknya erat. Lalu menaikkannya di atas motor. Sementara ananda menangis sepanjang jalan.

Rabu, 12 April 2023

Perjalanan ini baru saja dimulai

Anak perempuan itu memukul-mukul mejanya. Guru di    hadapannya tak ia pedulikan. Pijakan lembut tak juga mempan menyentuh gendang telinganya saja. Tak sampai perasaannya. Mungkin membutuh momen untuk membuatnya tenang dengan ketidakmampuannya membaca.

Dengan badannya ia bisa menipu siapa saja. Mungkin pikirannya tak bisa  ia tipu. Guru di depannya tak begitu ia anggap sebagai mana mestinya, ini hanya contoh, tak perlu risau.

Mungkin karena ia guru baru, jadi tak ia anggap sama sekali. Ia mungkin menghormati guru lamanya yang telah menundukkan "keliarannya" selama ini. Ia ingin mengintimidasi gurunya, sebagai mana ia sering diintimidasi guru lamanya. Sebuah pikiran yang tampak normal. Sebuah dendam yang tak berkesudahan, tapi mungkin terlalu berlebihan.

Semua cerita bisa berawal dari mana saja. Ini hanya cerita, kalian senang dan tertarik, itu biasa. Menganggapnya luar biasa, karena sekolah bukan tempat mencuci segala kebodohan, itu juga biasa. Karena kadang menganggap yang biasa itu tak biasa. Mungkin sekolah hanya menempa, bukan mencipta, biarkan anak-anak berkembang mengasah bakatnya. Kalaupun tak ditemukan bakat apa-apa. Justru itu yang barangkali luar biasa. Karena ia berjalan tanpa memakai selendang kesombongan. Di saat teman-teman yang dulunya berbakat, ia bersedih karena menemukan temannya meringkuk di balik jeruji besi. Atau ia tetap rendah hati, kepada temannya yang berbakat apa saja.

Perjalanan ini baru saja di mulai...

Memasang wajah cemberut di kelas adalah salah satu jurus ampuh yang di pakai anak-anak ketika ia belum bisa meregulasi emosinya. Ia bahkan bisa menjadi super duper ganas pada beberapa kesempatan bila orang dewasa di sekitar terasa menyebalkan.

Cobalah untuk tidak menyapa terlebih dahulu pada anak-anak yang belum percaya pada orang dewasa di dekatnya, itu akan jadi perkara yang membuatnya menjadi lebih sulit untuk mengendalikan diri sendiri.

Perhatikan hari-hari berikutnya apakah tetap pada pendirian bahwa ruang kelas adalah kotak berbahaya yang harus ia hindari dan jangan lupa tengadahkan di penghujung malam pada pemilik alam semesta ini agar bisa mengubah perangai, lalu beralih pada pemahaman dasar tentang kepercayaan pada orang dewasa sekitar. Itu bisa jadi peluang padanya bahwa ada banyak orang dewasa yang bisa dijadikan panutan dan tempat untuk memberikan kepercayaan yang ia jaga selama ini. Dengan catatan semuanya bermuara pada edukasi dan pengoyoman bukan pada didaktis dan intervensi.



Sekolah TANPA Sekolahan

Sekolahan Yang Memanggil Kepekaan

Bagi jiwa yang tidak memiliki hubungan dengan Tuhan-Nya maka ketersediaan nilai kesadaran akan hubungan-Nya, semakin mengecil. Kemuliaan-kemuliaan yang melekat pada setiap jiwa akan mengkerut jika tak terdapat secuil kepekaan dalam pikiran juga dadanya. Ia membiarkan karat mengganggu perjalanan nuraninya. Ia juga tak cepat-cepat mengkoreksi coretan itu dengan lafal-lafal dari langit, melepaskan begitu kehendak yang sempat terbesit dalam pikiran jernih. Ia rela menuangkan segelas gelap yang membutakan langkah-langkahnya, bahkan tongkatpun tak juga memberinya jalan kemudahan. Ia malah mengeratkan ikatan yang telah lama mengungkungnya diam-diam, lalu tanpa disadari muncul benjolan yang menyerap terus menerus kelembutan hingga tak berbekas.


