Ini era dimana guru-guru pada fase yang berbeda. Merekalah yang akan menjadi penentu bagi seluruh kebijakan yang digelontorkan oleh pemilik yayasan. Entah itu 'menyenangkan' atau tidak sesuai dengan dirinya-kebutuhan pribadinya. Pandailah untuk menatap seluruh kebijakan agar tidak jatuh kedengkian memandang segala sesuatu dengan kacamata kuda, dengan lensa lalat. Yang muncul kemudian kedunguan untuk menepati seluruh janji-janji dirinya pada yayasan dan memilih merusaknya dengan cara licik dan picik. Meragukan mereka sebagai pengampu kebijakan sama saja memberikan tali kekang pada seorang gila, kecuali mereka ini sudah melakukan kezoliman terstruktur, hingga kezoliman menurunkan harkat dan martabat seorang inci demi inci, sampai titik guru layaknya sebagai buruh pabrik, bahkan robot untuk melakukan pekerjaan menyewakan jasa.
Hal diatas sekelumit saja jika mau diteruskan bisa mendapatkan pengalaman berpikir yang dalam tentang bagaimana memperlakukan pikiran kita atas nama kebijakan.
Diantar banyak fase, mari sejenak ambil fase dimana guru-guru sedang ditantang untuk mempertajam rasa 'malu' atas dirinya, pikirannya, dan juga fisiknya. Bukan bermaksud untuk melukai diri dengan beragam kegiatan, tetapi melatih pikir untuk daya juang yang lebih panjang. Agar nantinya pengabdiannya dihitung dan timbang pada derajat yang tak terhingga, hingga lapang semua tempat istirahat, dan beroleh senyum seindah air jernih dari pegungungan. Cekap semanten.
0 Comments:
Posting Komentar