Kamis, 24 Juli 2025

"Therapy"

BABAK 95
Saat hujan turun deras. Ayah masih memelototi buku yang baru saja di beli lewat toko maya. Kadang ayah juga berkendara sejauh 3 kilo meter untuk membeli buku di loakan. Katanya buku-buku diloakan membuatanya nyaman, kalau ayah pusing ia akan pulang telat, biasanya sampai rumah ketika azan maghrib berkumandang. Kalau kondisi lagi teratur si kecil lagi nyaman dengan ibunya. Ayah akan mengajak adikku yang nomor 3, Qeis Nurmagomedov. Kalau tidak diajak, Qeis akan ngambek, suasana rumah bisa kacau karena tangisan minta nyusul ayah ke Masjid belakang rumah. Selesai sholat ayah akan menggendong adikku yang nomor 4, dia baru berusia 8 bulan. Adikku yang nomor 4 ini, sedang berjuang. Di banding dengan kedua kakaknya yang lahir utuh. Qoqo Nurmagomedov, Allah beri hadiah yaitu lahir tak punya anus. Aku sempat kasihan ngliat ayah dan bunda yang terpukul sekali, tetapi mereka tampak kuat dan menerima Qoqo dengan lapang dada. "Ini rezeki dari Allah, dan tak perlu menyalahkan siapa-siapa," begitu ucapan ayah ketika tengah malam. Aku pura-pura tidur, agar ayah bunda tenang dalam ngobrol. Aku lebih senang mereka ngobrol daripada diskusi nggak jelas, lalu berujung berantem.

Ayah dan Bunda masih berantem, tetapi berantem mereka agak lucu, cepat meledak, cepat juganya reda. Bila sedang berantem aku agak khawatir, takut ayah nggak bisa kontrol. Syukur Alhamdulillah aku belum pernah melihat ayah pukul bunda, jangan sampai. Justru aku sering ribut sama ayah, kadang ayah main "fisik" tetapi masih terkontrol. Ayah tak pernah menyubit. Tendangannya sangat jika mendarat di pantat. Ayah sudah mengukurnya. Aku sudah kelewat batan. Mengganggu saat solat. Emang aku yang salah juga. Kalau ayah sudah main "fisik biasanya aku sudah melampuai batas. main "fisik" aku yakin ayah masih ngukur-ngukur, kalau nggak pasti berabe. Ayah dulun dari SMP sampai sekarang punya anak 4, masih latihan beladiri. Apalagi waktuku kecil, sering kutemui ayah sedang nonton MMA hampir tiap hari, jadi lebih ngeri lagi. Di tambah kedua adikku diberi nama belakang Nurmagomedov, satu nama petarung dari Rusia-desa Dagestan. Membuatku senang sekaligus cemas, kalau lagi marah ayah mengerikan. Sejauh ini ayah lebih sering berdebat di banding main "fisik". Itu melegakan buatku. Aku sebenarnya kasihan kalau ayah marah, ia kelihatan sedih banget ketika setelah marah-marah, nafsu makannya turun dan langsung tidur biasanya. Beberapa hari kemudian pasti mengeluhkan sakit badannya. Kejadian main "fisik" itu bisa dihitung, setahun bisa dua atau tiga, tidak tiap hari. Lagi-lagi kalau aku sudah melampaui batas. Bila tak menghadap selepas mahgrib untuk mengaji, main game kelamaan, tidak bantu bunda, sholatnya ditunda-tunda. Pernah ayah marah-marah sambil berucap. "Itu semua buat kamu, bukan buat ayah, ayah nanti tua dan nggak bisa berbuat banyak. Kamu harus lebih bertanggung jawab dong!"

Paling 'senang' kalau ayah pergi beberapa hari untuk pendampingan murid kemah. "Jaga rumah, bantu ibu, kalau ada orang ketuk pintu, lihat dulu dari jendela, jaga adik-adikmu!" Aku menjawabnya sambil cengengesan dan pegang HP, mobile legend yang sedang kumainkan. Ayah melirik saja. "Jangan lupa solat, ayah berangkat?" begitu katanya. Lalu ceremonial peluk-peluk dengan bunda dan ketiga adikku. Qeis biasanya akan mengantar sampai gerbang garasi rumah. Adikku yang ketiga memang agak lain, lebih intim, mungkin ayahku sudah lebih siap ketika ada Qeis dan Qoqo. Aku dan QQ kebagian pendidikan semi militer, mungkin untuk jaga-jaga. karena Adikku masih kecil.

Kemudian selain beladiri ayah hobi koleksi buku-buku kesayangannya. Jika waktu senggang ayah akan ngelap-ngelap buku dari debu. Biasanya buku yang sudah dibaca akan ditata lebih rapi, yang belum dibaca akan diletakkan di rak paling atas. Makin ayah suka dengan buku itu, makin sering bolak-balik mengambil buku. Entah itu sedang makan, gendong Qoqo, atau lagi mules di kamar mandi. Di kamar mandi ayah lebih suka membawa buku untuk dibacanya. Aku kadang heran, bunda saja nutup hidung kalau lagi BAB, kalau ayah malah betah untuk membaca dua atau tiga halaman. Pernah adikku QQ mendapati Novel Ayah yang baru di beli-24 Jam bersama Gaspar kehujanan. Sepulang mengajar wajahnya sedih sekali tetapi lucu. Tangannya menerima buku dan langsung di jemur sebentar. Malamnya novel itu di kipasi 24 jam sampai novel itu benar-benar kering tiap halamannya.

"Apa enahknya sih membaca yah? kataku ketika suasana sedang enak.

"Senang aja, kayak kamu main hujan. Kalau kamu main ujan senang nggak?"

"Seneng."

Ketika hujan deras dan tak ada petir ayah sering mengizinkan aku dan QQ untuk main hujan, ia pernah juga main hujan. Rasanya nyaman banget. Semua beban lepas, seperti sekolah nggak ada PR. Enteng dan santai. Mungkin ayah nggak larang aku dan QQ main hujan karena ia tahu betapa asiknya main, hujan deras nan lebat membuatku tetap kuat. Aku seperti minum vitamin banyak. Kalau soal batukku, kayaknya aku kurang istirahat dan selalu minum dingin. Belakangan tiap malam jika ayah tak lupa, ia akan memberiku sesendok madu untuk memulihkan tenaga dan mengurangi batuk. Kalau ayah dengan buku, aku lebih suka dengan hujan, dan juga main game. Ayah 'nggak pernah' main game, mungkin sesekali saja. Lebih banyak bantu bunda dan masak. Buku, bikinin masakan, jaga anak, bantu bunda, ngajar, cari ilmu adalah kesukaan ayah yang membuatnya terus tampak kuat dan sehat. Kata orang pinter itu namanya therapi. Ayah hanya sesekali sakit itu pun hanya flu saja. Nggak lama. Sehari-harinya ayah masih menyempatkan olahraga, biasanya kulihat ada barbel besar, pushup, situp, dan kadang-kadang main bola.

#Diary Ayah 13#

0 Comments:

Posting Komentar