Ketaknormalan yang merajalela tak juga ditanggapi sebagai panggilan Tuhan agar ia lekas-lekas mengoreksi catatan keimanannya. Jika tak sanggup ada pilihan hati yang bisa menyokongnya menjadi detak-detak semangat dan inspirasi bagi manusia lain. Sebagai cipatan-Nya insan menyediakan secuil potensi agar gerak lisan dan jiwanya tak hitam jelaga. Sesekali tisu putih yang berubah menjadi krecek akan terasa nikmat, jika tak disadari keberadaannya.

Yang lain, penggerak roda pikiran menjadi lebih mulus ketika semua fungsi tubuh mengarahkan pada kebahagiaan yang hakiki. Insan menjadi lebih terpanggil pada kenyataan hidup di depan matanya, meski statusnya sebagai insan 'papa' menjadi incaran mulut-mulut yang miskin kasih sayang. Mereka juga butuh pertolongan, tinggal menunggu momen saja.

Malaikat turun ke bumi menyapa sang Nabi terakhir ingin menyampaikan mandat dari Tuhan-Nya. Ia mengatakan "Wahai Nabi tak jauh dari Anda ada seorang "Malang" yang nantinya akan masuk neraka." Setelah selesai ia melesat pergi dari hadapannya.

Lalu lewatlah seorang ibu yang tengah menggendong anaknya yang tak berhenti menangis sebab lapar yang menohok. Wanita "malang" yang bekerja di tengah lumpur kegelapan tengah menggigit sebagian kurmanya. Ia menghentikan gigitannya dan berjalan tergesa-gesa menyambangi si anak dan memberikannya. Malaikat turun dan menjalankan mandatnya bahwa si wanita "malang" itu akan menjadi penghuni surga.

Level keibaan wanita "malang" itu pada level yang membuatnya nasib si wanita berubah seketika, tidak perlu menunggu waktu lama agar takdir si wanita "malang" menjadi takdir yang mulia. Itulah definisi dari insan yang berfilantropi.

Jiwa yang keras jua menjadi titik gelap hingga ia tak bisa menyerap kejadian dari Tuhan. Bahkan Ahli kegiatan langit pun tak bisa membedakan sebuah peristiwa. Ketika banjir melanda dan air sudah menyentuh lututnya, menyentuh dadanya, bahkan ketika air sudah sampai loteng ahli kegiatan langit tetap menolak semua pertolongan manusia. Ketika ia protes dengan Tuhannya. "Mana pertolongan Mu" kata si ahli kegiatan langit. "Aku sudah memberi pertolongan kepadamu sebanyak tiga kali" kata Tuhannya. Hati yang keras telah membuatnya menolak semua kebenaran (pertolongan) dari para penolongnya. (Hanya Tuhan Yang Tahu).

Rabu, 06 April 2022

Soal Sabuk

Satu malam jelang tidur.

"Kenapa tak silat lagi Mas," tanya si Ayah. Tangannya yang kukuh memeluk pinggangnya yang masih ramping.

"Naik sabuknya lama yah," katanya. Tangannya yang mungil meraih tangan ayahnya, lalu mengencangkan lebih erat lagi.

Lalu...

Ayah mendengarkan gerak bibirnya. Ada gurat sedih sempat terlintas. Ada wajah yang ingin berontak, tetapi ia sendiri tak tahu atau belum tahu soal apa yang harus dilakukan. Mungkin berhenti dari latihan adalah bagian dari jawaban.

Ia tak pamit pada pelatih, juga pada ayahnya. Pada pelatih ia seperti ingin melakukan demo atas keberpihakan yang salah. Ini agak lucu, bocah delapan tahun ingin menjungkirbalikan sebuah keadaan. Mesti mungkin saja terjadi, tetapi hal itu adalah awal dari ia mengerti tentang pencapaian.

Ayah mengangguk bukan untuk membenarkan, tetapi telinga ini setiap saat siap mendengarkan keluh kesahmu. Menjawab setiap pertanyaan. Jika ayah tak bisa menjawab, maka Ayah akan menangguhkan beberapa saat, setidaknya bisa mengintip buku, atau kalau tak sempat bisa melayang ke dunia mbah.Yang jelas, kau akan tumbuh seiring dengan waktu yang kau simpulkan sendiri. Maaf jika ayah tak sabar, tetapi paling tidak ayah bisa merobohkan ego yang kerap menunggangi semua hal. Bahkan kebaikan yang kau tawarkan, bisa menjadi petaka bagi Ayah. Bila ayah tak pintar mengolah Ego. Ego akan tetap bercokol meski kelak berpisah pada saat yang memungkinkan

Nama pelatihmu sama dengan nama ayah. Kadang kau menertawakan dan meledek soal nama ayah. Kau tak pernah menggerutu soal nama, adikmu yang kerap mengejek, maksudnya bercanda soal-soal nama, jika ayah kena 'mental' kalian akan tertawa keras. Lalu kembali pada tempat semula.

