Minggu, 14 April 2019

Menjemput Cinta

BAB
Empat Puluh Sembilan

Pick Up yang kami tumpangi keluar dari gerbang pintu penjara. Pick Up berjalan pelan menembus lautan manusia. Entah dari mana kabar kalau di dalam penjara Purbalingga ada Kastil indah itu rupanya telah bocor, beritanya sampai ke pelosok-pelosok kampung. Semua tukang becak, andong, penggali kubur, karyawan pabrik, pedagang asongan dan keliling, pedagang es, Ibu-Ibu Rumah Tangga, Lansia, Anak-Anak, Pelajar, Mahasiswa yang sedang pulang kampung, Pejabat, Guru, Petani, Supir, Wartawan, dan semua orang dari berbagai kelas dan profesi tumpah ruah memadati jalan-jalan. Mereka ingin sekali masuk ke dalam kastil.

Titik keramaian ada di Alun-Alun Purbalingga. Musium untuk sejenak sepi dari pengunjung. Manusia itu ingin segera mungkin dapat masuk melihat Kastil di tengah padang safana luas. Saat ini meraka masih tertahan di luar penjara sambil terus penasaran. Lautan manusia itu hingga di tertibkan dengan rentetan peluru yang di tembakan ke atas. Sontak mereka yang jarang mendengar bunyi letusan peluru. Pelan-pelan mundur kebelakang membentuk barisan seperti upacara senin pagi. Sopir Pick Up pun kewalahan menghadapai lautan manusaia itu, hingga ia beteriak lewat micrphone untuk meminta bantuan. Beberapa menit kemudian sepuluh pasukan bersenjta meneritbkan lautan manusia itu agar bisa di lewati oleh Pick Up yang sedang kami tumpangi. Tak ketinggalan dari beberapa wartawan mengambil gambir kami yang sedang duduk di belakang. Kilatan cahaya berpendar-pendar menyilaukan. Kamera yang di pakai oleh wartawan itu seperti ada antena parabola berukuran kecil.

Mobil Pick Up terus membelah. Semua mata memandangi kami berdua. Bahkan diantara mereka ada yang mengenali kami berdua. Mereka melambaikan tangan. Aku dan Nara membalasanya. Ada kebanggaan di wajahnya. Bahkan beberpa detik kemudian aku dan Nara di kejutkan oleh suara keras yang kompak menggelegar dari lautan manusia itu. “ Hidup Nara Marko!.” Berkali-kali entah apa maksudnya. Aku sampai merinding mendengarnya. Mungkin Nara merasakannya. Pick Up berjalan lancar setelah melewati jembatan Kali Klawing, gegap gempita mulai memudar. Aku tak menyangka masyarakat Purbalingga dan sekitarnya begitu antusis menyambut kami berdua. Aku dan Nara di anggap telah membuka rahasia penjara Pubalingga.

Sampai di rumah Nara, semuanya sedang berkumpul. Mereka sangat terkejut melihat kedatangan kami berdua yang di antar dengan menggunakan mobil Pick Up keren. Para tetangga Nara heboh, dan sebagian malah ke takutan. Mungkin trauma masa lalu ketika para tentara jepang membawa anak lelakinya dengan Pick Up untuk kerja Rodi. Ku peluk Ibuku dan Ibu Mertua. Tiky dan Wiro terlihat senang sampai menitikkan air mata. Nara terlihat memeluk ibunya sampai berkali-kali. Lalu pecahlah adegan rindu, cemas, bercampur takut kehilangan menjadi sebuah isak tangis yang menyesakkan dada. Supir yang juga seorang parjurit pilihan ikut meneteskan air mata. Para warga satu persatu mulai mendatangi rumah Nara.

Tak lama kemudian Prajurit pilihan yang di tugaskan menjadi supir kami minta pamit. Aku dan Nara mengucapkan banyak terimakasih. Ini kado terindah yang akan menjadi kenang-kenangan seumur hidup. Ibuku, dan Ibu Mertua tak lupa menyalami prajurit itu, di susul dengan Tiky dan Wiro yang masih setengah tidak percaya dengan apa yang sedang di lihatnya. Wiro sendiri mungkin sedang terkagum-kagum dengan senjata yang di bawa oleh prajurit itu.

Deru mesin mobil Pick Up segera membelah kebahagiaan atas kedatangan Aku dan Nara kembali ke desa Kaligondang dengan selamat. Menjemput cinta berupa orang-orang yang kita cintai. Tahun awal pernikhan kami di lalui di bawah senapan dan peluru. Keluargaku mungkin mengira kami tak akan kembali ke Desa dengan selamat. Yang tidak tahu permasalahan akan mengira kalau Aku dan Nara telah di culik. Maka ketika Aku dan Nara kembali dengan selamat Kami tidak di culik tetapi kami memang sudah menjadi bagian dari rahasia besar yang terjadi di Kota kecil Purbalingga. Aku dan Nara dapat bernafas sejenak sebelum menjemput siklus pagi yang cerah.

Esok paginya terdengar kabar dari radio kalau kereta bawah tanah akan di jadikan alat transportasi bagi masyarakat di Purbalingga dan juga para penduduk keturunan Cina dan Belanda, entah dalam waktu dekat atau beberapa tahun kedepannya. Sementara Kastil dalam beberapa bulan kedepan menurut siaran radio akan di gunakan sebagai tempat musium bersejarah. Kini Purbalingga menjadi lebih indah sarat dengan musium peradaban bawah tanah, kereta, dan kastil yang menjulang.

Selesai mendengarkan berita pagi, Aku, Nara dan Qaeser menikmati Jalan pagi di sebuah perkampungan yang sangat tenang. Penduduk ramah dan sopan. Sepanjang jalan hamparan sawah terbentang luas dan di batasi oleh gunung-gunung yang indah. Hutan pinus kelihatan kecil di sana. Kami berdua meneteskan air mata. Ada bahagia juga kelegaan yang luar biasa setelah melalui semua ini. Menjadi bagian dari sebuah operasi prajurit adalah beban sendiri bagi aku dan Nara.

Aku dan Nara kembali hidup Normal. Pagi yang berbahaya sudah kami lalui dengan darah dan keringat. Kami berdua kembali Menatap pagi dengan senang. Mengisi rongga dada dengan udara pagi yang sejuk. Hidup itu seperti sekolah: mencatat, mengulang dan memahami. Aku menyadari kalau semua kejadian ini hanyalah episode dari tiap bab dalam buku kehidupan. Karena ketika membuka mata di pagi buta, maka setiap manusia akan di sambut dengan sejuta peristiwa. Baik peristiwa baik atau buruk. Semua manusia pasti mengalaminya.


TAMAT 



Deplu 21 Juli 2013


Penulis akan mengedit tiap babnya dalam rentang waktu yang berbeda. Mohon maaf kepada pengunjung apabila ada kesalahan ketik dan masih bertele-tele novel ini. Tujuan memposting ini adalah untuk merekam jejak novel agar tidak hilang. Insyaallah penulis bisa menyelesaikan perbaikan hingga novel ini "enak" dibaca.

0 Comments:

Posting Komentar