Sabtu, 30 Maret 2019

SVETLANA ALEXIEVICH

WARTAWAN MAJALAH SASTRA

Alexievich lahir pada 31 Mei 1948 di kota kecil Ivano-Frankovsk, Ukraina. Ayahnya berasal dari Belarus dan ibunya dari Ukraina. Ketika ayah Alexievich pensiun dari militer, keluarga tersebut kembali ke Belarus, tempat Alexievich menamatkan pendidikan menengahnya.

Lulus SMA, ia bekerja sebagai guru di kampung halamannya. Pada 1967, Alexievich diterima di program studi Jurnalisme Universitas Minsk. Selama masa studinya, ia aktif menulis dan sering memenangi penghargaan, baik untuk artikel berita maupun makalah ilmiah. Ketika selesai kuliah, ia pun menjadi wartawan di majalah sastra Neman.

"Pencarian aliran yang paling cocok dalam menyuarakan pemikiran saya bermula pada masa ini. Di sinilah saya berkenalan dengan karya-karya Ales Adamovich, seorang penulis Belarusia, yang amat saya hormati," kata Alexievich di situs pribadinya.

Lewat tulisan-tulisan Adamovich, Alexievich mengenal genre novel kolektif yang juga disebut novel oratorio, yaitu ketika orang-orang bercerita tentang diri mereka masing-masing di dalam kontek suatu peristiwa dan membentuk sebuah sejarah komunal. Menurut Alexievich, aliran ini memungkinkan dia berada sedekat mungkin dengan peristiwa dalam kehidupan nyata dan menjadikannya seorang wartawan, sosiolog, psikolog, dan pengkhotbah pada waktu bersamaan.

Penulis: Laraswati Ariadne Anwar
Sumber : Kompas, selasa, 13 Oktober 2015
Part : 2

Jumat, 29 Maret 2019

SEKILAS TENTANG JULES VERNE

Bernama lengkap Jules Gabriel Verne, lahir di Nanthes, Prancis, pada Februari 1828. Bisa dibilang Verne adalah seorang penulis Pioneer untuk genre fiksi ilmiah. Terbukti, imajinasi Verne amat melampaui zamannya. Novelnya adalah buku fiksi yang paling banyak diterjemahkan sepanjang sejarah selain novel Agatha Christie.

Pada pertengahan abad ke-19, Verne sudah Membayangkan misi luar angkasa ke bulan. Kelilingi dunia dalam 80 hari, yang nyaris mustahil saat itu juga bisa dituliskannya dengan atraktif dan meyakinkan.

Verne juga merupakan penulis yang amat produktif yang tak cuma menulis novel,tetapi puisi, drama, dan esai. Novel Mysterious Island sendiri diterbitkan pada 1874, sepuluh tahun sejak novel A Journey to the Centre of The Earth terbit.

Sumber: Antara Kompas atau Republika. Penulis lupa mencatat.

SVETLANA ALEXIEVICH

Memberi Nafas Sejarah Komunal
" Kau harus melawan gagasan, bukan manusia. Bunuh gagasan yang membuat dunia kita begitu menakutkan dan jahat, tetapi jangan kau ganggu manusianya".

Kalimat itu tertulis di bagian terakhir novel ketiga Svetlana Alexievich (67) yang berjudul "The Boy Of Zinc". Novel berbahasa Rusia yang terbit pada 1991 itu bercerita tentang sepuluh tahun berlangsungnya perang Soviet melawan Afganistan.

Alexievich mengatakan, hingga kini, kisah tersebut masih relevan karena di dunia masih terjadi peperangan yang kejam dan tanpa pengharapan. Akan tetapi, manusia masih berusaha bertahan hidup dan berjuang agar tidak melupakan kemanusiaan mereka.

Alasan itu pula yang membuat Alexievich dinobatkan menjadi pemenang Nobel Sastra 2015, Kamis (8/10). Tulisan-tulisan karyanya dianggap bersifat poliponik, di satu sisi menghadirkan derita orang-orang yang mengalami kehidupan di masa konflik, tetapi di saat bersamaan tetap memberi semangat hidup dan harapan akan masa depan.

" Saya akan menelepon Svetlana untuk memberi tahu bahwa ia memenangi Nobel Sastra. Jawabannya hanya satu kata 'fantastik'," tutur Sketaris Permanen Akademi Swedia Sara Danius setelah mengumumkan bahwaa Alexievich mengalahkan Haruki Murakami (Jepang), Laszlo Krasznahorkai (Hongaria), Ko Un (Korea Selatan), Ngugi wa Thionglo (Kenya), serta Philip Roth dan Joyce Carol (Amerika Serikat). Para pengamat sastra menganggap bahwa Alexievich memang pantas mendapatkan Nobel Sastra setelah setahun lalu ia dikalahkan oleh Novelis Perancis, Patrick Modiano.

Penulis: Laraswati Ariadne Anwar
Sumber : Kompas, selasa, 13 Oktober 2015
Part : 1

TENDANGAN GARUDA

Ambisi, dendam, dan prahara
Menjadi kita lebur dalam kepekaan
Lidah juga senjata yang mematikan
Karena tak bertulang
Mari merenung

Penderitaan
Prahara yang menyakitkan
Tendanga Garuda meredam semua kegelisahan
Pemilik rumah bermunajat setiap kakimu merebut bola dari lawan

Penjual marak di sekitar stadion
Keluarkan uang dan datangi mereka
Tak hanya berkoar-koar
Agar asap kepahitan tak terus mendikte mereka

Indonesia! Teriakan-Teriakan
TIMNAS berebut tempat
Ramai menjadi komentator
Sumpah serapah kepada TIMNAS yang merangkak di tengah jalan

Beri kesempatan kepada TIMNAS
Agar tendangan melesat tajam ke gawang lawan
Gerakannya lincah seperti garuda
Gelar juara akan disandang


Untuk Garuda Indonesia
23 Juni 2014

AYAH

Rasa ini tak bisa dipungkiri
Sepanjang nafas aku selalu saja memikirkanmu
Ayah, kapan aku bisa membahagiakanmu
Sepanjang usia kau habiskan untuk anak-anakmu

Ayah, kini kau mulai menua
Tubuhmu makin payah
Mengangkat beban hidup
Selalu saja masalah menghampirimu

Kedua matamu sudah tak awas lagi
Untuk mengurai sebuah peristiwa
Selalu saja himpitan datang silih berganti
Engkau bisa pilih solusi

Ayah...
Aku baik-baik saja
di sini
di Jakarta

25 Juni 2014

SISI BERANI

Berani adalah kepercayaan hati pada satu hal
Pernahkah berjumpa dengan keberanian
Yang isinya membentuk kesatria
Pernahkah berpikir untuk menjadi pecundang
Sesekali saja untuk berpikir berani