Soal nama pelatihmu, ayah kira bisa menangkis hujan air mata yang mulai kau tampilkan pada saat-saat tertentu. Itu kemampuan yang mesti kau rawat. Tak apa lelaki menangis, jika itu menenangkan. Soal sabuk, ayah tahu kapan kau menitikkan air mata, kaupun tak bertanya. Ayah mulai menandai, air mata yang kau keluarkan diam-diam, meski hanya berkaca-kaca itu adalah simbol kau akan mengakhiri sesuatu. Begitu simpel, tetapi cukup tegas. Ayah simpati, kau mulai memustuskan sesuatu tanpa campur tangan ayah bunda.

Jumat, 25 Februari 2022

Agar Kelemahanmu tidak diketahui musuhmu

"Berusaha sekuat mungkin agar kelemahanmu tidak diketahui oleh musuhmu," ucap sang ayah.

"Kenapa Yah,"

"Agar musuhmu tak mudah menaklukkanmu dengan ketakutan yang kau tunjukkan, itu sangat berbahaya."

"Dulu aku tidak takut ke kebun malam sendiri berani" kata sang anak.

"Terus."

"Sekarang aku takut karena pernah dilihatin pocong di Yutub."

"Cara terbaik agar kamu tidak takut, kamu tidak perlu melihatnya." jawab ayahnya agak ragu. Ia sendiri yang pernah melihat "hantu" pun tidak terlalu yakin atas pernyataannya sendiri. Satu sisi mungkin ayah akan mengajarkan ke kamu agar cepat-cepat lari dari masalah. Itu tidak terdengar baik. Untuk saat ini mungkin dirasa cukup. Ayah berharap kamu bisa menemukan jawaban atas ketakutanmu sendiri.

Mata yang mencari jawaban itu bergerak ke atas dan ke bawah. Ayah menyesal memberi tahumu dengan nada tinggi, perihal ada teman yang lebih tua darimu menakutimu ketika pulang malam. Bukannya memberi pelukan seperti yang kau cari, tetapi jarak yang ayah tunjukkan. Agar kau tahu posisi kesalahan, dan tak perlu takut akan perang kata-kata yang sering kau terima di waktu kecil.

Ayah jadi ragu atas kemampuan ayah dalam mengasuh. Dulu ayah sangat semangat memberimu semacam motivasi agar kau kuat di segala hal, kau sudah menunjukkan dengan baik. Mungkin caramu melihat masalah membuatmu butuh rengkuhan agar ketakutanmu terhadap hantu-hantu kau anggap sebagai sesuatu yang tidak menarik.

"Kenapa kau tidak main."

"Nanti ayah marah."

Ia terdiam.

Ayah percaya, kau akan menemukan siapa teman terbaik yang bisa mengisi celah-celah kosong yang tak kau miliki. Sementara ayah juga siap jika kau butuhkan untuk dijadikan teman.

Rabu, 23 Februari 2022

OBROLAN

"Plisss..."kata sang anak ketika ingin memundurkan waktu yang telah disepakati bersama ayahnya. Ayah yang mendengarkan diujung telpon bersama bundanya.

"Sudah lama kamu nginep di rumah uti, waktunya pulang."

"Kata ayah besok sekolahnya libur, berarti nambah satu hari lagi."

"Kamu ingin makan jajanan uti kan?"

"Nggak! siapa bilang."

Boleh ya Yah, Plisss...."

"Bekerjasama ya?"

"Berarti boleh ya?"

Ayahnya terdiam. Si anak menangkap angin. Si Bunda terdengar mengobrol dengan Utinya.

Rabu, 28 April 2021

Melukis Ayah

Pintunya ditendang dengan tengan hasil latihan silat, terukur dan membuat kerusakan yang cukup fatal. Ayahnya mencari penyebab kenapa ia marah, tetapi tak ditemukan apa-apa selain kemarahan ayahnya yang makin meningkat. Ayahku tak diduga, sesuai dengan keadaannya. Seperti angin ribut yang tiba-tiba bisa setenang danau dan seberisik gemuruh orang bertengkar.

