Sabtu, 02 Maret 2019

Geng Fark

BAB 
Dua Puluh Sembilan 


Malam semakin larut. Farah tengah tertawa sambil membagi-bagikan sejumlah uang kepada orang yang telah membantunya menyelesaikan dendamnya. Hingga Marko dan Nara berada dalam penderitaan yang mendalam. Dendam dan sakit hatinya kini telah terbayar juga.

Farah menyalakan radio butut dan mencari sinyal untuk saluran lagu-lagu keroncong, bila bosan tinggal memindahkan lagu-lagu dangdut yang menyajikakan suara emas bukan liukan tubuh yang tak sadarkan diri. Farah dan kelompoknya sedang melintasi sebuah masa yang telah menjungkirbalikan sebuah peradaban dalam batas yang tidak biasa.

Sebuah kasta-kasta mulai berdengung hinggap di permukaan hati yang di bakar rasa cemburu, Farah yang berkasta Brahmana mulai melampiaskan ke Brahmananya itu kedalam wujud sifat licik, picik, keras kepala, mau menang sendiri, dan segala sesuatu harus sesuai dengan kemauannya. Bila tidak, wujud iblis akan hadir dalam paras cantiknya itu.

Sudah dua jam Farah dan kelompoknya menghabiskan tawa-tawa penuh laknat itu. Beberapa minuman bergambar Topi Miring tergelatak kosong di atas meja kecil di temani kopi pahit bergelas-gelas. Mereka sedang di tanah lapang yang diapit oleh dua buah sungai besar yang sekelilingnya terdapat banyak pohon beringin dan Kamboja. Sebuah tempat yang di anggap angker dan jauh dari pemukiman warga. Sungai besar itu berkelok-kelok mengelilingi desa Kesamen.


“Hai Bondan, bagaimana gadis calon istri Marko apa sudah tak perawan lagi.” Farah bertanya sambil mengunyah kacang kulit.

“ Belum Boss, karena sepertinya ada yang melindunginya dari jarak jauh. Setiap kusuap Polisi Penjaga untuk menjamahnya, setiap itu juga dia bisa melarikan diri dan tidak bisa di ketahui keberadaanya.” Bondan sang provokator itu menjelaskan sambil menundukkan kepala, ia tak berani untuk menatap wajah sang tuannya. Bila berani memandangnya berlama-lama tubuhnya seraya menggigil dan selalu di hantui oleh mimpi buruk di kejar-kejar oleh ular Anaconda jenis monster.

“ Goblok kamu, selama ini saya gaji mahal, tetapi tak becus melaksanak tugas!.” Farah marah besar, perfoma Bondan mulia kehilangan tangan dinginnya untuk melakukan tugasnya secara total.

“ Lalu laki-laki penghuni penjara itu, berhasil memperkosanya.”

“ Tidak berhasil Bos, Nara selalu mendapat pertolongan dari rekan sesama tahanan.”

“ Kerja begitu saja ngga becus, kamu sudah habiskan banyak uang dariku, tetapi hasil kerjamu nol.” Farah Muntab. Bondan tertunduk lesu. Sesuatu yang buruk akan menimpanya.

Seorang laki-laki muda yang di sampingnya tampak acuh melihat kerja rekan teamnya yang baru di kenalnya beberapa bulan ini. Mulutnya menghisap rokok togog hingga kempot pipinya. Setelah itu Ia menenggak minuman perusak akal sehat itu sampai puas. Lalu menghentakkannya dengan keras sampai Bondan tersentak kaget. Laki-laki muda tersenyum mengejek sambil menjetikkan abu rokoknya.

“ Hai bocah tengik, kenapa kau tersenyum begitu belum pernah di bogem hah.!” Bondan merasa tersinggung dengan anak baru yang sepertinya telah menggeser kepercayaan Farah kepadanya. Yang di gertaknya tidak bergeming malah dengan cepat seperti ninja lelaki itu sudah mengalungkan clurit ke leher Bondan.

“ Aghhk.” Bondan merasa lehernya tercekik benda tajam. Di lehernya terdapat sebuah celurit yang berkilar-kilat terkena nyala api unggun.

