BABAK 6
Diatas tadi sejenis kepicikan yang sering melanda guru-guru lama. Ada banyak guru lama yang tetap setia pada proses, hingga tak mudah terjerumus pada hal-hal yang sifatnya kontradiktif-bersoal dengan hal yang tidak membawa perubahan sistem pendidikan sekolah. Ia hanya mengomentari kebenaran dan menjunjung tinggi kebenaran itu hingga tulang sumsumnya. Tidak mudah goyah oleh segelintir angin busuk yang berhembus. Mereka semakin kokoh dan mantap untuk melakukan pendampingan demi pendampingan. Itu jika tenaganya dan kemampuannya masih dipercaya, tanpa kepercayaan tertentu, guru lama sering memberi jarak pada dirinya bukan guru lain. Yakni mulai legowo untuk menerima perubahan. Dan mulai berpikir untuk memposisikan dirinya pada kebijakan tertentu, hingga tak lahir kekecewaan demi kekecewaan. Bila sudah terjebak pada satu kekecewaan, akan sulit keluar darinya, jika guru lama tak betul-betul melepasnya dan mengunci dirinya pada taraf saling mendoakan dan memaafkan. Karena memaafkan jauh lebih terhormat, karena posisi lebih tinggi derajatnya.
Sementara Guru Baru, tak melulu soal pengabdian. Sehingga ia bisa melaju kapan saja tanpa pernah membaca situasi. Ia kokoh bersikap atas nama kemerdekaan bukan pengabdian. Pengabdiannya adalah bentuk feodal, jika nama itu diartikulasikan secara personal. Suatu saat ia bisa tergelincir dalam kubang merasa benar. Kata-katanya harus didengar guru lain. Dengan sedikit saja melepaskan diri dari penjara personal. ia bisa melihat situasi dengan kacamata nocturnal. Disisi lain ia bisa memiliki keberanian untuk datang di awal waktu, bukan tepat waktu. Tepat waktu adalah pengabdian personal. Ia harus datang awal waktu sebagai wujud hakiki pengabdian terhadap misi yang sedang dijalani; guru.
Ada banyak hal yang kadang dilewati guru baru. Menunjukkan kemampuan adalah satu hal, membuktikan kemampuan adalah dua hal lainnya. Semuanya pada taraf performa kebajikan. Seringkali melampaui batas, siapa dirinya, tetapi bisa menumbuhkan sikap kreasi yang tak terbatas. Semuanya dipolarisasi agar tak menerabas batas-batas dirinya dan orang lain. Tidak juga menampilkan semua hal ia tahu hasil dari pengalaman lama pada tempat yang baru, agar tidak terjebak pada situasi bahwa guru lama sudah semakin uzur dalam kreasi dan seterusnya. Pengalaman yang tidak ada pada tempat baru mesti bertahap agar suasa sosial tetap terjaga. Itu jika guru lama memakai kaca mata lebah, bila kebalikannya kacamata lalat yang dipakai, guru baru makin menemukan dirinya pada situasi yang membingungkan. Tidak percaya pada kemampuan diri dan memandangi guru lama dengan pikiran: Satu waktu datang muka satu lalu pergi dengan muka yang lain. Ini menyedihkan kawan.
Yang bisa dilakukan menciptakan dua sayap kesatria bintang. Guru lama selalu terbuka pada hal-hal baru yang makin mengentalkan keguruannya, dan memandangi mereka (guru baru) layaknya kawan lama yang baru bertemu. Jauh dari hirarki. Yang baru, rendah hati dan sigap memposisikan dirinya pada level pembelajar, meski isi kepalanya seperti seorang profesor.
Sebuah buku tertinggal di sebuah tempat, pada halaman belakang terdapat tulisan yang membuat tertegun; Jika pemain utama telah kembali, maka mengertilah sudah saatnya peran pengganti mundur teratur. Kalimat itu telah memanggil ruh empati yang terdalam, tiba-tiba tercerabut membabi buta. Ada luka yang dibiarkan menganga sekian lama, mungkin sampai ia mati. Bahwa siapapun yang sedang menjadi pemain utama, isi kepalanya adalah pendampingan untuk hal-hal yang baru dan mengokohkan yang telah kuat. Guru baru tak perlu merasa dirinya dalam kondisi kosong tak ada isinya sama sekali. Ia hanya perlu beradaptasi untuk beberapa waktu saja. Semuanya bisa saling mengisi, jika berangkatnya adalah keterbukaan tanpa ada 'perundungan' verbal baik disengaja atau tidak disengaja. Biarkan isi hatinya membuncah penuh kehangatan, dan jangan biarkan ia menetes melalui celah matanya. Itu sangat menyakitkan kawan, karena semua profesional berangkat amatir yang tak apa-apa. Tak perlu merasa serba tahu, dan juga tak perlu merasa rendah diri, semuanya punya peluang yang sama.
Tinggalkan kalimat-kalimat yang menyakitkan, jangan biarkan ia memasuki daun telinga, tepiskan ia sebelum masuk gendang telinga, buang jauh-jauh, hematkanlah energimu untuk hal yang lain. Beri jarak pada pernyataan yang membuatmu semakin terpuruk dalam menyalahkan diri sendiri, dekati kalimat-kalimat yang memiliki magnet untuk menggenggam sebuah perubahan.
Sabar bukan pada pukulan pertama (kalimat yang menyakitkan) tetapi seberapa tenang seorang guru baru menghadapi kalimat itu dan mengubahnya menjadi kalimat penggunggah minimal untuk isi kepalamu, meski ia sebagai cadangan. Guru lama memperlakukan kalimat yang menyakitkan sebagai upaya menaikan diri pada level berikutnya.
Sebagai penutup, karena beberapa paragraf tersebut diatas malah menjelma sebagai petuah dari kakek sakti kepada salah seorang cucu kesayangannya dan murid terbaiknya. Bahwa, Jangan pernah melihat orang (Guru Lama Guru Baru) dari sampulnya saja. Biarkan waktu yang mempresentasikan siapa sebenarnya mereka. Ada kalanya perlu satu hari, satu bulan, satu tahun, bahkan bertahun-tahun, oh ternyata Guru Lama memiliki pernah merajai lapangan sebagai pelari tercepat di lapangan sekolahnya, pernah menjadi murid terbaik dalam hal Tata Boga, Lempar Lembing, atau pernah mengalahkan gurunya sendiri dengan pukulan lurus pada saat sesi latihan. Oh Guru Baru, yang dikira seorang chef (karena memiliki hafalan yang banyak) ternyata memiliki kebiasaan tidur di area dapur. Tetapi ia memiliki tengan kanan yang kuat saat main bola, pandai memijat, tekun beberapa hal. Jika memakai kacama psikolog semua orang melakukan sesuatu berdasarkan sebab dan musababnya. Bila sudah seperti ini, yang paling penting; pantaskan pada amanah yang sedang di embah. Agar nantiya rezekinya meresap sampai tulang belulang. Ketika sudah berbaring diatas tanah, banyak cahanya yang tiba-tiba menyertainya.
Jika dipikir-pikir semuanya pada garis edar yang sama. Tinggal bagaimana memaknainya, dengan cinta atau kedengkian. Dalam hal ini semoaga ada titik temu. Titik itu menjadi garis hitam yang saling mengubungkan, menjadi jembatan, memberi ruang untuk terus berkarya dengan nol intervensi.
0 Comments:
Posting Komentar