Ia menyediakan sarapan seperti menyambut tamu-tamu agung dari kerajaan dunia. Aku senang bukan kepalang, tetapi apakah ia terus ada sampai aku besar nanti, tentu saja tidak. Ia pernah memberi nasihat kepadaku tentang pentingnya tak bergantung pada orang lain. "Ayah  tidak akan selamanya kuat, kamu harus bisa melakukan sesuatu tanpa bantuan ayah," begitu kudengar ketika ia mencebokiku setelah buang hajat. Aku tak tahu pasti apa yan dimaksudnya tetapi kata-katanya mengandung misteri kehidupan.

Di lain waktu aku terbangun dari tidur dengan perasaan takut, ku ceritakan pada ayah aku tadi mimpi serem betemu pocong dan dikejar anjing. Ia mendengarkan dengan baik. Lalu ia memberikan semacam tips yang belum sebenar-benarnya tips, tetapi bagiku cukup efektif untuk melawan mimpi-mimpiku yang lain.

"Ayah kasih rahasia ya, sebuah cara agar kamu bisa keluar dari mimpi," katanya.

"Apa itu yah,"

"Kamu harus cari tempat yang tinggi lalu kamu lompat, biasanya akan bangun. Kalau dalam mimpi ada yang membuatmu takut lawan saja," ucap ayah.

Esoknya kuceritakan tentang mimpiku yang seram dan bisa meloloskan diri darinya. Pernah kuceritakan anjing yang ingin menggigit, setelah ku injak berubah menjadi katak dan loncat-loncat.

aku ingin mengucapkan terimakasih dengan cara lain. Aku masih kesulitan untuk melukiskan tentang ayah, mungkin ketika kumulai beranjak dewasa. Cerita-cerita tentang ayah akan mudah kutuliskan. 

Jumat, 09 April 2021

ASPEK FISIOLOGI HABIT

Orang tua kadan hopeless melihat anak yang tak bisa diajarin, mengapa? dari sini kita melihat aspek fisiologisna.

Manusia memiliki banyak otot untuk mendukung pergerakan. Saat kita melatih suatu otot terus menerus, mereka akan tumbuh dan terlatih. Sayang jika dari kecil sampai besar otot-otot ini tidak dilatih lebih jauh. Banyak sekali yang bisa dilatih.Kemampuan anak berproses, kita tidak bisa menghasilkannya dengan instan. Melatih proses jauh lebih penting dari pada mengharap hasil akhir.

Manusia memiliki kemampuan beradaptasi yang luar biasa. Bangun satu-satu, beri atmosfer, konsisten.Ketika ingin mengajarkan anak bicara dengan baik, tak cukup hanya dengan meminta anak bicara baik. Anak harus diminta melatih tubuhnya juga. Tubuh yang tegak, suara yang jelas, wajah yang tenang dan tersenyum. Ketika habit buruk sudah terbentuk, tak hanya akan mengganggu orang lain, tapi juga mengganggu Kesehatan anak sendiri. Pertumbuhan yang terganggu dari posisi duduk yang buruk, misalnya. Karena tulang belakang juga membengkok.

You are what you think you are.

Setiap pagi kita bangun, apa sih yang kita pikirkan kita pertama. Ini mendefinisikan diri kita sendiri kemudian. Inilah pentingnya kereta pikiran. Saat kereta pikirian sudah steady, kita akan lebih mudah mengendalikan diri kita juga jaringan otak berubah, ketika kita tidak menggunakan jaringan tertentu, dia akan meluruh dan digantikan dengan yang baru.

Kita harus memikirkan jangan sampai masuk ke automatisasi. Padahal itu natural. Kita perlu refleksi dan terus mempertahankan kesadaran. Apa yang digerakkan oleh tubuh, salah satunya mulut, akan membuat jalur di otak kita. Maka jika terus dilakukan, dia akan terus mengikuti. Apa yang nampak di manusia, itulah yang berkecamuk di dalam dirinya. Berhati-hatilah dengan gerakan dan pikiran kita.

Peranti utama manusia adalah tubuh. Termasuk di dalamnya otak dll. Ada gerak, rasa dan pengetahuan.Kita harus mindfulness. Kita harus kendalikan agar tak memikirkan yang sia-sia. Kita sama-sama memiliki waktu 24 jam, akan jadi apa kita. Tentukan goal dari pagi. Jalani dengan penuh kesadaran.

