Empat Puluh Empat
Lanjutan
Aku menghirup nafas setengah dalam.
“ Langsung saja Pak Saryo, waktu peristiwa penyergapan dulu ada seorang gadis yang bersama Nara, bapak masih ingat.”
Polisi Saryo terdiam sejenak.
“ Oh yang selalu berada di belakang Nara itu, aku ingat sekarang. Kalau tidak salah namanya Alm. Anis kan.”
“ Iya betul Pak?"
“ Terus.”
“ Ketika Anis tertembak, dalam sakaratul mautnya ia memberikan sebuah kertas. Dalam kertas tersebut Anis menceritakan sebuah penemuan yang...” Nara tak meneruskan ceritanya.”
“ Yang apa Mba Nara.” Polisi Saryo mulai penasaran.
“ Sebaiknya Pak Saryo baca sendiri.” Nara memberikan sebuah surat yang di pojok kertas dan pinggirnya tampak merah bekas darah yang telah mengering.
Kami berdua diam, menunggu respon Polisi Saryo yang sedang membaca surat Anis. Lambat laun wajah Polisi Saryo terlihat gusar dan cemas. Kemudian wajah marah Polisi Saryo terekam jelas dalam tatapan kami berdua.
“ Brengsek, kurang ngajar, belum puas rupanya kau Marno. Sudah mencoreng muka kepolisian sekarang kau ingin membunuh jajaran kepolisian.”
“ Bukannya Polisi Marno sudah dipenjara.” Tanyaku.
“ Anak buah yang setia yang telah mengerjakan ini semua.” Jawab Polisi geram. Polisi Marno diam-diam sudah merencanakan ini semua jauh sebelum kastil itu di bangun, makanya sistem kejahatannya sangat sulit di bongkar.”
“ Lalu apa yang akan di lakukan oleh Bapak dengan informasi dalam surat itu.”
“ Secepatnya aku akan grebek bersama pasukan elit dari kodim... Rupanya kastil itu telah menjadi sarang dari kebejatan yang menghancurkan masa depan bangsa kita ini.”
Aku dan Nara berpandangan. Rasa ngeri terbayang kembali. Kota kecil Purbalingga akan tambah gempar bila memang betul yang di informasikan Alm. Anis dalam suratnya. Polisi Saryo memandangi kami berdua seperti bocah kecil yang ketahuan makan permen. Keringat dingin mulai keluar dari tengkukku. Rasanya desingan peluru masih dapat ku rasakan hingga detik ini. Ku lihat Nara kelihatan gelisah. Aku bukanlah prajurit yang terlatih di medan tempur. Mental pejuang belum sepenuhnya terprogram dalam aliran darah ku, tetapi Nara ku lihat masih tak bereaksi. Penjara telah membuatnya menjadi lebih tegar dan kuat.
“ Kalian tidak usah khawatir, kalian tidak akan ku ikutkan dalam misi ini. Ini terlalu bahaya bagi kalian. Aku sendiri saja baru masuk satu kali kedalam kastil itu. terlalu banyak yang di sembunyikan disana.” Polisi Saryo dapat membaca raut muka kami yang gelisah, terutama aku.
“ Terimakasih Pak, kalau begitu kami pamit duluan.” Aku menyalami Polisi Saryo. Nara hanya mengangguk sopan ke arahnya.
“ O ya Mar. Sebelum misi ini selesai akan kami sebar pasukan kami yang menyamar sebagai apa saja. Nanti kalian akan mengenali meraka. Satu lagi, aku juga belum tahu siapa dalang sesungguhnya. Aku masih sangsi kalau Polisi Marno melakukan ini sendirian.”
“ Sekali lagi terimakasih. Mari Pak Saryo.”
Sepulang dari rumah Polisi Saryo kami tak bicara banyak. Melintas di area Penjara Purbalingga. Kastil itu tak nampak dari luar penjara, benar-benar penjara yang misterius. Walau ruangan bawah tanah sudah di jaga dengan ketat. Tetapi kastil luput dari pengawasan mendetil atau sengaja di sembunyikan. Ada praktek keji yang dapat menurunkan harkat dan martabat kota kecil Purbalingga bila tak segera di selesaikan. Tembok penjara memanjang kokoh dan tinggi terus di jaga ketat.
Kerudung yang di pakai Nara berkibar-kibar terkena hembusan angin sore. Bengkel ban sepeda sudah lama tak beroperasi lagi. Anehnya bila mataku menengik kearah benkel sepeda itu selalu saja ada seekor Kucing yang duduk manis seperti tersenyum padaku. Mungkin saudara kembar yang kehilangan kembarannya karena mati di gorok oleh Pak Tua pemilik bengkel itu. Nara juga mengiyakan ketika ku tanya tentang kucing yang sedang duduk dengan ekor bergoyang. Sepeda meluncur diatas aspal dengan kecepatan 25km/jam membelah jalanan kota Purbalingga yang sunyi. Tepatnya sepi. Aku dan Nara ingin tiba di rumah sebelum Maghrib. Para warga mulai kembali ke rumahnya masing-masing untuk mendengarkan radio butut dari AKI (Accu) besar.
0 Comments:
Posting Komentar