Berani karena di sana ada ujung sebuah kepastian
Siapa saja yang mengerti tentang sebuah keberanian
Ia akan menjadi sesuatu yang berbeda
Ini adalah sebuah pelarian dari sebuah prinsip
Prinsip yang abadi

Rabu, 27 Maret 2019

Perjalanan

Sejalan itu perhatian waktu
Perjalanan itu laksana sinar matahari
Manusia lahir serba buta tak tahu apa-apa
Naif dan sembrono adalah sisi dari sebuah perjalanan

Setiap cinta melahirkan cinta yang lain
Setiap perbedaan akan melahirkan perbedaan yang lain
Bangkit dari sesuatu yang berbeda
Mencintai adalah produk dari sanubari

Setiap perjalanan akan menghasilkan nafas yang berbeda
Perjalanan adalah sesuatu yang mendewasakan, apapun itu
Tak ada yang terus berjalan di muka bumi
Perjalanan akan terhenti manakala waktu telah memberi jeda untuk berjalan

DOVI tercepat di Qatar

Grand Prix Qatar
Losail International Circuit
10 Maret 2019

Kawan, kita bertemu kembali dalam acara gerung-gerung motor ber CC  besar. Pasti kalian sudah tidak sabar siapa yang akan menempati tahta tertinggi di podium. Apakah anak didik Vale, ataukah dari Team Dream Honda, Garputala, Ducati, atau ada kejutan dari pembalap lain. Hingga jalannya balap terasa lebih panas.

Siap-siap?. Bendera merah sudah terlihat oleh para rider. Lampu-lampu terlihat menyinari semua motor sekaligus para pembalapnya.

Yah, belum mulai balapan , anak didik Vale harus start dari paddock karena motornya bermasalah. Semuanya tegang. Race di mulai Pukul 23:58. Dovi memimpin di lap pertama. Vale di posisi ke-14. Jack Miller dan Dovi bersaing ketat untuk mendapatkan posisi terdepan, sementara Marquez menguntitnya dari belakang. Vale beranjak ke posisi ke -10 di lap 20. Ternyata quartaro menjadi yang tercepat di lap 20.

Suzuki mulai menunjukkan tajinya meng over take Dovi di lap 19. Dan terus menguntit antara Marquez dengan Dovi bahkan beberapa kali menyulitkan laju Dovi. Kali ini Ducati benar-benar dibuat kerepotan oleh laju Alex Rins yang menunggangi Suzuki. Mungkinkah raja Losail sesungguhnya akan muncul.

Vale di lap 11 berhasil memperbaiki kecepatan hingga berhasil menempati posisi ke-8. Di Lap ini juga raja sesungguhnya di Qatar mulai terlihat. Honda (93) bersaing ketat dengan Ducati (04).

Tersisa 2 lap. Marq memimpin. Dovi dan Marq terlibat baku take over. Semua penonton tegang. Dengan kesabaran dan kemahiran Dovi mampu meredam take over di tikungan akhir, hingga Dovi bisa melesat lebih cepat dan finis di urutan pertama. Sementara Vale finis di urutan ke-5, sebuah prestasi di saat motornya belum memenuhi standar pribadinya. Kali ini podium Qatar menjadi milik Dovi.

PUTU WIJAYA

Bagian 1

Putu Wijaya adalah tegangan yang tak pernah berhenti. Selama lebih dari empat dasawarsa karirnya, ia terus-menerus menantang khazanah sastra Indonesia maupun dirinya-tepatnya, kepenulisannya-sendiri. Ia bisa berdiri di titik avant garde, seraya gemar menyerap budaya massa; ia berlaku sebagai pembaharu, tapi kerap bergerak ke belakang, menggali-gali warisan moyang; ia berkubang di lingkaran sastra untuk membuktikan bahwa sastra selalu tak memadai. Ia menggunakan tulisan untuk menangkap kelisanan. Ia adalah pengarang dalam arti sebenar-benarnya: setiap saat ia mengarang, membuat segala (kalau bukan semua) hal ikhwal di dunia ini menjadi cerita, seakan tiada lagi beda antara yang nyata dan yang tiada.

Kompleks kekaryaan Putu Wijaya-tak kurang dari 20 novel, 27 naskah sandiwara, 11 kumpulan cerita pendek, juga ratusan esai dan ulasan-menyatakan bukan hanya produktivitas yang tinggi dan tak tertandingi, namun juga semacam mekanika penulisan. Bila setiap benda tersentuh Raja Midas menjadi emas, maka taka da peristiwa di dunia ini yang tak menjadi fiksi di tangan Putu Wijaya. Dengan spontanitas sebagai semacam metode, Putu seakan membiarkan diri dikerjai bahasa, dan demikianlah ia selalu mampu meragukan apa yang telanjur bernama realitas. Melalui Putu, fiksi adalah alternative terhadap gambaran dunia yang telah lelah oleh birokrasi dan komunikasi massa.

Dengan novelnya seperti Telegram (1973) dan Stasiun (1977), Putu membuktikan bahwa sastra kita sudah terlalu jauh tenggelam ke dalam realism. Dengan melecehkan alur penokohan, ia memotret jiwa atau ke (tidak) sadaran pada si pelaku. Pemandangan yang terlihat adalah campur baur antara kenyataan objektif dan imajinasi pelaku, dan hampir-hampir kita tidak mamu membedakan keduanya. Demikian kesatuan cerita dihancurkan: peristiwa tidak terpapar dalam hubungan sebab akibat. Perjalanan tokoh utama hanya diikat oleh motif yang menjadi judul buku, yakni terlegram dan stasiun. Jika fragmen-fragmen bergerak terlalu liar, pengarah segera meredamnya ke suasana yang mirip puisi; atau kika pelukisan terasa kelam memberatkan, Ia memberi memberikan lanturan atau sema, ironi.

Sumber: Penghargaan Achmad Bakrie 2007 

Awal Pagi

BAB
Empat Puluh Dua 


Aku dan Nara mengawali pagi dengan tenang. Bila tidak hujan kami berdua sering berjalan menembus kabut tipis pagi yang turun mencium tanah di tengah pematang sawah. Setahun rasanya sudah kami lalui bersama Nara. Akhirnya pernikahan kami berdua bisa berlangsung dengan sahdu. Semua mata yang hadir dalam pernihakan kami berdua menitikkan air mata. Cobaan besar sudah kami lalui menjelang pernikahan. Polisi Saryo juga hadir dalam pernikahan. Luka tertembus peluru di pahanya sudah sembuh.

