BABAK 50
Seorang lelaki dari Bogor, menurut kabar orang. Sehari-hari bekerja sebagai pedagang kembang. Lelaki tua itu sering kujumpai ketika melintas di sepanjang jalan pondok benda. Wajahnya sebagian tertutupi topi biru lecek. Ada bopeng bekas cacar yang ada dibagian hidungnya. Ia kerap istirahat di warung Mpok Lela untuk sekadar minum kopi. Warung Mpok Lela juga menjadi terkenal karena sering memberikan utangan dengan bayar ntar-ntar. Jika sudah kebangetan utangnya ia akan menyediakan Ten tawar meski pelanggannya memesan kopi, para pelanggan mafhum dan lebih banyak menutupi wajahnya dengan topi legen nya.
Setelah itu ia menjajakan kembang nya pada rumah-rumah yang pintunya tampak terbuka. Sebagian meladeni sabar tawarannya, tak sedikit yang menutup pintu sebelum kata pertama keluar dari mulut pedagang kembang itu.
Setiap sore ia kembali ke warung Mpok Lela dan duduk di bawah pohon asem ketika secangkir teh datang dibawakan.
"Hidup kok begini ya Mpok?"
"Memang begini hidup sabar ya, Allah punya caranya sendiri melindungi hambanya."
"Tuhan telah meninggalkan saya sejak lama."
"Hussh, ngomong sembarang, tak pernah Tuhan meninggalkan hambanya yang ikhlas."
"Aku benci hidup ini."
"Cintailah hidup ini, jiwamu akan tenang, usahamu akan berkah."
"Tak ada gunanya."
Satu pekan kemudian.
Seorang pelanggan datang tergopoh-gopoh.
"Mpok!, pedagang kembang yang biasanya pesan teh tawar mati gantung diri!"
"Dimana!
"Pohon rambutan! dekat gang mandor!"
"Ya Allah, kita kesana."
Sampai di sana pedagang kembang itu sudah banyak di tonton orang, aku benci sekali kenapa harus ditonton. Wajah pedagang kembang itu lebam biru lidahnya menjulur. Memakai kaos lengan panjang biru juga.
Mpok Lela mendekati gerobak yang ditinggalkan. Ada baju seragam SD yang terbungkus plastik transparan. Ada tulisan "maaf yak dek, bapak nggak bisa pulang"
0 Comments:
Posting Komentar