Selasa, 14 Januari 2025

Miskomunikasi

Liburan Badrun bersama keluarga kali ini ke Purbalingga, kampung ayahnya. Mereka sampai rumah tepat saat azan subuh berkumandang. Nenek dan kakeknya tampak senang dan bahagia, apalagi melihat cucunya sudah semakin besar.

Saat makan siang, banyak menu masakan ada di atas meja panjang. Semuanya siap santap. Yang paling menarik adalah terdapat satu cobek besar berisi sambal tomat campur terasi dan satu mangkuk sambal cabai hijau.

Semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan. Kakek dan nenek juga membersamai acara makan siang ini. Sang nenek berdiri, mengambilkan piring dan mengisinya dengan dua centong nansi untuk Badrun. Badrun tersenyum senang.

“Terimakasih Nek?”

“Ayo mulai makan, jangan sungkan,” kata nenek dalam bahasa indonesia yang medok.

“Ya Nek,” ucapnya kikuk. Ada begitu banyak lauk yang tersaji. Ia terlihat bingung untuk memilihnya.

Keluarga Badrun sudah mulai mengambil nasi, lauk dan sayur secara bergantian. Banjir beragam kuah menyiram nasi. Diakhiri dengan sepotong paha bebek dan dua sendok sambal cabai hijau. Ayah Badrun begitu menikmati makan siangnya. Seperti tak makan tiga hari tiga malam.

“Badrun, Ayo makan, kok malah bengong,” ujar nenek.

Aku tersenyum kikuk. “Ya Nek?”

Nenek pun mulai menawarkan beragam menu di depannya. Ayah Badrun Senyam-senyum. Badrun mulai curiga dengan senyuman ayahnya.

“Drun, ini namanya jangan nangka, jangan lodeh, jangan bunga pepaya, jangan bayam, jangan kangkung, jangan daun singkong, dan ini sambal ayo silakan dimakan?” ucap nenek semangat. Lalu ia duduk menyendok nasi dan menumpahkan beberapa sayuran juga sambal. Katanya jangan tetapi nenek makan, kakek makan, juga keluarganya. Badrun ingin mengambil paha bebek, tetapi letaknya diluar jangkaun tangannya.

Takut dimarahi oleh nenek, karena semua dibilang jangan ini jangan itu, Badrun memutuskan untuk mengambil dua sendok sambal cabai hijau di atas sepiring nasi panas.

“Lo kok cuman sambal, ayo jangan kangkungnya dimakan, terus jangan bebek nggak suka ya,” ujar nenek semangat.

“Itu bukan jangan bebek tapi bebek goreng,” timpal sang kakek pelan.

“Eh iya, ayo silakan jangan bebeknya.”

Badrun makin bingung semua kok dibilang jangan bahkan bebek gorengpun yang tampak lezat itu pun tak boleh dimakan. Dibilang jangan bebek lagi. Sementara ayah bunda tak berhenti mengunyah berbagai macam lauk. Mereka seperti tak peduli dengan kebingungan Badrun.

Wajah Badrun tiba-tiba memerah. Ia mendesis keras. Meneguk air hangat cepat-cepat.

“Anakmu kok hanya makan sambal, apa nggak doyan jangan,” ucap nenek dalam bahasa jawa.

“Doyan,” jawab ayah.

Badrun mencoba memahami apa yang Ayah dan Nenek bicarakan. Sampai selesai bicara hanya senyum dan tawa yang bisa ia mengerti.

“Terus, wong makan cuma pakai sambal tok?” ungkap nenek sambil tertawa. “Anakmu lucu,”tambahnya.

“Bukannya nggak doyan Bu? harusnya ibu jangan bilang jangan tapi sayur. Badrun pikir semua sayur nggak boleh dimakan, kecuali sambal. Makanya hanya sambal yang Badrun ambil,” ucap ayah.

“Oh begitu, pantas, kasihan, jadi malu?” tutur nenek, mereka tertawa bahagia. Badrun sebentar-bentar meneguk air minum dan memegangi bibirnya yang panas terbakar cabai.

Catatan: Jangan, Jawa, sayur

Curug, 14 Mei 2024

0 Comments:

Posting Komentar