Rabu, 15 Januari 2025

FOTO DALAM BALIHO

Mandi di kampung adalah aktivitas yang sangat menyenangkan setelah liburan kuliah di kota. Meski hanya dibatasi oleh dinding-dinding anyaman bambu yang dibuat oleh ayahku. Sekarang ayah sedang pergi merantau ke Tanjung Pinang.

Kulihat bak mandi kosong, adikku tidak menyisakan air barang segayungpun. Tak jadi kulepaskan handuk yang melilit pinggang, kukencangkan lagi dan mulai menimba sepuluh sampai lima belas ember. Kusisakan bagi siapapun yang ingin memakainya.

Pada ember yang ke lima belas keringat mulai muncul dari balik pori-pori. Ukuran ember sekarang agak besar dibanding sebelumnya. Hingga otot-otot lengan cepat sekali bereaksi, apalagi tanpa pemanasan sebelumnya.

Kulepaskan handuk yang melilit pinggang. Menyisakan kolor yang biasa kupakai ketika mandi. Aku harus menyesuaikan lagi jika mandi tanpa sehelai baju yang menempel, apalagi tak ada atap yang menutupi.

Dingin menyergap seluruh tubuh ketika guyuran air berkali-kali mengenai kulit. Aktivitas selanjutnya adalah membersihkan tubuh dengan sabun, gosok-gosok seluruh tubuh.

Pada detik berikutnya kudisergap rasa takut. Dipojok sana sepasang wajah tengah tersenyum mengintipku yang sedang mandi. Serentak kuambil segayung air dan melemparkan ke arah wajah yang sembrono itu.

“Hei jangan ngintip!, saru!” teriakku, kususul dengan lemparan sendal jepit, bekas pasta gigi, dan segayung ember lagi.

Wajah tersenyum itu masih disana, alih-alih pergi malah memasang wajah tengil yang menyebalkan. Sejak pulang kampung banyak perubahan tentang area kamar mandi yang tak lagi ada privasi. Orang-orang semakin mudah mengintip, salah satunya sekarang yang sedang menimpaku.

Kubergerak ke pojok kamar mandi. Kuguyur cepat-cepat agar bisa pergi sabun dari badanku. Dan berganti memakai shampo. Untunglah aku memakai celana pendek, sebagai basahan. Tetapi mengintip tetap perbuatan tercela, dan bisa kena tindak pidana asusila loh.

Selesai mengguyur kepala, kukeringkan badan. Berharap orang mengintip itu kapok dan malu karena ketahuan.

Pengintip itu masih ada di sana, masih memasang wajah tersenyum.

“Dasar otak mesum, pergi dari sini!” teriakku kembali. Kulemparkan sendal jepit satunya lagi. Tetapi orang itu tetap tak bergeming, tetap tersenyum.

“Kenapa teriak!?” tanya ibu dari dalam rumah.

“Ada orang yang ngintip Mak?!”

Ibu dan anggota keluargaku yang lain tertawa. Kesal. Sejenak kupandangi wajah itu yang masih dalam pose yang sama. Agak aneh sih?.

“Itu Foto Baliho Mba Risma, Caleg kita!, jangan Ge-Er deh!” timpal Emak dari dalam rumah.

0 Comments:

Posting Komentar