Lima
Beberapa waktu lalu, saya diberi kesempatan oleh Pusat Bahasa untuk bicara di depan guru-guru bahasa Indonesia se-Jakarta dan sekitarnya, membawakan topik tentang penulisan kreatif. Dan saya agak terkejut ketika acara dimulai. Saya berpikir bahwa apa yang saya sampaikan mungkin tidak akan berhasil ketika saya memperhatikan wajah-wajah para guru yang hadir di ruangan. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang tampak tidak memiliki kepercayaan diri.
Kita tahu,di tengah hasrat sejumlah sekolah, terutama di kota-kota besar, untuk meningkatkan diri menjadi sekolah bertaraf internasional, yang dengan bangga mengumumkan bahwa proses belajar-mengajar disampaikan dalam bahasa Inggris, guru bahasa Indonesia tiba-tiba seperti dihinggapi perasaan minder bahwa dirinya hanya variabel pelengkap yang sama sekali tidak penting. Mereka merasa diabaikan oleh murid-murid. Jadi, saya pikir, pada orang-orang yang merasa dirinya tidak penting, sebagus apapun materi yang saya bawakan, ia tidak akan pernah bisa memberikan inspirasi. Anda tahu, apa yang kita sampaikan akan dicerna dengan baik, dan dijalankan, hanya oleh orang-orang yang bersemangat, yang selalu memiliki harapan baik di dalam benak mereka. Orang-orang yang merasa kecil dan minder biasanya cenderung resisten.
Maka, saya katakan kepada mereka bahwa dalam pengalaman saya sebagai murid, guru bahasa Indonesia adalah guru yang paling penting. Penguasaan kecakapan berbahasa merupakan hal paling mendasar bagi keberhasilan pembelajaran. Tujuan pendidikan hanya mungkin tercapai ketika siswa memiliki kecakapan menggunakan bahasa. Dalam proses selanjutnya, bahasa adalah perangkat kunci untuk mengembangkan pemikiran dan mengutarakan pendapat. Ilmu pengetahuan tersebar dan berkembang melalui bahasa. Saling pemahaman juga tercapai dengan bahasa. Hidup bersama dalam masyarakat juga di dasari oleh penggunaan bahasa. Karena itu, menurut saya, sudah sepatutnya kecakapan berbahasa menjadi tujuan utama pendidikan, utamanya pendidikan dasar. Tanpa penguasaan kecakapan berbahasa, transformasi pengetahuan dan seluruh nilai-nilai kemanusiaan niscaya akan gagal.
Sekarang, dalam serbuan pemikiran tentang perlunya menguasai bahasa asing,juga dalam gairah anak-anak muda untuk berbahasa alay, kita merasakan semakin pentingnya menjadikan diri gigih dalam pergulatan dengan bahasa. Ia mendasari kecakapan kita untuk menyampaikan pikiran, menyampaikan gagasan, menyampaikan pendapat. Ia mendasari struktur berpikir kita. Tentu saja menguasai bahas adalah yang penting. Itu akan memperluas cakrawala pergaulan dengan dunia yang lebih luas. Namun, itu adalah hal berikutnya setelah kita menguasai kecakapan berbahasa Indonesia. Karena itu saya pribadi sangat senang ketika sayembara menulis novel kali ini menetapkan pemakaian bahasa Indonesia yang baik sebagai salah satu kriteria penjurian.
Oleh A.S Laksana (dalam makalah: Sayembara Novel dan Upaya Memunculkan Insiden dalam Kesastraan Kita)
0 Comments:
Posting Komentar