Kamis, 07 Februari 2019

Tentang Umar

3. Sepeda Onta


Sepeda Onta melaju menembus jalanan sepi desa Kaligondang. Di belakangnya ada seorang wanita yang tengah membonceng sambil memeluk pinggang Umar. Suasana masih gulita, mereka berdua di temani oleh bintang dan rembulan. Dingin sekali, ini musim kemarau yang panjang. Bunyi khas dari roda yang terus bergerak menciptakan alunan nada yang harmonis.

Melewati persawahan dan bulak panjang mereka sesekali berpapasan dengan para pedagang yang ingin berjualan ke pasar terdekat. Gerobak penuh muatan sayur dan mayur sedang di jalankan oleh seorang laki-laki paruh baya yang terlihat kekar. Umar menyapa sebagai bentuk kepercayaan sebagai sesama pedagang.

Pukul 5 pagi Umar dan istrinya sampai di pasar. Umar pamit untuk melakukan kegemarannya berkeliling kota Purbalingga sambil menikmati denyut nadi kehidupan sampai keletihan mendera lalu ia akan kembali menjemput istrinya setelah matahari menghangatkan punggungnya. Tangan kanan Umar membelai lembut stang sepeda. Sayang ia harus membagi kenyamanan dengan terus berpacu dengan kehidupan. Kehidupan tak selalu mulus ada saja cacat yang menguji setiap detiknya. Kita tak bisa melawan kejadian yang sudah terjadi, itu bagian dari penguatan mental agar tak mudah tenggelam dalam arus penghinaan, fitnah, iri, dengki bahkan makar-makar yang menyakitkan. Salah satu tetangga yang punya profesi yang sama dengan Umar dan Istrinya selalu membuat rekayasa yang menguras  kesabaran.


Seperti kemarin pagi, ketika sang tetangga mengawali paginya dengan menyindir Umar sebagai lelaki kere, miskin, dan pendatang haram. Umar gondok, hatinya terbakar, Umar melakukan hal di luar dugaan, yang membuat istrinya ingin tertawa. Sepasang suami istri itu dapat kentut besar, besar sekali hingga dapat menerbangkan seekor kupu-kupu. Sepasang suami istri yang punya kebiasaan makar dengan makian itu dapat suara kentut yang membahana. Umar membalasnya dengan cara yang aneh. Kurang sopan tetapi lebih baik dari balas menghina, sang tetangga, couple, sepasang suami yang gemar menciderai Umar dan istrinya ketika berangkat ke pasar.

Tapi pagi telah menghangatkan hatinya yang terluka, terlalu mahal untuk berpikir ulang membalasnya, bagi Umar sang waktu adalah sang pembalas terbaik, ia tak perlu melakukan, hanya menghabiskan energi saja, mesin waktu terus bergulir, Umar akan bereaksi dengan hal-hal besar, membesarkana anak dengan cara lurus, bukan cara menguntit atau menipu, misinya besar, kata-katanya mujarab. "Nak, ayah tak mewarisi harta melimpah, tetapi ayah berusaha mewarisi sebuah ilmu dengan cara kalian menuntut ilmu sampai liang lahat." Konsepnya sederhana tapi sangat membumi.

Istrinya menunggu di bawah pohon Cheri, sambil menggendong Rinjing yang kosong, Tape yang dibuatnya mampu menyihir para pelanggan untuk memborong lebih banyak dari biasanya. Sebagai istri, Gina tahu watak Umar sampai hal-hal yang kecil. Senyum lebar Gina menyambut Umar ketika lelah mengayuh sepeda onta sampai ke tujuan yang ia sukai.

Umar memarkirkan sepeda onta dan duduk di samping Gina. Teh hangat dan Ketan bintul yang Gina sediakan mampu mengusir segala kedengkian yang ia terima dari sorot mata para pendengki." Ayah tak capai dan bosan berkeliling sepeda." Gina bertanya sambil mengunyah ketan bintul.

" Ayah tak pernah bosan untuk mengayuh sepeda onta ini, mungkin takdir yang akan memisahkan sepeda ini dengan ayah."

" Ini baru awal." Kata Gina.

" Ya, kau benar. Selalu awal bukan akhir, karena tak ada akhir kalau tak ber-awal."

Mereka berdua beranjak dan pulang. Gina membonceng di belakang. Tangan kanan Gina memeluk erat pinggang Umar. Keduanya pulang untuk menata ulang sejarah. Sejarah harus dicipta bukan menunggu sejarah. Keduanya terus berkelindan dengan nasib. Bagi Umar, nasib adalah titik-titik usaha tak kenal lelah untuk menciptakan takdirnya sendiri. Karena semua mahluk di atas bumi sudah ada rezekinya, tinggal kita mencari dengan garis yang telah ditentukan. Soal banyak sedikit tak jadi soal. Umar meyakini, bahwa sang penggenggam langit dan bumi menyukai proses bukan hasil. Karena proses adalah bagian dari garis-garis nasib, sedangkan hasil adalah bonus dari proses.

Sampai di rumah di sambut tawa riang anak-anak. Tawanya selalu saja merobohkan lelah hingga berubah energik, bola mata anak-anak menanti keputusan yang akan menjawab semua kegelisahan waktu. Sang anak adalah pewaris sejarah Umar dan Gina. Sang nenek tersenyum dari jauh, menatap cucu, anak, dan menantu punya kesamaan dalam menangkap takdir. Sejarah mestilah di buat, agar jejaknya tak lenyap di atas batu nisan.

0 Comments:

Posting Komentar