“ Heh, mulut bau!. Jangan macam-macam ya!. Kamu pernah mendengar berita kematian seorang gadis yang di mutalasi lalu mayatnya di temukan di pinggir kali klawing dua bulan yang lalu.”

Bondan terdiam. Mata clurit itu sudah melukai kulit arinya hingga darah mulai keluar dari kulitnya. Jantungnya mulai berdegup kencang. Belum pernah ia merasa setakut ini. Bondan seorang preman yang tak pernah membunuh hanya pintar provokasi itu benar-benar terkejut karena pemuda yang baru bergabung ternyata punya reputasi yang tidak main-main sebagai seorang penjahat.

“ Kenalin saya Arkon sebagai pelaku mutilasi yang menggegerkan kota Purbalingga itu.” Pemuda yang mengaku Arkon tertawa enteng kepada Bondan yang sudah merasa tersusut. Ujung matanya terpaksa menatap mata Farah memberi isyarat agar dirinya dapat terbebas dari mata clurit yang mengalungi lehernya. Sementara Arkon semakin membisu menikmati moment yang menjadi kegemarannya. Membunuh secara pelan-pelan hingga sang korban menhembuskan nafas terakhirnya.

Mata Farah mengarah pada Arkon dan memberi isyarat kepadanya agar melepaskan clurit tersebut. Arkon lalu melepaskan clurit itu lalu meludah keras ke wajah Bondan yang di penuhi bekas cacar. Ia tak menyangka akan di perlakukan seperti ini oleh pemuda yang baru di kenalnya bebarapa bulan ini. Rekan seteamnya itu ternyata adalah pembunuh berdarah dingin. Kabarnya, dua bulan bulan ini sudah menjadi target penangkapan Polisi. Farah lalu mendekat kearah Bondan. Ia lalu menyerahkan sejumlah uang kepadanya sebagai wujud pengorbanannya selama ini. Membantu dendam Farah kepada Nara dan Marko karena cintanya di tolak mentah-mentah. Tidak ada yang berani menolak keinginan Farah selama ini, bagi yang menolak berarti siap-siap saja hidupnya akan menderita atau akan berakhir di dalam liang kubur. Farah mengklaim dirinya seperti Tuhan yang bisa berkehendak atas segala sesuatu. Ia muslimah yang tak lagi memperhatikan rambu-rambu Agama.

“ Maksudnya apa Boss.” Bondan heran karena mendapatkan sejumlah uang.

“Kau ku pecat!, sebagai gantinya sudah ada Arkon yang akan menggantikan posisi kamu!. Sekarang kamu boleh pulang ke kampung halamanmu!.”
“ Tapi Boss, saya tidak melakukan kesalahan besar dan....”

“ Heh! Bondan kamu tidak dengar apa yang barusan Bos perintahkan atau kamu mau clurit ini membabat leher kamu.” Arkon membentaknya keras.

Setelah menerima uang pesangon Bondan tanpa pamit langsung pergi dari hadapan Farah dan Arkon. Sementara anak buah lainnya mengejek sambil menertawakan: dasar gembel bujang lapuk. Bondan sudah memasuki kepala empat tak kunjung menikah. Selama ini tidak ada yang berani mengatainya. Semenjak kedatangan Arkon ke markas Farah, kerja kerasnya selama ini untuk menjebak Nara tidak ada artinya sama sekali. Bondan merasa kalau dirinya hanya di jadikan kambing hitam untuk melampiaskan kebejatan moral Farah dan Polisi Marno. Kebrutalan Geng Fark memang di lindungi oleh Polisi Marno, oknum aparat yang akn mencoreng nama baik lembaga kepolisian.

Kesempatan ini akan di gunakan oleh Bondan untuk pulang kampung halamannya di luar pulau jawa. Rupanya pekerjaannya selama ini tak membuat tidurnya nyenyak. Bondan ingin sekali kalau tidurnya tidak di gangu oleh perempuan yang terus menarik-narik lengan bajunya dari balik penjara yang gelap lagi menakutkan. Tidurnya selama ini hanya ketika menejalang fajar itu pun hanya sesaat. Bondan merasa sangat tersiksa dengan keadaan seperti ini. Di akhir mimpinya Bondan selalu bertemu dengan perempuan Tua yang menariknya dari tepi jurang yang berisi Buaya pemakan manusia. Kepergian Bondan membuat suasan hening. Sebuah perintah tanpa basa-basi memecahkan keheningan malam.