Bondan di beri keringan hukuman. Setelah menjadi saksi atas kejahatan Farah dan Arkon juga bos besarnya Polisi Marno. Ketiganya kini sedang mendekam dalam jeruji penjara. Dan Nara di nyatakan tidak bersalah, namanya di bersihkan dari catatan kewarganegaraan. Kedua adikku sekarang bertambah dewasa. Ibuku lebih memilih untuk tinggal di rumah. Rupanya racun yang bersemayam di tubuhnya mulai menggerogoti ketahanan tubuhnya. Aku dan kedua adikku bertekad untuk menjaganya sampai helaian nafas terakhir. Walaupun begitu Ibuku tetap melakukan aktivitas jarak pendek setiap hari.

Setiap selesai Sholat Shubuh aku sudah membocengkan Nara dengan sepedaku untuk berdagang ke pasar. Sementara ibu mertuaku menghabiskan masa-masa tuanya di rumah tercintanya. Berkebun, menumbuk padi, menyapu halaman. Bahkan kalau lagi musim panen padi, Ibu mertuaku bersikeras untuk ikut memotong padi dengan ani-ani. Kondisi kesehatannya memang membaik. Tetapi penyakit akibat usia gampang menerpanya bila badan teralalu di paksa untuk bekerja. Kami berdua sering kewalahan menghadapi niatnya.

Pertempuran

BAB 
Empat Puluh Satu 


Kami sedang menunggu Polisi Saryo untuk meminta bantuan. Kami berhasil menemukan terowongan yang menuju ke Alun-alun Purbalingga. Kami bersusah payah memasuki lorong lorong tersebut selama 2 jam. Kami tidak lagi memusingkan makanan apa yang kami makan. Masalah yang akan di hadapi jauh lebih berat dari pada urusan perut.

Tak lama kemudian Polisi Saryo sudah datang dengan bala bantuan lengkap dengan senjatanya. Aku sendiri ngeri melihat senjata-senjata itu, mereka semuanya menggunakan Topeng. Pasukan elit itu berjumlah 10 orang. Mereka adalah prajurit tempur yang sudah terlatih bertahun-tahun di medan sulit sekalipun. Aku tak berani menatapnya lama-lama. Rasanya baru kali ini aku berhadapan dengan prajurit yang gagah berani.

Aku di kagetkan dengan suara senjata yang di kokang cepat dan serempak. Pak Saryo mendekati kami. “Kita berangkat sekarang, dan siapkan mental kalian.” Kulihat wajah Nara yang tegang tapi tidak sepucat wajah Anis. Kalau Bondan sudah keren memegang senjata. Kalau aku sedikit gemetaran. Kami langsung menuju ketempat rahasia seperti yang di ceritakan oleh Nara.

Dua hari kemudian.

Jumat, 22 Maret 2019

Cinta Butuh Uji Nyali

BAB
Empat Puluh


Aku, Pak Saryo dan Bondan pergi mencari jejak kereta yang terus membelah terowongan dan menghilang dalam kegelapan. Aku setengah berlari menelusuri terowongan yang seperti ular berkelak-kelok. Aku menyimpulkan kalau terowongan ini adalah bekas persembunyian bagi tentara jepang. Juga ada beberapa gua kecil yang hanya cukup untuk dua orang. Gua kecil itu ada pembatas berupa jeruji. Inilah sisi lain dari kekejaman bangsa Jepang ke bumi pertiwi.

Di selingi dengan istirahat dan makan seadanya berupa jangkrik dan beberapa telur burung. Kami bertiga sudah berjalan dua hari dua malam. Cara berjalan kami mirip tentara kaveleri yang ingin mendahului musuh untuk kemudian menyergapnya. Terowongan yang kami lalui makin lama makin gelap. Aku memanfaatkan pemandangan tajamku yang ku latih sejak dari kecil untuk berjalan. Juga dari cahaya senter yang di bawa oleh Polisi Saryo. Kami bertiga tidak siap dengan perbekalan berupa makanan dan minuman. Jangkrik dan telur burung semakin susah di temukan. Kami makan memanfaatkan binatang yang ada. Sepanjang perjalanan menuju terowongan ini kami bertiga hanya minum dari air yang menetes dari atas terowongan. Kami terpaksa memakan bayi-bayi tikus yang masih merah. Senjata yang aku bawa hanya pentungan dari kayu keras. Sedangkan Pak Saryo dan Bondan membawa senjata laras pendek. Bondan yang dulunya mantan penjahat tak kesulitan untuk menggunakan senjata api tersebut.

Proses Kreatif Menulis TERE LIYE

Bagian 2

Selain BANYAK MEMBACA, yang perlu dilakukan oleh seorang penulis adalah BANYAK MELAKUKAN PERJALANAN. Dalam perjalanan atau petualangan ada begitu sisi positif untuk mengumpulkan informasi visual atau non visual, yang nantinya akan menjadi amunisi untuk memperkaya pengetahuan tentang novel yang ingin ditulis.

Selain itu seorang penulis juga perlu MENDENGAR ORANG-ORANG BIJAK di sekitar kita. Kata-kata bijak tidak mesti diperoleh dari seorang Profesor, Guru Besar, atau yang lainnya. Tetapi kita bertanya dari salah seorang bapak penjual bakso misalnya yang telah menjual baksonya selama 45 tahun. Tentang kecintaan terhadap dunia bakso. Itu menakjubkan. 

3. KALIMAT PERTAMA MUDAH, GAYA BAHASA ADALAH KEBIASAAN, MENYELESAIKAN LEBIH MUDAH LAGI.

Bang Tere pernah bercerita tentang solusi kepada seorang mahasiswi dari Jogja yang menempuh perjalanan ke Purwokerto (UNSUD) beberapa jam lamanya. Mahasiswa itu bertanya: " Bang Tere, saya sudah menyelesaikan tiga bab dalam penulisan novel, namun saya kesulitan untuk menyelesaikan bab terakhir alias bab 4. Bagaimana caranya."

" Solusinya gampang sekali, mau tahu?."

Tentu mahasiswi itu berbinar-binar wajahnya.

" Tuliskan kata TAMAT, mudah sekali bukan?

Untuk meredam kekecewaan mahasiswi itu, Bang Tere bercerita kalau Novel Hafalan Sholat Delisa adalah novel yang "kebingungan" untuk saya selesaikan. Dari pada bingung tidak jelas, maka saya tuliskan kata TAMAT saja. Novel itu ternyata Best Seller dan difilmkan dengan penonton membludak. "Artinya selesaikan novel dengan cara yang terbaik."

4. LATIHAN, LATIHAN, DAN LATIHAN.

Maka anda akan menjadi penulis yang baik, enak dibaca, dan mahir dalam penokohan.

