Rabu, 22 Januari 2025

Serangan Lebah Madu

Sore tadi Anto disengat oleh beberapa ekor lebah di bagian tangannya, sepulang bermain. Membuat Ibunya panik dan Ayahnya bingung, baru kali ini lebah-lebah peliharaannya berubah pemarah. Lelaki berhidung besar itu menghampiri Anto yang tengah duduk merintih di atas bale-bale rumah.

“Kamu kok bisa disengat lebah, kamu ganggu mereka ya?”

“Nggak Yah, cuma aku lempari rumah madu itu beberapa kali dengan batu?”

Ayahnya menggeleng, menghela nafas.

“Itu namanya mengganggu, kalau kamu tak ganggu pasti lebah-lebah tak akan menyengatmu?”

Beberapa hari berikutnya.

Ia menoleh ke arah kanan dan kiri, memastikan sekali lagi. Tak ada orangtuanya yang mengawasi. Perlahan-lahan ia berjalan menuju rumah madu. Tangan kanannya memegang sebilah bambu panjang. Langkahnya ia buat sepelan mungkin. Ia kini berjarak hanya satu meter dengan rumah madu. Suara dengungan makin terdengar. Ratusan ekor lebah lain sedang berkumpul diatas madu, bersama seekor Ratu Lebah yang cantik.

Anto menoleh kebelakang sekali lagi. “Aman...” ucapnya lirih. Ia tersenyum, tepatnya menyeringai. Tiba-tiba ia melangkah lebih cepat dua sampai tiga gerakan. Dan bilah bambu yang ia bawa tiba-tiba melayang, menusuk, memukul bertubi-tubi, merusak, dan menghancurkan rumah madu dalam waktu singkat.

“Rasakan pembalasanku!, dasar lebah-lebah madu bodoh!” pekiknya. Situasi mulai membahayakan, tetapi Anto tak berhenti mengayunkan bilah bambu untuk lampiaskan dendamnya tempo hari.

Bilah bambunya terjatuh. Ketika tiga ekor lebah madu menghujamkan pantat runcingnya ke atas tangannya.

“Aduh!” Anto berlari, sambil menyingkirkan lebah-lebah yang melesat cepat, menempel, lalu menyengat bergantian.

“Tolong...!” teriak Anto. Lebah yang tadi hanya puluhan kini berjumlah ratusan. Lebah-lebah yang ada di rumah madu, keluar semua. Semuanya dalam mode menyerang. Dengungan yang terus bersliweran membuat Anto kehilangan fokus, lebah-lebah itu mulai menyerang wajahnya.

“Tolong...!” pekik Anto. Tanganya sibuk mengusir lebah-lebah yang semakin galak menyengat kedua telinga, menusuk kepalanya masuk melalui rambut-rambutnya, juga paha dan kaki.

Ratusan lebah itu terus mengerumuni tubuh Anto yang sedang berguling-guling di atas tanah. Menghindari sengatan lebah yang makin liar dan ganas. Beberapa saat kemudian, tubuh Anto tak bergerak dan lebah-lebah tak berhenti menyerang.

“Ayah!, tolong Anto Yah, dia di sengat lebah!” teriak Istrinya. Teriakannya seperti auman Singa jantan yang lapar. Ibunya menemukan Anto, ketika ia baru saja keluar dari kamar mandi di belakang rumah.

Ayahnya yang sedang mengupas buah kelapa di kebun dekat rumah pun berhenti. Ia mengenali teriakan itu. Ia pun bergegas berlari menuju rumah. Sampai di lokasi, cepat-cepat ia melepas baju untuk dijadikan kipas, menghalau ratusan ekor lebah yang makin tak terkendali. Nafasnya terengah-engah. Rahangnya mengatup keras.

“Cepat tolong Anto Yah!” Pekik Ibunya.

Ia mengangkat tubuh Anto yang terkulai lemas dan membopongnya. Ia berlari sepanjang jalan setapak yang dipenuhi semak-semak yang rebah. Menuju Puskesmas yang ada di dekat lapangan bola.

“Tolong anak saya, ia di sengat oleh lebah, sekarang dia pingsan,” pintanya pada perawat yang sedang berjaga.

Satu pekan kemudian.

“Ingat Nak?, jangan pernah lagi ganggu rumah madu itu, tak aman buatmu?” saran ayahnya sebelum ia pergi ke kebun untuk mengambil buah-buah kelapa. Anto mengangguk.

“Ya ayah,” ucap Anto lirih. Pada sekitar bola matanya masih menyisakan bengkak. Juga beberapa bagian tubuh lainnya, seperti pipi, tangan, tengkuk, dan kakinya.

Anto melihat punggung ayahnya sampai hilang diantara pohon pisang. Ia berjalan ke arah rumah madu. Tak ada lebah-lebah yang berterbangan. Rumah madu itu sebagiannya terlihat hitam. Ada ratusan ekor lebah yang mati berserakan di bawah rumah madu. Anto balik badan dan berlari mencari ibunya.

“Bu!, rumah madu kok kosong dan lebah-lebahnya pada mati!” seru Anto pada ibunya yang sedang memetik daun singkong.

“Ayahmu yang membakar, dia begitu marah pada lebah-lebah itu, menyerangmu hingga pingsan,” jawab Ibunya.

Anto terdiam dan duduk di bale-bale rumah.

“Anto yang salah Bu?, lebah-lebah itu tak bersalah,” ucapnya pelan. Ibunya mendengar dan duduk di sampingnya.

“Ada rumah madu yang baru dibuat oleh ayahmu,” tutur Ibunya.

“Dimana Bu!” ucap Anto semangat.

“Ibu mohon jaga sikapmu, agar lebah-lebah itu tak lagi marah, kasihan ayahmu, ia tak bisa jual madu pekan ini kepasar,” kata Ibunya.

“Iya..., tapi dimana sarangnya,”

“Di pohon Nangka, ingat jangan ganggu lebah-lebah itu lagi?” pinta Ibunya.

Anto tertegun memandangi rumah madu yang baru. Terikat kuat diantara batang pohon Nangka. Sepi, tak ada dengungan lebah. Ia nampak lesu dan memutuskan pulang. Tak diduga kedua matanya tiba-tiba keluar air mata.

0 Comments:

Posting Komentar