Rabu, 29 Januari 2025

Petualangan Keli Si Kelinci Pemberani

Pagi yang cerah di gang kelinci berubah mencekam. Rumah-rumah kelinci rusak dan asap hitam membumbung. Anak-anak dan orang tua banyak yang terbunuh. Keli, si kelinci sebagai kepala gang sangat sedih melihat keluarga lain terbunuh. Kesepakatan damai kembali hilang. Kejahatan pun terulang kembali, lagi dan lagi.

Keli duduk di atas rumput segar. Rumput yang segar dihadapannya tak lagi menarik. Perasaannya sedih, kalut, ditambah penyerangan Toto si Tikus got atas dasar perintah Sagon, si Anjing culas. Anaknya yang bontot jadi korban keganasan Toto saat fajar terbit. Kebiasaan mereka untuk sarapan bersama sambil mengobrol tentang usaha dan pendidikan sekolah berubah hening diiringi isak tangis pilu. Keli bersama kelinci lain menguburkan mereka dalam satu liang lahat yang besar. Pekikan dan sumpah meraka terikan. Mengutuk Sagon si Anjing licik, dan Toto si Tikus besar yang bengis.

Keli bersama kelinci yang masih tersisa, dari anak muda hingga sampai yang jompo mendatangi Igel si Elang Putih untuk mengadukan persoalan yang telah dialaminya. Terlihat Igel sedang menikmati makan siang, seekor ikan salmon dari Antartika.

“Wah, ada tamu rupanya,” ujar si Igel sambil turun meluncur dari atas pohon tinggi untuk menemui Keli dan teman-temannya.

Igel berjalan mendekati Keli yang telah dikenal lama. Igel terkejut ketika dari balik semak-semak yang tinggi muncul kawanan kelinci lainnya. Igel melompat keatas batu yang agak tinggi. Ia mengetukan paruhnya dan menatap Keli sambil mengepakan sayapnya. Pertanda pembicaraan boleh dimulai.

“Begini Tuan Igel, Anda sebagai juru damai tentunya memiliki pandangan tentang sebuah kejahatan yang diawali oleh penghianatan?” kata Keli geram. Mulutnya gemetar.

“Apa yang terjadi kawan?”

“Rumah kami di serang, sebagain besar tewas, Sagon telah melanggar perjanjian dan menyerang kami dengan ganas. Toto juga membantu penyerangan.” “Kurang ajar!, soal Sagon dan Toto biar kami yang mengurusnya. Sekarang kalian pulang. Kalau terjadi sesuatu, tiup peluit ini pasukanku akan datang untuk membantu kalian.”

“Terimakasih Tuan Igel, kami pulang.”

“ Berhati-hatilah.”

Dalam perjalanan pulang ketika melewati stepa, mereka dihadang oleh Sagon beserta pasukannya. Semak-semak tinggi sebagai perlindungan sudah jauh tertinggal.

“Jangan kau ganggu mereka, bawa aku saja sebagai santapan makan malam kalian. Dagingku empuk dan tulangku lezat,” kata Keli. Ia menoleh kebelakang, teman-temannya terlihat membeku dan gemetar.

“Aku mohon, jangan ganggu mereka?” ucap Keli.

“Terlambat!, kalian pengecut, mengadu pada si busuk Igel itu. Gara-gara kalian, persoalan jadi makin pelik. Sekarang kami tak lagi pedudi soal-soal perjanjian, yang penting perut kami kenyang dan tidur nyenyak, kelinci-kelinci busuk!, serang mereka semua!”

“Semunya!, cepat lari!” teriak Keli.

Keli dan teman-temannya lari pontang-panting. Kelinci-kelinci muda ataupun tua tak butuh lama untuk bertahan. Anjing-Anjing dibawah pimpinan Sagon langsung menerkam, dan menggigit lehernya. Suara minta tolong seketika berubah sunyi.

Hanya tersisa Keli, wajahnya pucat. Keli mengambil peluit lalu meniupnya kencang. Sementara Sagon dan pasukannya terus mengejar sambil mengejeknya.

“Menyerahlah Keli, dan terimalah kematianmu!” kata Sagon sombong.

“Tidak semudah itu!, kami ini para pejuang, sementara kau sang penghianat!” pekik Keli.

“Cepat kepung dia!” pungkas Sagon.

Keli terus berlari. Meloncat ketika pasukan Sagon hendak menerkamnya. Di susul lari zig-zag, tak menyerah. Satu tendangan dari Sagon ke arah perut Keli membuatnya terpental kebelakang, Keli mengerang kesakitan. Sagon dan pasukannya perlahan-perlahan mendekatinya.

“Bunuh dia!” Teriak Sagon.

“Aku kalah” ucap Keli lirih.

Keli memejamkan matanya. Tubuhya terluka parah, noda darah menempel pada bulunya yang putih.

Dalam detik menegangkan. Berkelebat ratusan ekor Elang menyerang dan membawa tubuh anjing ke udara. Lalu melemparkan ke tanah. Satu persatu pasukan Sagon hilang. Sagon terkejut melihat serangan dari Igel dan pasukannya membuatnya lari mencari perlindungan.

“Mau lari kemana penghianat, cepat tangkap dan lemparkan ke kawah gunung!” perintah Igel.

“Tidak!, ampun tuan Igel!” teriak Sagon.

“Sudah terlambat!”


“Keli, buka matamu?” kata Igel.

Keli membuka mata. Wajah Igel menenangkan. “Terimakasih,” tuturnya.

Sepekah kemudian setelah dirawat oleh Igel si Elang Putih. Keli kembali bugar. Keli menemui Igel yang sedang melatih anak-anaknya belajar terbang.

“Tuan Igel, aku pamit, terimakasih untuk pertolongannya.”

“Sama-sama.”


 Seekor anak kelinci terus mengintip dari sebuah celah.

“Bu!, ayah pulang!” ucap Tibo anak sulung Keli.

Keli terkejut dan berlari untuk memeluknya. “Syukurlah kalian selamat.”

0 Comments:

Posting Komentar