Minggu, 17 Februari 2019

Persahabatan Kiki dan Eza

Walau hidup di pulau yang berbeda, Kiki dan Eza kerap kali bertemu setidaknya sepekan sekali ketika hari libur tiba. Kiki tinggal di pulau Jambu. Sementara Eza tinggal di pulau Kelelawar. Persahatan mereka sudah terkenal, banyak penduduk pulau yang memuji kedekatan mereka, bahkan menjadi semacam model dalam persahabatan.

Suatu pagi yang cerah, kiki keluar dari rumah untuk menatap pulau Kelelawar yang terlihat kecil di sana, tempat Eza tinggal. Tiba-tiba bola matanya membelalak, lututnya gemetar, rahangnya mengeras, nafasnya naik turun, Kiki tak percaya asap tebal pekat membumbung tinggi yang berasal dari pulau Kelelawar.

Dalam kecemasan, Kiki memanggil ayahnya. Keduanya melihat pemandangan yang mengerikan itu. Tanpa menunggu lama, keduanya lari ke arah perahu tempel yang bersandar tak jauh dari mereka. Hati Kiki pilu dan ragu-ragu apakah rumah sahabatnya menjadi korban api. Keduanya tak banyak bicara, mereka beradu pandang setiap jarak semakin dekat dengan pulau Jambu.


Satu jam kemudian, perahu tempel merapat di dermaga pulau Kelelawar, mereka di sambut warga pulau yang panik. Dari hiruk pikuk yang terjadi, telinga kiki mendengar kabar yang memilukan, bahwa rumah sahabatnya menjadi salah satu korban keganasan api, atau rekayasa api yang berasalah dari manusia penuh dengki.

Keduanya berlari menuju rumah Eza, sampai di rumah Eza, rumah sudah runtuh dan rata dengan permukaan bumi. Eza duduk di atas pohon kelapa, di sampingnya Ibu dan Ayahnya yang di temani peralatan rumah tangga, baju, peralatan sekolah, yang masih sempat di selamatkan oleh aksi heroik ayahnya. Meski harus merelakan lengan kanannya melepuh tersengat jilatan api.

Sepekan kemudian, perahu tempel milik ayahnya Kiki merapat di dermaga. Dua buah karung besar ia panggul sendiri. Kiki berjalan cepat mengimbangi langkah besar ayahnya. Sampai di depan tenda besar berwarna coklat. Ayah Kiki menurunkan dua karung besar. Ayah Eza keluar dari dalam tenda, terkejut melihat dua buah karung besar tergeletak di depan tendanya.

" Bang Bona hanya ini yang bisa kami bantu." Ketika ayah Kiki membuka isi karung itu, ayah Eza memeluk erat tubuh ayah Kiki. " Terimakasih bang Zuma, dengan cara apa kami membalasnya." Jawab bang Bona.

Eza keluar dar tenda besar bersama ibunya. Melihat sebuah dua patung Emas hasil temuan keluarga Zuma, Eza tahu benda itu sangat berharga dan tentunya sangat mahal. Eza mendekat dan menjabat tangan Kiki, mengucapkan banyak terima kasih.

Dua patung emas di lelang di kota Agon. Salah satu kota independent tak mempan intervensi manapun. Menawar harga tinggi hingga nilainya mampu membeli sebuh pulau. Eza dan ayahnya seperti tak mampu menapak, betapa mahalnya patung Emas itu.

Satu tahun kemudian rumah besar megah mengelilingi pulau Kelelawar, lengkap dengan benteng-benteng tinggi berlapis, di dalamnya rumah-rumah penduduk lengkap dengan ornamen-ornamen kesukaannya. Keluar masuk harus melewati satu pintu besar, keamanan lebih terjaga, kemurahan dan kebijakan Bona menjadikan pulau Jambu yang paling kuat dan aman, dari para bajak laut yang transit untuk memaksa para penduduknya menyerahkan seluruh hasil lautnya ke tangan-tangan kasar para bajak laut.

Satu pagi yang nyaman, seorang penjaga gerbang pintu masuk pulau Kelelawar menggedor pintu rumah Bona dengan keras. Seluruh penghuninya bangun dan keluar.

" Bang Bona!, pulau Jambu di serang bajak laut, banyak rumah yang dibakar."

" Eza cepat kau kenakan baju perang, ikut ayah. Dan kau kumpulkan para pemuda pemanah, ahli pedang, dan tombak, kita jemput orang yang selamat di pulau Jambu!."

" Baik bang Bona." Panjaga gerbang lari menunaikan tugasnya.

Di pulau Jambu, Kiki meringkuk di dalam bawah tanah, Ibunya tengah hamil besar, dan ayahnya memegangi tombak sambil gemetar, sekujur tubuhnya penuh sayatan pedang milik para bajak laut.

Malam makin larut. Tetapi para bajak laut masih terdengar teriakannya, hingga satu jam kemudian deru mesin kapal bajak laut meninggalkan pulau itu. Kenapa bantuan dari pulau kelelawar begitu lama, dalam perjalanan mereka harus bertarung dengan border yang berisi pasukan terlatih armada inti bajak laut. Pertempuran berlangsung hingga larut malam. Hingga mereka terlambat di pulau Jambu.

" Kiki!, dimana kamu!" Eza berteriak.

Kiki terbangun, wajahnya ayahnya memucat, Ibunya mengejan kesakitan. Kiki terpaksa meninggalkan ayah dan Ibunya dan menyonsong Eza beserta bala bantuannya

0 Comments:

Posting Komentar