Kamis, 21 Maret 2019

NEWZEALAND SHOOTOUT

Kemana nurani mu hingga "tega" melakukan tugas malaikat maut, mencabut nyawa begitu mudah. Seperti mencabut rumput. Rasa bencimu kepada satu golongan membuatmu 'membunuh' rasa kemanusiaan yang Tuhan berikan. Bahkan seekor Singa punya rasa welas asih.

Janganlah rasa bencimu membuatmu kehilangan akal sehat. Hingga nyawa begitu mudah kau tukar dengan peluru-peluru pembunuh. Cobalah untuk bertanya kepada nurani, agar langkahmu tak hilang kendali. Peperangan hanya akan menimbulkan kebencian dan dendam berkepanjangan. Tentu kau tidak mau itu terjadi, jika rasa kemanusiaanmu masih ada walau samar-samar.

Mungkin bumi akan berteriak, karena darah manusia mudah sekali ditumpahkan. Tak bosan-bosannya bumi menyerap genangan darah yang membuat nyeri ulu hati. Memang kematian adalah bagian dari takdir Tuhan, tapi dimatikan dengan paksaan luar adalah hal yang disesalkan. Sekali lagi, Tuhan punya rencana. Manusia hanya menjalani.

Ketika teriakan penuh iba tak lagi kau pedulikan, sudahkah? Mati rasa kemanusiaanmu? kamu himpit dan bius perasaan hingga kau berjalan tanpa hati dan pikiran. Mempropagandakan segala takdir yang kau jalankan, hingga teriakan kemanusiaan di penjuru dunia kau abaikan. Janganlah perasaan bencimu kepada satu kaum hingga kau timbang murah keadilan, tanpa merasa berdosa.

Kawan, merenunglah barang sejenak di tempat gelap, ketika orang-orang tidur terlelap. Gerakan kembali tanganmu ketika kau pernah aniaya kepada orang yang tak pernah mengganggumu bahkan mereka pun tak kenal siapa kamu. Cobalah untuk jujur kepada hatimu yang pernah membohongi nuranimu akibat kau gunakan selimut kebencian. Sekarang belum terlambat, jeruji besi hanya pembatas bukan pemutus akhir kehidupan. Masih banyak kesempatan untuk kau perbaiki segala jenis kebencian yang kau pupuk terus menerus, lalu seiring waktu kau keluar dengan wajah baru, pemikiran, dan keyakinan yang lurus. Semoga.

Jumat, 08 Maret 2019

Pertolongan

BAB 
Tiga Puluh Sembilan 



Ketika beristirahat Nara dan Anis di kejutkan oleh Sipir tak bermoral. Suasana menjadi tegang. Sipir pendiam sedang mencari hewan yang bisa di makan tanpa susah untuk memasaknya terlebih dahulu. Pelarian mereka bertiga dapat diendus oleh dua orang Sipir penjara yang berhidung belang.

“Dasar manusia tak bermoral!.” Nara mengumpat dan memukul para sipir penjara yang hendak menciumnya. Entah bagaimana caranya kedua sipir itu menemukan Nara dan Anis di tengah lorong.

Sementara Anis sudah tak sadarkan diri akibat di pukul tengkuknya oleh salah seorang sipir. Tangan kanannya sudah mulai memegang tangan Anis dengan Nafsu. Peristiwa yang mengerikan akan terjadi sebentar lagi. Nara berteriak dalam hati meminta pertolonga dari Allah SWT.

Nara sudah dalam jangkauan sipir itu. Tangannya hendak menjamah tubuh Nara yang tengah terdesak dan nafas tersengal-sengal. Karena kelelahan berkelahi dengan sipir. Beberapa kali Nara mendapatkan tamparan di kedua pipinya. Rasa sakit tak ia pedulikan asal kehormatan dirinya bisa terjaga. Dalam keadaan terdesak Nara melesatkan sebuah pukulan keras ke perutnya ketika bibir najis sipir itu hendak mencium pipinya. Sipir itu mengaduh dengan keras. Sipir itu mengamuk. Keadaan Anis sudah sedemikian genting. Ia sudah tersudut dalam keadaan yang memilukan. Tangan najis sipir itu mulai menggrayangi tubuh Anis. Nara makin marah, tetapi ia juga harus menghadapi sipir najis itu.

Kamis, 07 Maret 2019

Mengingtai Aksi Geng Fark

BAB
Tiga Puluh Delapan 


Kereta 084 melaju menembus hutan jauh dari mata penduduk. Kereta ini seperti siluman membelah terowongan panjang berkelok-kelok. Farah dan Arkon hanya memandang dengan gerak mata yang sulit di artikan bagi mata awam soal kumpul kebo. Farah adalah lulusan Aliyah. Tetapi rupanya pelajaran agama tak nampak di batang hidungnya yang mbangir. Untaian kalimat bijak ketika belajar dulu menguap seiring lunturnya moral akibat terjarahnya kepribadian yang kropos dimakan maksiat. Sedangkan Narman adalah lulusan SD yang pintar ngaji dan sholat. Mahluk apa yang merasuki kedua raga cucu adam itu hingga bak Ular Anaconda yang siap melilit para pelaku kebaikan dan menelannya bulat-bulat dalam tembolok berbau busuk.

“ Kita akan membawa ke bawah tanah. Tepat di bawah penjara Purbalingga. Seluruh penduduk Purbalingga memang goblok dan dungu tak tahu tempat yang menghasilkan banyak uang.” Perintah Farah

“ Lalu barang bawaan kita bagaimana.” Jawab Arkon 

“ Mayat-mayat berharga itu akan kita antarkan sesuai dengan arahan paman Marno.” Usul Farah. 

“ Mayat saja di jaga begini?.” Celetuk Arkon.

“ Dasar bodoh!, mayat itu bukan mayat sembarangan!. Kampung kita mungkin akan di jadikan Musium terbesar di dunia yang akan mendatangkan banyak uang. Pantas saja seorang Bondan saja tak bisa kau bunuh. Kau hanya becus membunuh seorang pelacur!.” Ketus Farah.

Bertemu Geng Fark

BAB 
Tiga Puluh Tujuh


Aku semakin khawatir keberadaan keluarga Nara dan keluargaku sendiri. beberapa tahun belakang kelompok Farah dan Arkon masih menteror dengan berbagai macam tekanan kepada keluarga Nara juga keluargaku. Syukurlah Allah masih melindunginya. Beberapa Polisi yang menyamar sebagai penduduk desa kerap menggagalkan aksi-aksi mereka. Adikku, Wiro hampir saja menjadi bulan-bulanan kelompok Farah dan Arkon kalau saja Polisi yang menyamar sebagai warga tidak menolongnya. Cerita itu aku dengar dari Polisi Saryo yang baik hati.