Cheating2 dikit pun membentuk jalur kebiasaan. Jadi perhatikan baik-baik. Tutup hari dengan penuh syukur. Hindari hal-hal yang bisa mendistraksi. Jika hp mengganggu, bisa masukkan ke laci. Ada penanda missal memakai celemek, brarti harus masak dan beres-beres. Rencana sudah disusun dari sehari sebelum lebih baik.

Ada banyak jenis excitement, ada yg senang maen game, ada yang suka nonton crime story. Kita harus lebih banyak membangun curiosity. Jika kita terus-terusan memikirkan rasa kita pada orang lain, pikiran buruk terus diolah dan membentuk perilaku buruk.Pembentukan karakter dari pikiran yang terlintas, semua berasal dari rumah. Bagaimana habit di kuatkan. Dan orangtua lebih baik bersakit-sakit dari sekarang.

Anak yang menunda-nunda misalnya, mandi berlama-lama karena terlalu banyak imajinasi. Perlu dibantu menghentikan lintasan pikiran itu dengan pembentukan kebiasaan baru. Distraksi pikiran anak. Setting waktu baru mandi 10 menit.Kebiasaan yang lama akan menjadi karakter, yang tanpa berpikir akan langsung digerakkan.Kita perlu mengawal anak dari pengaruh luar. Cara bicaranya perlu dipastikan tidak justru membangkitkan emosi dan tidak memberi cap pada anak.

Kebiasaan yang kita latih, fisik atau pikiran memiliki bekas di otak. Bisa menebal atau hilang ditelan waktu jika tidak digunakan terus menerus. Tubuh ini mempunyai kemampuan utnuk memberi perintah pada otot untuk membentuk otot-otot baru yang bisa ditumbuhkan dengan cara yang benar. Kita diminta melatihkan anak atletik. Agar ada otot lain yang penting untuk pertumbuhannya, ada orang yang terus memikirkan sesuatu sehingga itu menjadi terbawa ke kesehariannya.

Jika kita memiliki kebiasaan buruk, kita rubah dengan kita paksa memikirkan hal yang lain. Dengan regenasi otak dan pembentukan jalur baru. Kita bisa melatihkan hingga ke tahap reflek. Sehingga tahapan pembentkan sebuah perilaku bisa langsung ke tahap akhir dan menjadi karakter seseorang. Kebiasaan juga bisa diambil anak-anak dari orang lain selain orang tua.

Sumber tulisan diambil dari komunitas homeschooling metode Charlotte Mason 

Kamis, 30 Mei 2019

JAJANAN TUMPAH

Ramadan memasuki hari ke 25. Kami jalan-jalan sore. Menikmati setiap jalanan bersama keluarga adalah hal yang menyenangkan. Setelah mengambil gaji milik bunda. Motor berhenti di depan kedai modern. Kami masuk dan mulai memilih kebutuhan masing-masing. Ayah mengambil tiga butir Orea rasa coklat untuk campuran jus pisang. Bunda memilih kebutuhan dapur. Eza dan QQ sudah beberapa kali berjalan keliling memanjakan matanya. Bingung untuk memilih jajanan yang akan mereka pilih.

Ayah dan Bundanya menawarkan Donat. Mereka tolak. Tangan kecilnya kemudian mengambil jajanan butir-butir coklat yang terbungkus menarik dalam satu tabung kecil yang lucu. Lengkap dengan tutupnya.

Setelah keluar kami beralih membeli Voucer. Di sana QQ meminta ayahnya untuk membuka plastik yang menutupi kepala tabung kecil.

Tanpa di duga QQ mencabut tutup tabung dengan kasar. Semua kepingan coklat berhamburan di atas lantai yang berdebu. Beberapa detik kemudian QQ menangis.

Padahal intruksinya. Buka jajanan dengan hati-hati. Atau buka di rumah lebih aman.

Jarum Panjang Jarum Pendek

" Eza nanti pulang ke rumah ketika Jarum pendek di angka sembilan dan jarum panjang di angka dua belas." Awal ayah mengenalkan tentang konsep waktu Eza sesaat terdiam. Mungkin mencerna setiap penjelasan yang ayah berikan. Matanya yang jernih menatap jarum panjang dan jarum pendek agar tidak tertukar.

Lalu ketika merebus telur ayam, yang menurut Eza sebagi telur putih. Eza bertanya kepada ayahnya. " Berapa lama yah merebusnya."

