Senin, 04 Maret 2019

Di Nusa Kambangan

BAB
Tiga puluh Empat

Mendengar Kabar Marko di culilk. Perasaan Bu Kinar dan Bu Bar sangat terpukul. Marko seperti di telan mahluk malam yang mengerikan. Hilang tanpa jejek dan arah. Tiky dan Wiro juga sudah berusaha mencari informasi kepada para temannya. Tetapi tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Marko. Wiro kinilah yang menjadi pemimpin dalam keluarga.

Wiro menolak saran dari teman-temannya untuk bertanya kepada orang-orang “pinter” karena di nilai sebagai buang-buang duit saja. Dia berpendapat kalau orang pinter tidak semua pinter. Ada hal-hal tertentu yang mereka tidak ketahui. Salah satu contohnya adalah: Kapan orang kentut.

Masalah menerpa silih berganti kepada dua keluarga itu, masalah Nara belum selesai di susul dengan Masalah Marko yang menghilang tanpa jejak. Semua itu membuat air mata terus saja di peras oleh kelopak-kelopak mata yang makin senja.

***
Di tempat lain yang terpencil, Pulau Nusa Kambangan.


Aku seperti terpenjara bertahun-tahun padahal baru seminggu aku terkurung di tempat asing yang tak ku kenal. Ruangan yang menyekapku mirip Kastil kecil berukuaran 4x4 meter. Di sekelilingku hanya ada kalender, tempat minum dari gelas plastik. Juga ada ruangan kecil untuk buang hajat dan membersihkan diri. Serta satu ruangan kecil misterius. Setiap pagi dan menjelang malam kedua orang yang menyekapku mengantarkan nasi bungkus. Sampai saat ini aku belum mengetahui jati diri mereka dan untuk alasan apa mereka menyekapku dalam ruangan yang sunyi ini.

Ku tengok dunia luar dari ventilasi yang berukuran sempit. Kedua mataku hanya menangkap sebuah hamparan padang safana yang luas. Di sana ku lihat sapi-sapi yang sedang mencari rumput segar untuk mengenyangkan perut-perut besarnya. Ada jalanan kecil yang menguhubungkan dengan jembatan panjang. Seorang anak kecil tengah melewati jalanan setapak diantara padang safana dengan sepeda mini meluncur ke sebuah jembatan.

Pemandangan itu yang kerap aku lihat setiap aku melongok kedunia luar. Sore ini ruangan tempat penyekapanku di penuhi dengan macam-macam senjata. Aku tak tahu pasti untuk apa senjata itu, yang jelas jumlahnya hampir mencapai puluhan. Ada yang laras pendek juga ada laras panjang. Ku lihat peluru dalam jumlah ribuan berada dalam kotak kayu panjang. Tak berani aku menyentuhnya karena baru kali ini aku melihatnya.

Tak lama kemudian terdengar kunci pintu terbuka. Ketiga orang yang menculikku itu datang ke ruanganku dengan senjata lengkap menempel di badannya. Yang ku kira ketua itu sudah maju lebih dekat denganku. Hanya sebatas tangan kanan hendak mengambil jemuran. Kurasakan bau badannya mirip kopi tumbuk yang biasa kunikmati ketika akhir pekan. Mungkin dia habis menyangrai biji-biji kopi untuk acara pekanan bersama kawan-kawannya.

Pelan-pelan ia membuka Topengnya. Selanjutnya aku begitu tersentak melihat wajah di depanku yang sudah kenal dengan baik. Seorang Polisi Saryo tersenyum melihatku terkejut. Aku tak mengira kalau bisa berjumpa dengannya dalam tempat seperti ini. Aku langsung menyembur dengan berbagai pertanyaan yang kupendam selama dalam sekapan. Belum sempat aku bertanya, Polisi Saryo sudah duluan memelukku dengan erat. Ia mungkin tahu kalau aku ingin bertanya soal kejadian seminggu yang lalu. Mimik wajahku juga sudah mulai marah. “ Maafkan aku Marko aku terpaksa memukulmu dengan keras. Juga kedua kawanku yang telah membuatmu pingsan.” Polisi Saryo berkata dengan sungguh-sungguh.

Aku mengangguk. Tetapi aku protes.

“ Untuk apa Bapak melakukan semua ini, apa tidak dengan cara baik-baik seperi ayah berbicara kepada anaknya!.”

“ Semua ini untuk keselamatan nyawamu Marko. Kami terpaksa melakukannya. Kenekatan Farah dan Arkon sudah di luar prikemanusiaan. Terutama anak buah Farah yang bernama Arkon dia sanggup memutilasi korban dalam setiap pembunuhannya.”

“ Arkon itu siap Pak. Apa sangat berbahaya hingga terpaksa kalain menyamar sebagai penculik.”