Aku membaca koran yang diantarkan sengaja oleh Polisi Saryo tempo hari. Di halaman depan terdapat tulisan besar yang membuat bulu kudukku merinding. TEROR DI DESA KALIGONDANG. Ratusan Polisi menjaga perbatasan desa Kaligondang. Kejahatan Farah dan Arkon meluas ke seluruh warga desa Kaligondang. Mereka kerap kali melukai fisik untuk mendapatkan harta yang diinginkan.

Selasa, 05 Maret 2019

Dunia Lain

BAB 
Tiga Puluh Enam 

Sudah setengah jam mereka ngobrol. Nara dan Anis memutuskan meninggalkan pengawal yang tergeletak pingsan oleh pukulan Nara. Sepanjang pembicaraan hidung Anis selalu di pencet karena tak tahan dengan bau bangkai.

“ Na, tadi tempat apa, baunya seperti bangkai.”

“ Tempat itu gudang mayat bekas kecelakaan, bunuh diri, dan peluru nyasar. Belum lama tempat itu di kosongkan tetapi tetap saja bau bangkai.”

Nara bergidik dan merinding.

“ Dasar kau Na. Ngga bilang-bilang.”

“ Ini penjara Nis, segala sesuatu bisa saja terjadi.”

“ Katanya di penjara ada hotelnya Na, benar ngga.”

MASA

Setiap waktu memiliki masa tersendiri, karena masa bisa disejajarkan dengan waktu, bahkan masa adalah waktu itu sendiri. Masa menjungkirbalikkan keyakinan yang telah lama dipahat dalam-dalam sanubari. Lalu masa itu mengikis hingga berubah menjadi awal yang tidak sejalan dengan keyakinan awal. Mungkin hati kecilnya memberontak membentuk sudut baru dalam arah dan langkah, tetapi tidak terbesitkah nurani ketika masa-masa indah waktu kecil. (Untuk alm Bibi Gemak).

Mungkinkah masa menenggelamkan sebagian wajah kedalam topeng hingga tak berani menampakkan kejujuran nuraninya. Entah sampai kapan masa berlapang dada agar bisa menjawab teka-teki kehidupan yang semakin gersang kepribadian. Ibu, Maafkan saya yang belum mampu menyelimuti dengan kehangatan pertemuan.

Masa akan mengerti ketika ujung hati mulai terluka akibat jarak yang tak bisa dihitung dalam hitungan jam, mungkin puluhan jam. Masa hanya mencoba untuk mengulur kecemasan yang selalu terbayar ketika bangun pagi.

Senin, 04 Maret 2019

Kawan Lama

BAB 
Tiga Puluh Lima 


Pagi yang mendung tak membuat Nara menjalani hari-harinya frustasi. Berbagai hukuman sudah di jalankan, seperti mengepel, membersihkan halaman, mencuci WC penuh tinja, Push Up, di guyur hujan saat membuang sampah, lari karena hukuman, semua hukuman dan rutinitas di jalankan dengan ketegaran. Satu hukuman di penjara yang tidak akan di jalaninya adalah melayani nafsu bejat oknum sipir penjara.

Bulan Agustus 1977. Nara sudah menjalani masa tahanannya selama empat tahun. Keadilan yang digaungkan oleh para hakim ketika memutuskan hukumannya tak juga di rasakan di penjara, berkali-kali ia akan di perkosa oleh Polisi Marno tetapi pada saat itu pula pertolongan kerap datang untuk menjaganya dari cengkraman kotor Polisi Marno. Sipir yang baik dan teman sesama tahanan mengindarkan dirinya dari tangan biadab Polisi Marno. Satu kali Polisi Marno di buat bingung oleh Nara yang tiba-tiba menghilang ketika sedang di kejar olehnya. Ternyata jalan rahasia yang di tujukan oleh sipir pendiam itu dapat menyelamatkan Nara dari tindak bejatnya.

Seperti rutinitas pagi ini. Nara baru saja selesai mengikuti olahraga yang rutin di programkan untuk seluruh napi di penjara. Nara di kejutkan oleh seorang yang telah lama di kenalnya. Ia menghadang jalan utama ke kamar mandi. Adegan cepat itu begitu terasa saat lebaran idul fitri dimana seluruh teman-temanku yang baik memberi kejutan yang membuatku menitikkan air mata.

Di Nusa Kambangan

BAB
Tiga puluh Empat

Mendengar Kabar Marko di culilk. Perasaan Bu Kinar dan Bu Bar sangat terpukul. Marko seperti di telan mahluk malam yang mengerikan. Hilang tanpa jejek dan arah. Tiky dan Wiro juga sudah berusaha mencari informasi kepada para temannya. Tetapi tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Marko. Wiro kinilah yang menjadi pemimpin dalam keluarga.

Wiro menolak saran dari teman-temannya untuk bertanya kepada orang-orang “pinter” karena di nilai sebagai buang-buang duit saja. Dia berpendapat kalau orang pinter tidak semua pinter. Ada hal-hal tertentu yang mereka tidak ketahui. Salah satu contohnya adalah: Kapan orang kentut.

Masalah menerpa silih berganti kepada dua keluarga itu, masalah Nara belum selesai di susul dengan Masalah Marko yang menghilang tanpa jejak. Semua itu membuat air mata terus saja di peras oleh kelopak-kelopak mata yang makin senja.

***
Di tempat lain yang terpencil, Pulau Nusa Kambangan.

Minggu, 03 Maret 2019

Proses Kreatif Menulis TERE LIYE

Cara berpikir Tere Liye tentang menulis. Penulis dapatkan ketika mengikuti kegiatan literasi yang diadakan oleh Sekolahalam Tangerang pada tanggal 15 Mei 2016 dengan kesimpulan yang menurut penulis adalah sebagai berikut: CARA MENULIS NOVEL YANG SPESIAL.

1. Bagi bang Tere menulis dapat dituangkan ide-idenya dalam bentuk apapun. Menurutnya mengawali menulis dapat disusun dengan TOPIK BISA APA SAJA, TETAPI PENULIS YANG BAIK PUNYA SUDUT PANDANG YANG SPESIAL. Spesial dapat diartikan dengan tidak lazim, orang tidak menyangka akan pesan yang kuat, dan berbeda dari kebanyakan orang.

Bang Tere memiliki catatan penting untuk hal ini yaitu:

Tidak semua orang yang bisa menulis, bisa menjadi penulis. Maksudnya bisa saja menulis 2-3 halaman, tetapi menulis sampai ribuan halaman adalah hal yang spesial.

