Jumat, 01 Maret 2019

MATAHARI TERBIT DARI BARAT-5

Kawan, sungguh menakjubkan manakala ketika kita menengadahkan tangan kita ke angkasa, bergemuruhlah dada kita akan ada penguasa yang Maha Kekal tak pernah tersentuh kematian. Tetap abadi meski nanti matahari terbit dari barat. Dia yang akan menghakimi tentang perkara-perkara manusia bumi, apa yang telah dikerjakan selama menjadi mahluk bumi. Rakuskah, hingga tega menganiaya lingkungan sekehendaknya. Menyulap tempat menyuap mulut dengan nasi organik menjadi lahan putih berbentuk kotak. Lalu dengan dalih entah berantah menjerat pemasukan dengan langkah yang dianggap amat milenial, menghianati kemanusiaan.

Kawan, sungguh memilukan pekerjaan yang kita idam-idamkan dan bangga-banggakan lenyap ketika jaminan keduniawian sudah selesai kontraknya. Melalaikan kewajiban kepada Tuhan dengan dalih kesibukan yang meninabobokan semangat tempur muhasabah, hingga terpuruk dalam penghianatan iman. Iman tak lagi menjadi perisai dari segala hingar bingar cinta dunia, ya tak munafik kita memang masih di dunia tapi sedikitlah berpikir tentang rasa pengharapan akan keberkahan menyelimuti setiap jengkal langkah kita, lalu endingnya adalah mampu tersenyum di akhir kematian.


Kawan, sungguh mengerikan ketika Firaun mengakui keberadaan sang pencipta alam, malaikat maut sudah tak canggung lagi mencabut nyawa sang pengaku Tuhan. Padahal esok harinya matahari belum terbit dari barat, Nabi Musa dan kawan seperjuangannya masih menikmati esok pagi dengan menatap matahari terbit dari timur, bercengkrama dengan keluarga dan orang yang dicintainya sampai waktu yang tersedia.

Kawan, sungguh mengharukan bila pahlawan yang kita puji selangit pulang dengan kuda perang, berjalan gagah memeluk sang kekasih sekedar mengurangi rasa rindu. Karena esok harinya sebelum matahari terbit dari barat ia harus menyarungkan pedang, memeluk tombak, menjinjing busur, dan berbaju zirah. Kematiannya akan tetap mulia walau harus wafat seperti orang biasa, ini terjadi. Sejarah mencatat sang pedang Allah wafat di pembaringan, meski sebelumnya ribuan kilatan pedang sudah pernah menjadi santapan mata pedangnya. Bahkan kudanya pun ikut larut kesedihan.

Kawan, sungguh matahari dari barat adalah lambang peringatan yang teramat jelas. Kita hanya mencoba menaksir kapan datangnya. Kita hanya menemukan tanda-tandanya, tak ada manusia satupun yang tepat menaksir kapan datangnya. Berharap di akhir kehidupan kita menemukan segala cahaya yang lembut dari pada cahaya yang terbit dari barat.

0 Comments:

Posting Komentar