Selasa, 12 Februari 2019

Novel Frans Maki

Bab 8

Tragedi Peci Hitam
Part 2


" Anda tidak mirip dengan Tama, jangan pernah ngerjain saya Pak. Saya Aris yang sudah malah melintang di dunia perburuan, tak mudah untuk ditipu. Hei Tama sejak kapan kau punya ayah sehitam ini." Aris sudah kelewatan, wajah Tama mengeras.

" Bang Aris, jaga bicaramu!, itu benar ayah Tama. Kau ini kenapa!." Seru Frans.

" Kau bilang apa Frans, kenapa kau bela Tama, sejak kapan kau jadi pembelot, kalau tak ada saya waktu mencari Faisal, maka Tama pulang tinggal nama."

" Hei anak muda!, jika bukan ayahmu teman lama saya, maka dari tadi sudah hajar kamu, saya ini ayah Tama, kau lihat tanganku yang cacat ini, saya dulu bertarung dengan seekor buaya, kau tahu siapa yang saya tolong hah!."

" Siapa?." Tanya Aris.


" Tentu saja ayahmu, kalau kamu merasa anak yang berbakti tentunya kamu bertanya kenapa kaki kirinya ada luka parut yang mengerikan, dan kau tahu ayahmu sangat tangguh, sampai sekarang mencari madu hutan untuk memenuhi para pelanggan, yang dengan itu kamu bisa sekolah, kenapa kau berbeda sekali dengan ayahmu hah, dia tak pernah menghina orang, melecehkan, melemahkan, atau menciderai harga diri orang lain, seperti yang kau lakukan hari ini. O ya satu lagi, siapa yang menolong ayahmu dari sergapan buaya lapar, siapa hah!, kau tahu tidak!."

" Siapa? Tanya Aris, wajahnya gugup.

" Saya yang menolong ayahmu, maaf saya terpaksa mengatakannya. Saya rasa posisi kita impas. Terimakasih sudah menolong Tama, saya hargai itu, dan soal Peci yang kau ubah menjadi topeng Afrika, peci pemberian kakek Tama yang ada di Jakarta, bahkan kata kakek Tama peci itu pernah di pakai oleh si Pitung sebelum memakai peci merah. Peci itu sangat bersejarah. Apa kamu sanggup menggantikannya." Tanya ayah Tama dengan intonasi suara yang lebih datar.

Pak Ustadz datang di saat yang genting. Baru kali ini Aris benar-benar kena batunya, kesembronoannya telah membuat dirinya terjatuh dalam lembah rasa malu. Pak Ustadz meminta maaf kepada ayah Tama, begitu juga Aris yang jarang meminta maaf karena kesalahannya. Tak lama kami bubar, gerimis turun. Kami pulang ke rumah masing-masing membawa pelajaran tentang nilai, adab, dan sopan santun. Mungkin Aris akan sulit memejamkan matanya.

Frans berjalan menerobos gerimis yang makin deras. Lengang suasana. Sebuah suara kembali terdengar seperti ketika pulang sekolah, kali ini bulu kuduk nya terasa lebih cepat meremang. Siapa yang memanggil suaranya. " Frans, tunggu!." sebuah suara dari balik pohon singkong yang tumbuh lebat pada salah satu kebun. Degup jantung seperti dislokasi, pindah ke sisi kanan, lalu pindah sisi kiri.

" Siapa itu!." Frans memanggil. Lama tak ada suara menjawab. Sosok hitam muncul dari balik kerumunan pohon singkong.

" Hantu...!" Frans sudah lari beberapa meter.

" Frans tunggu!, Tunggu!, Saya lapar Frans!." Ketika kata terakhir diucapkan, Frans berhenti."

Kaukah itu Cal." tanya Frans takut-takut.

" Iya ini saya Faisal!."

Mereke berdua berbicara sebentar. Lutut Faisal gemetar hebat, wajahnya pucat, tubuhnya makin kurus, bola matanya cekung. Frans mengajaknya untuk menginap di rumah. Hujan turun dengan lebat, keduanya berlari menghindari hujan yang terus mengejar tak berhenti. Mereka saling beradu pandang dan tertawa. Anggota Kopi Anjing sekarang sudah lengkap.

0 Comments:

Posting Komentar