Kuncinya adalah LAKUKANLAH RISET.
ANDREA HIRATA bisa menulis Novel Laskar Pelangi selama dua pekan, karena sebelumnya telah melakukan riset yang lama dan mendalam.
TERE LIYE melakukan riset yang mendalam untuk meneliti tentang perjalanan haji tahun 1938, Bang Tere melakukan riset yang serius untuk Novel Rindu.

RISET bisa dilakukan dengan proses mengumpulkan informasi sebanyak dan seakurat mungkin.

2. Selanjutnya bang Tere dengan semangat mengatakan bahwa, Penulis yang baik membutuhkan amunisi, tidak punya amunisi tidak bisa menulis. Amunisi dapat dicari dan ditemukan melalui beberapa cara salah duanya adalah: BANYAK MEMBACA, karena dalam proses membaca ada proses pengendapan informasi. (berhenti membaca...lalu membaca lagi dan seterusnya)

BERSAMBUNG

Penculikan

BAB 
Tiga Puluh Tiga 

Cuaca pagi ini sangat cerah. Sinar matahari belum merekah sempurna. Awan-awan putih berserakan terhampar bagai lukisan indah yang menempel pada kanvas. Latar belakang langit yang bergradasi mewah menambah kemegahan pesono langit Purbalingga. Ruam-ruam kemerahan bercampur biru luat terpampang di ufuk. Tak heran kalau para penikmat alam sangat betah untuk menikmati awal pagi yang indah. Rusukku sudah sembuh setelah penyembuhan hampir satu bulan. Para Polisi kehilangan jejak para penyerang markas Polisi. Sedangkan ku kini sedang menelusuri jejak takdirku.

Pagi ini aku sudah sampai di proyek pembangunan sekolah untuk sekelas SMA. Posisiku sebagai kenek alias membantu para profesional (Tukang) mengerjakan segala sesuatu yang berhubungan dengan adukan semen, bata merah, kayu, paku dan sebagainya. Sudah hampir 4 bulan aku menjalani profesi ini. Aku merasa pekerjaanku terasa menyenangkan. Di samping mendapat imbalan tak mengecewakan, aku juga dapat menatap gerbang besar pintu penjara yang luas. Lalu bila ada waktu senggang maka aku menyempatkan untuk mengunjungi Nara pada setiap jam istirahat. Itupun bisa di hitung dengan jari. Karena sangat susah untuk bisa bertemu dengan Nara dalam penjara. Kalau Polisi Saryo sedang piket maka kunjunganku tak banyak mengalami kesulitan. Selesai kunjungan, aku kembali ke proyek pada jam setengah dua.

Arah Jam 10

BAB 
Tiga Puluh Dua

Gerimis turun deras menghajar alam maya pada, desa Kaligondang yang sunyi. Di luar kantor Polisi suasana tenang. Jalanan sepi, pedagang bakso yang biasanya berkeliling menjajakan dagangan tak terdengar dentingan mangkok yang di pukul sebagai ciri khasnya.

Para Polisi yang berjaga tengah asik mendengarkan radio sambil menyeruput kopi, tak ketinggalan batang rokok yang terselip diantara kedua bibirnya, katanya dapat menyebabkan serangan jantung, impontensi, gangguan kehamilan dan janin. Anehnya masih saja banyak orang yang membakar duit untuk alasan yang tidak jelas. Entah sampai kapan kebiasaan tidak sehat ini akan berakhir.

Bondan masih terkurung menunggu pengadilan yang akan di gelar pekan depan. Sekarang dia menjadi saksi kunci bagi kejahatan konspirasi dan pembunuhan mutilasi. Para Polisi sudah melacak keberadaan kelompok yang di pimpim oleh Farah dan Arkon beserta anak buahnya. Santer kabar kalau Farah dan Arkon membentuk suatu kelompok dengan sebutan Geng Fark. Keluraga Farah cenderung menutupi keberadaan putrinya. Dengan alasan pergi keluar kota dan sebagainya. Apakah keluarganya juga menjadi dalang besar dari setiap kematian yang tidak wajar di didesaku.

Saksi Kunci

BAB 
Tiga Puluh Satu

Pagi ini aku tengah berada di kantor Polisi untuk memastikan kalau Bondan benar-benar dalam kurungan. Setelah mendapatkan pengakuan darinya tentang bagaimana ia menjadi provokator hingga membuat Nara mendekam dalam penjara, Bonda pun meringkuk dalam sel sempit.

Kabar tentang penyerahan Bondan ke kantor Polisi telah sampai juga kepada Polisi Saryo. Informasi penyerahan Bondan begitu cepat hingga Polisi Saryo siang ini sudah berkunjung ke Polsek Kaligondang. Ku lihat dia tidak berseragam hanya membawa kartu tanda pengenal sebagai identitas. Polisi Saryo memakai sepatu olahraga, celana panjang bersaku banyak, dan sebuah sweater berwarna hitam menempel di tubuhnya. Tak ketinggalan sebuah pistol berada di atas pinggangnya lengkap dengan sarungnya.

Setelah mendapatkan alamat dari Bu Bar. Beberapa kali aku berkunjung ke rumahnya. Hingga aku tak begitu asing dengannya. Aku bertegur sapa seperti biasa. Ini mungkin sebagai kode etik para pelindung rakyat. Terjadi dialog sebentar sebelum kami berdua masuk ke dalam ruangan tempat dimana Bondan sekarang mendekam dalam ruang tahanan. Bondan masih berpakaian sama ketika dia menyerahkan diri ke kantor polisi. Beberapa orang Polisi tengah memeriksa keadaan dan mencatat semua yang di ucapkan oleh Bondan. Wajah Bondan masih menyisakkan bekas luka pukulan beberapa hari yang lalu. Ruangan itu tersekat oleh Kaca besar sehingga aku hanya bisa melihat gerak bibir para pengintrograsi dengan anggukan dan sesekali matanya melotot-ekpresi keget.

Titik Balik

BAB 
Tiga Puluh 

Udara sejuk di awal pagi membuat suasana tenang dan nyaman. Saat itu pula Bondan terbangun dari pingsannya. Ia dapati sekujur tubuhnya penuh denan lebam ke biru-biruan. Pelipis matanya sebek dan terasa sangat menyakitkan. Bondan tengah berada di rumah Ibu Baroroh, atas bantuan dari warga. Ibu Kinarsih setelah ikut mengantar kerumahnya ia pun langsung pamit melanjutkan perjalanannya ke Pasar. Sebuah naluri kemanusiaan yang kerap kali menggendor jiwa untuk menolong orang yak tak berdaya. Keduanya belum tahu kalau laki-laki hitam berkumis itu adalah penyebab dari kemelut yang menerpa dua keluaraga itu.