"Sekarang jarum panjang di angka 10, Eza tunggu sampai jarum panjang di angka 12." Tuturku.

Dulu ketika berusia empat tahun, ayah belum mengenalkan tentang konsep waktu. Justru mengenalkan lewat konsep jari. Bila lima jari berarti lima menit. Kalau satu jari, berarti waktu tinggal satu menit.

Setiap pulang dari bermain, sepertinya Eza cukup paham, sampai di rumah tepat waktu. Mungkin ia melihat jam dinding di rumah temannya.

Semoga saja.

TEGURAN

Rapat belum selesai. Ketika itu bulan Ramadan. Setelah tadarus selesai. Eza tengah bermain dengan QQ di tengah-tengah kami yang duduk melingkar. Salah seorang dari teman kerja memberi nasihat. " Itu tidak aman Eza, sayang dong, sama adiknya."

Tanpa diduga Eza langsung menjerit kesal. Mungkin baginya teguran itu bagai petir yang meruntuhkan mentalnya. Eza tak terima karena diberi nasihat oleh orang dewasa, bukan ayah dan bundanya. Eza langsung menghambur ke arah ayahnya dan merajuk minta pulang.

Ayah langsung memeluknya. Menenangkan kondisi kejiwaannya. Ayah bisikkan kata-kata yang meluruskan persipnya tentang makna teguran. " Eza, teman ayah hanya memberi tahu. Eza tidak perlu marah." Berungkali Eza menolak untuk nasihat itu, tetapi ayah terus memberi persepsi tentang teguran itu.

Setelah ayah peluk cukup lama. Eza turun dari pelukan dan bermain dengan teman lain yang sedang membawa perahu kertas. Eza tertarik dan turun dari pelukan lalu senyum mengembang, seolah-olah masalah tadi lenyap.

Kamis, 28 Februari 2019

Menghapus GAME

Ajaib, ayah ucapkan Alhamdulillah. Keputusan yang diambil Eza membuat ayah lebih percaya bahwa kamu dapat mengambil keputusan sendiri tanpa perlu mengkonfirmasi ulang lagi. Apalagi keputusan itu berkaitan dengan hal-hal yang kamu senangi. Ayah hanya coba mengarahkan bahwa kecanduan game adalah hal lain yang mungkin kurang tepat untuk usiamu saat ini. Di belahan dunia sana ada beberapa orang yang memiliki profesi sebagai gamer, pembuat game, dan yang sejenisnya. Mereka tak perlu repot-repot untuk bekerja di luar rumah, mereka memiliki waktu luang untuk bekerja di dalam rumah. Tapi level itu butuh perjuangan. Ada hal lain yang harus kamu kerjakan: Sekolah itu penting, walau untuk menjadi "genius" beberapa orang yang nyaris tak menyentuh bangku sekolah. Soal ini butuh ruang lebih untuk diskusi, semoga kamu mengerti kawan.  

Ayah hitung game yang kamu download sendiri berjumlah hingga lebih dari 30, rasanya di usia lima tahun delapan bulan tak bijak bila mata terbuka di pagi hari kamu sudah menggenggam erat HP LG K 10 sambil mengucek mata membuang kantuk. Untuk bermain game, kalau hal ini menjadi alasan kamu "tak sudi untuk sekolah." Maka ayah bunda menjaga jarak Hp denganmu. Serius Eza, kenapa kamu tersenyum. 

Jumat, 08 Februari 2019

Keputusan

Kenapa Eza Qq senang sekali bermain pasir. Karena menyenangkan jawabnya. Pasir itu seperti gumpalan mimpi yang setiap butirnya mampu mewujudkan setiap detil mimpi. Eza Qq bisa berjam-jam memainkan pasir dalam rentang waktu yang tak terhingga. Kalau di stop kegiatannya, maka wajah mereka akan pundung lalu menyebut ayah: "ayah begitu, ayah jahat, apa-apa nggak boleh, sama kayak bunda." Maaf nak ayah terpaksa memberhentikan kegiatan kalian karena waktu sudah menunjukkan pukul 21:00 WIB, sesuai dengan kesepakatan yang kita buat.

