Rabu, 02 April 2025

Senjata Jitu

BABAK 24
Wajahnya tak riang ketika sampai di sekolah, ia hanya duduk di beranda, tak mau masuk ruangan. Tempat yang biasa membuatnya nyaman di pagi, jika datang lebih awal. Ia mungkin akan keriangan yang sempat ia nikmati bersama teman-temannya.

Sampai jurnal selesai, anak-anak lain sudah sibuk untuk berpindah ke kegiatan yang lain. Ia tetap saja mematung, mengurung diri dalam diam, serta mengosongkan sejenak pikirannya.

Bahkan sampai kepada kegiatan kudapan pagi ia terus saja membisu. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh anak sekecil itu.

Meragukan apa menu sarapan, rasanya juga tidak.

Rumahnya juga kebanjiran, rasanya juga tidak. Tak ada informasi banjir dekat-dekat sini.

Pelan-pelan ia beringsut dari tempat duduknya. Menggeser pelan-pelan tubuhnya ke arah kami. Tempat circle time, dimana kudapan pagi sedang kami nikamati bersama.

Ia duduk di samping sang guru. Menempelkan sejenak tubuhnya. Memberi kode agar ia diperhatikan.

"Ini bagianmu nak, kau mau," ucap sang guru.

Ia mengangguk disertai senyuman. Senyum yang sekilas seperti senyuman kelicikan. Sekecil itu, dari mana ia belajar tentang senyuman yang menipu. Membuat kamuflase.

Rupanya hanya sejenak ia tampak manis. Pada jam berikutnya sikapnya kembali lagi. Mematung dan membisu. Bahkan ia kembali lagi dari kelas Matematika dengan wajah pundung berlipat-lipat. Ia mungkin meragukan kemampuannya sendiri tentang ilmu hitung. Atau ada hal lain?

Jadwal matematikan telah membuatnya tertekan sejak dari rumah. Ini hanya asumsi semata. Bisa jadi ada suasana yang membuatanya menjadi sangat moody. Ataukah ini senjata jitu yang sedang diperlihatkan kepada gurunya. Ini tampak rumit sekali.

Mari kita coba dan coba. Semoga selalu ada perubahan.

0 Comments:

Posting Komentar