Tubuh Bondan di letakkan pelan-pelan di sebuah bale. Sebuah tiker anyaman daun pandan menjadi alas tidur dengan bantal berwarna hitam. Dengan telaten Bu Bar mengelap luka yang tampak menganga di kedua pelipisnya. Wajah Bondan seperti baru saja di pukuli oleh Muhammad Ali petinju yang telah bersyahadat lewat tangan dingin Malcom X sebagai guru spiritulanya. Tetapi Bondan bukan Muhammad Ali yang bisa menahan pukulan telak dari anak buah Arkon dalam durasi panjang. Bondan memang punya beladiri, tetapi ketika di keroyok bisa babak belur juga.

Sabtu, 02 Maret 2019

Geng Fark

BAB 
Dua Puluh Sembilan 


Malam semakin larut. Farah tengah tertawa sambil membagi-bagikan sejumlah uang kepada orang yang telah membantunya menyelesaikan dendamnya. Hingga Marko dan Nara berada dalam penderitaan yang mendalam. Dendam dan sakit hatinya kini telah terbayar juga.

Farah menyalakan radio butut dan mencari sinyal untuk saluran lagu-lagu keroncong, bila bosan tinggal memindahkan lagu-lagu dangdut yang menyajikakan suara emas bukan liukan tubuh yang tak sadarkan diri. Farah dan kelompoknya sedang melintasi sebuah masa yang telah menjungkirbalikan sebuah peradaban dalam batas yang tidak biasa.

Sebuah kasta-kasta mulai berdengung hinggap di permukaan hati yang di bakar rasa cemburu, Farah yang berkasta Brahmana mulai melampiaskan ke Brahmananya itu kedalam wujud sifat licik, picik, keras kepala, mau menang sendiri, dan segala sesuatu harus sesuai dengan kemauannya. Bila tidak, wujud iblis akan hadir dalam paras cantiknya itu.

Sudah dua jam Farah dan kelompoknya menghabiskan tawa-tawa penuh laknat itu. Beberapa minuman bergambar Topi Miring tergelatak kosong di atas meja kecil di temani kopi pahit bergelas-gelas. Mereka sedang di tanah lapang yang diapit oleh dua buah sungai besar yang sekelilingnya terdapat banyak pohon beringin dan Kamboja. Sebuah tempat yang di anggap angker dan jauh dari pemukiman warga. Sungai besar itu berkelok-kelok mengelilingi desa Kesamen.

Penjara

BAB 
Dua Puluh Delapan 


Pak Lurah tak bisa berbuat banyak karena akses kepenjara Purbalingga amatlah sulit. Sepertinya pejabat di daerahku tak bisa untuk di andalkan. Mereka sibuk dengan dirinya sendiri, dalihnya bermacam-macam. Hukum telah di beli dengan uang. Siapa yang punya duit banyak maka kekuasaan ada dalam genggamannya.

Pagi ini dengan susah payah. Aku, Ibu, kedua adikku, serta Ibu Baroroh melobi sipir penjara agar mau mempertemukanku dengan Nara. Keberadaanku di Lembaga Pemasyarakatan ini sama sekali tak melibatkan aparatur pemerintahan. Ibuku membawa makanan dalam balutan kain batik warna hitam, sepintas terlihat mirip perbekalan para pendekar yang hendak melalang buana menembus dunia fana. Lewat bantuan Polisi Saryo kami sedikit di permudah bertemu dengan Nara. Selanjutnya biar kami menunggu kedatangan Nara. Birokrasi semacam ini sudah menjadi hal lama yang sulit di hilangkan.

Kulihat Ibu Baroroh sudah beberapa kali bolak-balik ke WC untuk buang air besar. Depresi yang terus menerus melanda pikirannya membuat Ibu Baroroh sering terkena penyakit diare dan demam tinggi. Kasihan Ibu Baroroh dalam kehidupannya yang sendiri tanpa suami Ia harus menanggung beban cobaan sendirian. Ku lihat dari wajahnya ada ketegaran yang terpancar dari wajahnya.

Topeng

BAB 
Dua Puluh Tujuh


Esok pagi aku sudah menyambangi temanku yang kena sabetan golok bersama dengan teman-teman. Aku melihat Narman sendirian sedang menikmati secangkir kopi hangat di warung. Aku mengira dia sedang mabuk dan sejak kapan dia mulia menggilai kebiasaan tak sehat itu.

“Apa Kabar Man?.”

“ Baik.” Cuek dan tanpa melihatku.

“ Mar aku kasihan sama kamu, tahu nggak?, gadis yang kamu bela mati-matian mungkin saja sedang bermesraan dengan lelaki lain sesama penghuni penjara, sudahlah... lupakan Nara. Hadapilah kenyataan yang ada.” Aku terkejut. Narman mengatakan hal yang menyakitkan itu. walau bagaimanapun aku tetap bersabar menghadapinya. Mungkin di hadapannya aku terlihat seperti laki-laki bodoh yang mudah di permainkan. “ Aku percaya Man pada Nara, Ia tak mungkin melakukan apa yang engkau tuduhkan itu.”

“ Kamu disini sudah seperti orang gila yang di mabuk cinta, padahal disana Nara yang kamu puja-puja itu sedang bercinta dengan lelaki lain di dalam sel.” Narman mengejek sekali lagi, temanku yang lain semua menatap wajah Narman seolah-olah tak percaya apa yang baru saja di ucapkannya. Kata-katanya tak lagi menampar pipiku, tetapi sudah mencoba meruntuhkan harkat dan martabatku.

Pencuri Bertato

BAB 
Dua Puluh Enam 


Di bawah cahaya rembulan, aku berlari ke tengah sawah lalu memanjat bekas runtuhan bangunan Rel Kereta peninggalan Belanda, setelah itu aku berteriak kencang agar beban di pikiranku sedikit berkurang. Aku sempat menghujat takdir yang sedemkian kejam karena tak berpihak padaku.

Suasana sekitar hening. Gemericik ari dari sungai kecil terdengar jelas. Suara kodok saling bersahutan. Di atas reruntuhan bangunan rel kereta api zaman Belanda aku berpikir keras bagaimana bisa Nara di penjara. Kedua tanganku menengadah ke atas. Aku mohon pertolongan kepada Allah Swt atas cobaan ini. Dadaku naik turun menahan kesedihan yang terpendam. Selain di Musholla aku sering mengadukan kesedihanku kepada Allah diatas bekas bangunan rel kereta Api yang terdapat di tengah-tengah sawah. Aku teringat dengan satu nama, “Polisi Marno.” Nama Polisi itu terasa sangat menganggu pikiranku selama ini.