“ Arkon kamu tahu apa yang di lakukan. Lenyapkan dia tanpa ada jejak dan saksi mata. Lakukan seperti kamu memutilasi gadis yang telah memaki diriku sebagai perempuan murahan.” Farah berkata sambil memeluk manja tubuh Arkon yang mirip pemain bola dari Pantai Gading. Keduanya sudah sering melakukan hubungan tak bermoral di pinggir sungai sebagai wujud kesetiaan masing-masing. Semenjak di tolak oleh Marko kelakuan Farah seperti Germo nomor wahid. Nasihat guru ngajinya ketika kecil seakan meleleh manakala sering melakukan kebejatan moral bersama Arkon. Arkon sendiri juga berubah menjadi monster beringas yang tak di kenali oleh keluarganya dan teman-temannya.

Di ketuai Arkon, anak buah Farah bergerak menyusuri jalanan Desa Kaligondang. Sekarang masih pukul 11 malam. Pukul 3 pagi nanti Arkon dan teman-temannya akan membunuh Bondan tepat di Desa Kaligondang. Kejadian itu akan memperburuk citra Desa Kaligondang sebagai desa yang horor bekas pembunuhan. Juga penghasil pengedar uang palsu seperti yang sering dialamatkan pendatang dari desa lain ketika bercerita kepada sesama pelintas jalanan. Sebuah skenario jahat yang akan memperburuk citra Desa Kaligondang.
***
Bondan amat keletihan membuat raganya terbang dalam dengkuran malam di pos ronda yang kosong di pinggir jalan Desa Kaligondang. Malam membungkus tubuh Bondan yang sudah menyanyikan igauan yang tak menyenangkan. Sebelum tidur Bondan merantai terlebih dahulu sepeda satu-satunya yang terhubung dengan kaki kanannya. Cara mengamankan sepeda yang simple tetapi sangat beresiko.

Suara hewan terdengar menemani Bondan yang tertidur pulas. Para penjalan kaki yang kebetulan melihatnya menganggap Bondan sebagai orang gila yang tak punya rumah. Atau di usir oleh istrinya karena tak becus menjadi kepala rumah tangga. Bagi penjalan kaki amatir malah menganggap kalau tubuh Bondan adalah mahluk jadi-jadian yang paling menakutkan.

Pukul 4 shubuh. Bondan terbangun ketika mendengar suara orang berdengung mirip lebah madu yang akan di pangkas untuk di peras menjelang sarapan pagi. Lambat laun dengungan itu membuatnya merindingkan bulu kuduknya. Suara itu adalah bekas anak buahnya yang kini menjadi budak bagi Arkon juga Farah. Tanpa sempat berdiri tubuh jomad langsung tertarik hingga keluar dari gardu pos. Ia mengaduh menahan sakit. Bondan langsung berdiri mirip vampir hilang stempel. Di depannya tampak wajah pemuda yang telah menjadi saingan berat selama bekerja menjadi centeng bagi Farah. Setelah melihat Bondan kaget, wajah Arkon di tutup kembali dengan kain sarung. Di belakang Arkon tampak wajah-wajah beringas yang telah lama di kenalnya bersiap melakukan aksi kriminalnya.

Rantai yang menghubungkan sepeda dengan kakinya belum sempat di buka oleh Bondan. Ketika ingin melepasnya anak buah Arkon dengan keras menarik rantai tersebut. Pelak membuat tubuh Jomad terbalik ke belakang dengan keras. Kepalanya langsung terasa pusing dan berusaha untuk berdiri menghadapi kemungkinan yang ada. Anak buah Arkon berebutan memukul wajah Bondan dengan beringas. Pada awalnya Bondan dapat memukul balik beberapa anak buah Arkon yang dulu susah senang mengikutinya. Tetapi Bondan kalah jumlah dan tenaga, apalagi badannya terasa lemas karena menahan lapar. Pada detik yang menengangkan wajah dan tubuh Bondan sudah babak belur. Mulutnya mengeluarkan darah segar akibat dadanya di tendang keras beberapa kali oleh anak buah Arkon. Tubuh Bondan di paksa berdiri menyender pada dinding kayu pos ronda.