Kamis, 24 Januari 2019

Ikan Hiu

Selepas bekerja adalah moment yang ayah usahakan untuk mencapai dunia anak, dengan segala keterbatasan ilmu dan pengalaman si ayah mencoba berkomunikasi agar menjaga ruang egosentris tetap berjalan dan anak belajar memahami tentang kepemilikan. Tapi itu nanti, ada hal yang ingin ayah bagi tentang pertanyaan anak ayah yang kami panggil QQ (Queena Qisthi Aprian).

" Yah nggak beli ikan hiu." QQ bertanya dengan mata berbinar.

" Untuk apa." Jawah ayah.

" Di makan ayah, kayanya enak."

" Jarang ya jual QQ, Apalagi kita makan ikan hiu."

" Sulit menangkapnya ya yah." Kata QQ

" Bukan sulit menangkapnya QQ, tetapi ikan Hiu adalah salah satu hewan yang di lindungi, makanya jarang di jual pasar lokal." Maafkan ayah nak belum punya jawaban tepat.

" Oh, gitu ya yah." Jawab QQ, lalu dia pergi bermain lagi.

Ayah mengangguk.

Ayah perlu belajar banyak tentang pertanyaan-pertanyaan anak agar mememuhi standar perkembangan anak.


Pertanyaan QQ usia 3 tahun 10 bulan, jam 16.30 WIB

Jumat, 18 Januari 2019

Kenapa Harus Doa

" Mau bermain sepeda, tidur, kamar mandi, makan, belajar, kenapa harus berdoa." Tanya Eza menjelang tidur."

" Karena setiap melakukan kegiatan, berdoa ada keberkahan di sana." Jawab ayah.
" Doa itu apa yah." Eza bertanya."

" Doa itu seperti perisai untuk melindungi dari hal-hal yang buruk."

" Seperti pelindung ya yah". Eza menyimpulkan.

" Ya."

Sementara Qq menyimak sambil menatap kami tak berkedip, memastikan diskusi kami tak terlewat. Dia akan menggunakan kosa kata yang dia pahami untuk menjawab peristiwa mendadak."

Ketika bunda pulang jam sebelas malam. Lampu di hidupkan, Qq terbangun sejenak. Dia teringat kalau ada kain yang menutup sebagian klambu.

" Oh ya, ada pelindung, jadi nggak silau." Qq menggunakan kosa kata yang didengarkan dari diskusi sebelum tidur.

Ayah mendengarkan lalu tertidur kembali. Ada kenyamanan yang tak terbayarkan oleh apapun.

Sabtu, 12 Januari 2019

HUJAN

Hujan sore deras. Ada kabut tipis yang turun menyelimuti desa Rawakalong. Eza dan Qq sudah mengendarai sepedanya untuk membelah hujan deras. Senyumnya mengembang seperti menemukan dunianya. Jarang sekali menolak hujan lebat. Kedua anak ini sudah terlibat dalam cengkraman hujan yang memukul-mukul tubuh kecilnya. Ada genangan air yang cukup untuk menenggelamkan sebagian roda-rodanya. Justru itulah tantangan sebenarnya. Mengenali hujan sampai hujan deras mampu membuat tubuhnya menciut kedinginan. Bibirnya bergetar baru mereka selesai menuntaskan hajatnya dengan hujan deras.

" Ayah!, Hujannya banyak, ngga berhenti-henti."

" Masih kuat." Tanya Ayah.

" Masih ayah."

Mereka kemudian menyambut kembali hujan deras dengan kekuatan penuh, semakin deras hujannya, maka dapat izin dari ayah semakin besar, daripada 'berperang' dengan gerimis. Negosiasinya akan cukup lama, bahkan adu argumen dengan Eza Qq akan terjadi. Lalu ujungnya, Ayahnya akan diberi label sesuai mereka, ayah 'nakal', ayah 'gitu'. Artinya mungkin ayah ngga asik, atau ngga bisa diajak kerjasama.

Hujan deras memangkas jarak dengan rasa takut untuk melanjutkan petualangan dengan hujan. Semoga menjadi putra-putri penakluk hujan. Yang dapat menggenggam hujan menjadi kepercayaan diri saat kemarau mental diuji. Hujan bagi Qq dan Eza adalah ruh bersepeda, jiwanya sangat terhibur, air pun menjadi hiburan ketika jiwanya mulai bosan. Atau mungkin bosan dengan ayahnya. Semoga tidak seperti itu. Ayah tetap berusaha menjadi teman dan sahabat, meski hujan bagimu adalah sebaik-baik sahabat.