Aku turun dari bangunan bekas rel kereta api zaman Belanda. Aku melangkah menyusuri pematang sawah sendirian dan hanya di temani dengan cahaya bulan. Beberapa kali aku melihat burung semak terlihat terkantuk-kantuk terkena cahaya bulan. Ular yang beroperasi malam juga sudah mulai mencari binatang pengerat. Dari kejauhan tampak cahaya petromaks yang tampak mengecil, para pemburu sedang mencari belut-belut yang akan di jual ke pasar, atau memenuhi pesanan beberapa tetangga.

Mimpi Akhir Malam

BAB 
Dua Puluh Lima 


Aku tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan. Tuduhan itu benar-benar sudah membuat Nara terdampar dalam penjara yang dingin dan gelap. Belum lagi aku dapat kabar dari Polisi Saryo kalau Polisi Marno punya ambisi untuk berbuat yang tidak senonoh dengan Nara. Aku tak mengira sudah satu tahun Nara di penjara. setiap malam aku seperti di cekam ketakutan karena sosok wajah polisi Marno yang pernah di tunjukkan kepadaku kerap hadir dalam tidur malamku.

Suatu malam aku bermimpi Nara di kejar-kejar oleh Polisi Marno di safana yang sepi dan para penjaga berada di titik yang sangat jauh dari jangkauan Nara untuk minta Tolong. Aku melihat wajah Polisi Marno sangat bernafsu untuk menjamah tubuh Nara yang sudah lelah berlari ketakutan menghindar darinya. Dalam mimpiku itu, entah kenapa aku hanya melihat Nara ketakutan minta tolong. Sementara kedua kakiki seperti tertancap kayu yang kuat. Kedua kakiku seperti terserap energi setiap aku berusaha melepaskannya. Aku hanya berteriak menyumpah serapah pada Polisi Marno dari kejauhan. Polisi bejat itu menengok ke arahku dengan tatapan kemenagan.

Polisi Marno sesekali menghampiriku secepat kilat. Lalu terbang bagai burung Elang. Ia tertawa keras, mulutnya terbuka. Aku mencium bau Alkohol dari minuman Topi miring. Aku mengetahuinya ketika Ia balik badan hendak berburu Nara yang semakin lemah karena terkuras tenaganya. Di saku belakangnya terselip botol minuman tak waras dengan simbol Topi Miring. Ia mungkin tahu aku memperhatikan botol minuman memabukkan itu, secara sengaja ia mengambil botol itu dan menenggaknya sambil berjalan. Lalu berlari secepat kilat mengejar Nara di titik kejauhan.

Jumat, 01 Maret 2019

GELAP

Gelap adalah persepsi terang yang sudah termakan sampai ke dasar akar hingga sulit membedakan antara siluet dengan cahaya. Meski matahari sudah menyengat pelupuk mata, tapi justru yang terlihat hanya pekat karena tak mampu menahan terangnya cahaya. Maka jika kita terbiasa dengan warna terang, sulit sekali untuk beralih ke warna gelap. Tak selamanya gelap, adalah pahit, semu, dan buntu. Dan tak selamanya terang adalah ceria, gembira, dan asik. Semuanya punya sisi sudut pandang. 

Berjalan di bawah nyala obor hanya menerangi sebagian langkah, langkah-langkah yang terbuang di belakang menyisakan jejak gelap yang tak terhitung jumlahnya. Ruang-ruang gelap akan terasa terang bila lilin kepercayaan terus bergema sampai ruang gelap tergerus arus cahaya. Muncul ke permukaan sebagai tongkat estafeta intuisi yang terus memupuk paradigma.

Waktu terus mendefinisikan kalau pekat sama dengan hitam, manampakkkan sisi gelap dari warna kegelapan. Yang terus abadi, mungkin sudut pandang yang bisa mengubah pola tertentu agar lebih berwarna. Hidup adalah perpaduan warna, agar warna gelap tak lagi menjadi kegelapan. Dan terang tak selamanya menyilaukan dan menenggelamkan kilauan perbendaharaan kata tentang gelap.

NOVEL FRANS MAKI

Bab 10

Berburu Jangkrik


Ini malam minggu, di belahan waktu lain mungkin kawula muda sedang mengadakan kontes tentang dunia eksplorasi laki-laki. Yang paling sederhana misalnya duduk-duduk di pinggir jalan raya sepi hanya untuk bercengkrama dengan teman-temannya. Bintang di langit kerlipnya mampu menyihir para pengabdi sajak hingga lahirlah sebuah puisi yang ketika dibacakan akan menimbulkan daya kejut ribuan volt. Seorang Frans juga sedang terhipnotis tentang kemegahan angkasa lengkap dengan sejuta misterinya.

Pulang dari mengaji Frans harus memutar logikanya agar ajakan Jidon dan Hari yang amat menarik dapat dipenuhinya dengan langkah mantap tanpa menghianati kepercayaan seorang ibu. Frans mencium punggung tangan ibunya setelah sampai di rumah. Ibunya yang sedang serius mendengarkan sandiwara radio di 94.7 FM SBS radionya Purbalingga, membuat Frans urung untuk pergi berburu jangkrik malam-malam. Cukup berisiko sekaligus menantang. Berburu pada saat itu adalah bukti seorang laki-laki. Stigma itu cukup membuat Frans frustasi.

" Kau tak makan Frans, kalau kau tak suka nasi, ada bubur kacang hijau di panci." Sang Ibu memberikan pilihan.

MATAHARI TERBIT DARI BARAT-5

Kawan, sungguh menakjubkan manakala ketika kita menengadahkan tangan kita ke angkasa, bergemuruhlah dada kita akan ada penguasa yang Maha Kekal tak pernah tersentuh kematian. Tetap abadi meski nanti matahari terbit dari barat. Dia yang akan menghakimi tentang perkara-perkara manusia bumi, apa yang telah dikerjakan selama menjadi mahluk bumi. Rakuskah, hingga tega menganiaya lingkungan sekehendaknya. Menyulap tempat menyuap mulut dengan nasi organik menjadi lahan putih berbentuk kotak. Lalu dengan dalih entah berantah menjerat pemasukan dengan langkah yang dianggap amat milenial, menghianati kemanusiaan.

Kawan, sungguh memilukan pekerjaan yang kita idam-idamkan dan bangga-banggakan lenyap ketika jaminan keduniawian sudah selesai kontraknya. Melalaikan kewajiban kepada Tuhan dengan dalih kesibukan yang meninabobokan semangat tempur muhasabah, hingga terpuruk dalam penghianatan iman. Iman tak lagi menjadi perisai dari segala hingar bingar cinta dunia, ya tak munafik kita memang masih di dunia tapi sedikitlah berpikir tentang rasa pengharapan akan keberkahan menyelimuti setiap jengkal langkah kita, lalu endingnya adalah mampu tersenyum di akhir kematian.