Ayah melihatmu 'terkapar' lagi di UKS berwajah malas ke kelas. Ayah tak mampu memberi semangat yang kau maui. Sementara perjalanan hidupmu masih panjang. Ada banyak hal yang belum kau pahami hingga kau memilih untuk berlari dari masalah yang sedang menderamu di awal-awal kelas tiga.
Pekan lalu kau memberi pilihan sulit pada ayah bunda. Bahwa di kelas-di kelas barumu nanti, jika ayah memberi kesempatan padamu untuk mengiyakan bahwa pindah sekolah adalah satu-satunya cara agar kau bisa keluar dari ketidaknyamanan di kelas. Kau sering menyebutnya bully, ayah tak tahu dari mana kau menemukan kata yang horor itu. Apakah kau mendapatinya ketika kau pernah berantem dengan kawanmu, lalu kakak dari temannya menghasut seluruh gang di rumahmu agar menjauhimu. Itulah bully yang kau maksudkan itu. Maaf ayah belum bisa memahami isi pikiranmu seutuhnya. Jangan-jangan kau menyerap pijakan dengan cara yang kurang tepat. Sementara kau punya seperangkat alat yang kau bisa gunakan untuk membalasnya. Tetapi kau enggan, apakah ayah perlu merubah redaksi bahwa beladiri bukan untuk berantem menjadi beladiri digunakan ketika kau mendapatkan bully lagi.
Ayah sedang mencari ramuannya. Agar kau kuat menjalani masa-masa kecilmu dengan ceria. Apakah ayah perlu mengubah cara belajarmu menjadi home schooling agar kau kembali ceria seperti kelas-kelas kecil dulu.
Kau pernah cerita tentang bagaimana menahan amarah ketika tersudut dalam bully yang pernah kau alami ketika tak ada mata awas dari orang dewasa sekitar, sang pembully begitu leluasa melancarkan ambisinya untuk menaklukkan setiap yang lemah agar bisa puas, atau setidaknya bisa menujukkan sesuatu yang lebih dalam bentuk apapun. 'Katanya' sang pembully mendapatkan perlakuan kasar dari ayahnya. Hingga dalam kepalanya bisa kau bayangkan dalam kepalanya meredam amarah dengan amarah lain. Kau bisa membayangkan betapa menyedihkan waktu-waktu di rumahnya, jika kau bisa membantunya menemukan cara lain agar tak menumpahkan kekesalannya dengan cara bully. Jika kau mampu.
"Dia punya mata yang menyedihkan," ungkap sang anak.
"Bisa kau ceritakan." Tanya ayah
"Seperti mata sapi yang habis disembelih yah ketika Qurban, sebenarnya kasihan. Tetapi ia bisa menyebalkan jika tersentuh sedikit dan ia tidak terima bisa jadi masalah yang runyam."
Lalu kau membayangkan akan terjadi hal-hal yang buruk jika kau membalasnya. Kau pun menyadari dengan selangkah lebih, betapa keputusan adalah segala sesuatu yang mahal dibanding apapun. Keputusan mengurungkan niat, melihat dampak lebih besar yang bakal ayah terima. Hatimu begitu lembut nak, padahal kau sedang serapuh-rapuhnya perasaan.
Untuk sekarang kau bertahanlah sedikit saja, maka jalan panjang ketakutan-ketakutan itu akan hilang bersama kekuatan-kekuatan yang kau munculkan sedikit demi sedikit pada derita menakutkan bernama bully.
Satu kali kau bertanya tentang orang yang bunuh diri pada ayah. "orang yang bunuh diri adalah orang yang tidak kuat menahan ketakutan dari bayangannya sendiri, memiliki konsep diri yang rapuh, dan tentu saja ia di hadapkan pada kekuatan yang tidak bisa ia lawan sendiri. Yaitu kekuatan untuk menolak patah. Jika mereka bisa bangkit dari kerapuhan itu dan bisa menghadapi kenyataan pahit lalu mengubahnya menjadi keyakinan berkobar, maka tiang gantungan akan menggantung angin dan senyap. Tak ada orang yang gampang sekali menyelesaikan masalah dengan bunuh diri."
Selangkah adalah rasa yang kau bangkitkan kelak dikemudian hari menjadi semacam perisai dari kecemasan dan situasi yang mestinya kau bisa pudarkan dengan sedikit humor dan bercerita pada ayah bunda di rumah agar hidup yang berwarna itu tak cepat-cepat gelap. Bila kau terpaksa berkawan dengan kegelapan kau bisa menaburi dengan ribuan bintang yang kau ciptakan semudah membalik telapak tangan.
Sementara itu dari ayah. Kau kuat-kuatkan hatimu dan teguhkan dalam-dalam.
0 Comments:
Posting Komentar