Arkon maju kedepan dan menatap tajam pada Bondan. Clurit yang terselip di pinggangnya di cabut. Clurit itu di keluarkan dari sarung kulitnya. Wajah Jomad langsung memucat, bayangan ibunya di kampung berkelabatan di pelupuk matanya. Bondan menghiba dan meminta ampun pada Arkon. Rupanya Arkon sudah kepalang memakan doktrin dari Farah agar membunuh Bondan tak berbeka.

Dua orang perempuan paruh baya mengawasai apa yang terjadi pos ronda. Mereka berdua adalah Bu Bar dan Bu Kinar yang akan pergi berdagang ke pasar. Bu Bar meletakkan barang dagangannya lalu melangkah dengan tergesa-gesa ke arah gardu pos. Di ikuti oleh Bu Kinar.

Keduanya sampai tepat di depan gardu pos. Keduanya terhalang oleh rindangya pohon-pohon teh-tehan yang menjadi pagar alami sepanjang jalan. Keduanya langsung berteriak kencang ketika tangan kanan Arkon ingin mengayunkan cluritnya ke arah Jomad. “Heh apa yang kalian lakukan hah. Jangan kau kotori desaku ini. Lepaskan orang itu!, kalau tidak maka saya akan berteriak.” Ancaman dari Bu Bar membuat tangan Arkon berhenti sementara anak buahnya cepat bersiaga.

Wajah Arkon di tutupi oleh kain sarung hingga hanya matanya yang terlihat. Kedua perempuan itu yang tak lain adalah Bu Bar dan Bu Kinar. Cahaya lampu teplok membuat wajah Bu Kinar terlihat jelas. Wajah anak buah Arkon langsung kaget, begitu juga dengan Arkon. Ia begitu kesal kerana yang di hadapai adalah Ibunya Marko. Ternyata Arkon begitu kaget melihat wajah Bu Kinar di depannya dan membuat naluri membunuhnya pelan-pelan mengendur. Ia dan anak buahnya langsung melarikan diri ke arah kebun tebu yang tumbuh memanjang sampai batas desa lain. Kebun tebu itu sebgai tanda kalau tak lama lagi akan melampaui perbatasan antara desa Kaligondang dengan desa lain. Daerah ini memanga paling rawan dan sering terjadi hal-hal yang menakutkan.

“ Mba Kinar. Mereka sangat kaget melihat wajah Mba. Apa mereka kenal dengan Mba.”

“ Aku tak tahu Bar, yang jelas mereka juga kaget mendengar ancaman mu.”

“ Sekarang kita lihat laki-laki itu saja , sepertinya terluka parah.” Ajak Bu Bar.

“ Ya, baiklah.”

Dua orang perempuan beda umuar melangkah maju menghampir tubuh Bondan yang terkulai lemas menyender pada pos ronda. Mata Bondan melihat samar-samar kedua perempuan menghampirinya. Tak lama kemudian Bondan tak sadarkan diri akibat luka yang di deritanya. Ia tak menyangka kalau dirinya masih di berikan kesempatan untuk hidup. Dalam pingsannya Bondan melihat wajah Ibunya sedang menjalankan sholat di kamarnya sendirian, dan melihat dirinya sedang terpasung kuat pada kayu yang di dirikan di tepi jurang. Sekolompok orang berbaju hitam ingin melemparkan dirinya ke dalam jurang yang merah oleh api. Hujan lebat turun memadamkan api yang membara di bawah jurang sana.

Setelah itu datang sekolompok orang berbaju putih melakukan pembebesan terhadap dirinya dari pasungan dan sekompok berbaju hitam . Tubuh Bondan lalu di bawa keruangan serba putih, ia menengok ke jendala. Terlihat pelangi indah muncul di balik awan di sertai burung camar bertengger di atas pohon murbei. Dari balik pohon murbei itu Bondan begitu kaget dan menangis karena Ibunya sedang menuju ke ruangan putih dengan membawakan makanan kesukaannya.

0 Comments:

Posting Komentar