“ Tidak hanya berbahaya Marko, tetapi Arkon seperti punya mata dimana-mana. Ambisi mereka sekarang adalah melenyapkan semua bukti dan saksi yang ada. Termasuk juga pelindung saksi.”

Aku mendengarkan penjelasan Polisi Saryo dengan seksama. Ku teringat Bondan yang hilang dalam peristiwa penyerangan suatu malam.

“ Pak apakah Bondan benar-benar hilang dalam peristiwa penyerangan itu.” ku mencoba menyelidiki. Sekarang rasa marah mulai reda. Pembicaraan mulai terarah.

“ Marko yang harus kamu lakukan sekarang adalah memberikan keyakinan kalau kamu masih hidup kepada keluargamu.”

Polisi Saryo tak menjawab pertanyaanku. Dia malah mengalihkan pembicaraanku pada keluargaku dan Ibu Bararoh.

“ Dengan cara apa Pak, sementara aku disini. Terjebak dalam lingkaran waktu. Dan aku seperti kehilangan arah.”

Polisi Saryo kemudian memberikan ku sebuah kertas dan pena. Akupun mengerti maksudnya. Kutuliskan kata-kata yang membuat mereka percaya kalau aku masih hidup. Lengkap dengan sebuah tanda tangan yang dapat di kenali oleh Ibuku. Ku serahkan catatan sederhana itu ketangan Polisi Saryo. Aku menunggu apa yang akan di lakukan oleh Polisi Saryo. Sementara kedua anak buah setiap Polisi Saryo tampak berjaga-jaga di luar ruangan.

“ Baiklah Marko untuk sementara kamu di sini terlebih dahulu. Kedua anak buahku akan selalu memantau dari sebuah ruangan yang tak terlihat oleh mu. Semua itu demi keselamatanmu”

Aku mengucapkan terimakasih. Sebelum balik badan Polisi Saryo mengucapkan sesuatu yang membuatku terkejut. Amarahku benar-benar mereda. Tujuan Polisi Saryo memang benar. Tetapi seperti itukah cara Polisi melakukan perlindungan.

“ Sekarang kamu berada di Pulau Nusa Kambangan, Insya Allah Farah dan Arkon beserta anak buahnya akan kesulitan mencarimu.”

“ Apa Pak!, Nusa Kambangan.” Aku merinding mendengarnya. Sebuah pulau yang angker dan banyak di huni oleh hewan buas.

Polisi Saryo mengangguk dan menepuk bahuku.

“ Sabarlah Marko kalau Nara tidak bersalah pasti keadilan akan berpihak kepadanya. Setelah menerima surat dari kamu, semua keluargamu juga akan di bawa kesini termasuk Ibu Baroroh. Karena kami khawatir kelompok yang di pimpin oleh Farah akan melakukan hal-hal yang keji kepada keluargamu itu.”

“ Kalau Bapak mau melindungiku dan keluargaku tidaklah harus mengungsi seperti ini.” Aku coba mengelak dari situasi dan perlindungan Polisi Saryo.

“ Polisi Saryo, kirimkan saja orang-orangmu untuk melindungi keluargaku dan Keluargannya Nara. Tak usah di ungsikan.”

“ Baiklah, akan ku usahakan.”

Polisi Saryo undur diri dari hadapanku.

“ Oh ya Marko tolong kau jaga senjata dan amunisi itu, besok kami akan membawa senjata itu melalui jembatan yang kau sering lihat setiap pagi.”

“ Baiklah. Akan ku jaga senjata-senjata itu.” Ku tatap tubuhnya yang hilang dibalik pepohonan besar bersama kedua anak buahnya. Aku kangen dengan keluargaku. Entah bagaimana perasaan Ibuku karena ketiaadaan anak lelaki yang dituakan di rumahnya. Semakin terpencil dalam ruang yang tersekat oleh bermil-mil air laut semakin membuatku tak betah lama-lama tinggal disini. Tidak hanya mentalku yang terus monoton, di samping itu aku juga hilang arah bila tak leluasa gerak langkahku.

Bila nanti Polisi Saryo dan anak buahnya kesini maka akan ku desak agar bisa memulangkanku ke desaku yang kucinta. Walau bahaya mengintai setiap saat. Aku sekarang lebih siap karena ku tahu kalau Farah sebagai dalang di balik kejadian ini. Tetapi yang membuatku bingung siapakah sebenarnya Arkon yang sudah membuat kerepotan para Polisi.


Penulis : San Marta
Ditulis : 2013
Tujuan : Merekam jejak tulisan agar pembaca tahu progres sebuah tulisan dari waktu ke waktu
Tempat : Deplu Tengah-Bintaro-Jaksel

0 Comments:

Posting Komentar