Jumat, 12 April 2019

Hari Yang Aneh

BAB
Empat Puluh Delapan
Lanjutan


Polisi Saryo hendak merangkak menuju ke titik persembunyian Sniper. Desingan peluru terus berseliweran di atas kami. Dalam waktu yang singkat Polisi Saryo sudah sampai di belakang Sniper. Tembakan perlindungan mulai di letuskan.

“ Marko kau merangkak ke Nara. Dia butuh perlindunganmu!.” Perintah Polisi Saryo.

“ Baik!.”

Sekuat tenaga ku merangkak ke arah Nara. Jaraknya memang dekat, tetapi di bawah desingan peluru jarak sedekat itu terasa jauh. Ku lihat Nara merundukkan kepala lebih dalam, manakala sebuah rentetan peluru berdesingan di atas kepala. Gundukan tanah ini benar-benar pertahanan yang bagus. Sampai di sana ku tepuk bahu Nara. Tidak ku jumpai wajah tegang seperti ku lihat ketika di kejar oleh laki-laki bertopeng sepulang dari pasar. Mungkin dia merasa sudah lebih siap, Ia tersenyum melihat kedatanganku.

“ Apa kabar Mas!.” Teriak Nara sambil tersenyum.

“ Baik.” Aku menggelengkan kepala, melihat Nara. Dalam situsai begini ia masih bisa bercanda. Mungkin tekanan di penjara selama 4 tahun membuatnya semakin terbiasa dengan situasi mencekam seperti ini.

“ Mas bisa merobohkan dua orang yang sedang menembaki kita itu!.” Tantang Nara.

“ Tidak tahu, kita coba saja!.”


Dua musuh berhenti menembak, mungkin sedang mengisi ulang pelurunya.

“Dor-dor-dor-dor-dor”. Nara menembakkan senjatanya dengan ekspresi yang meyakinkan. Aku heran dari mana dia belajar seperti itu.

Setelah dia berhenti giliranku menembak ke arah dua musuh itu.

"Dor-dor-dor-dor-dor". Telapak tanganku langsung berkeringat ketika selesai menembakkan peluru kearah semak rimbun. Aku hanya punya firasat dua orang musuh berhasil ku tembak. Semak-semak itu tak memberikan respon tembakan. Apakah musuh itu benar-benar terkena peluru. Adrenalinku benar-benar memuncak ketika selesai menembak. Peluruku habis, ku cabut pistol rakitan. Setidaknya aku merasa punya cadangan bila situasi tak mennguntungkan bagi kami.

Letusan senjata berhenti. Suasana senyap. Angin menyapa kulit-kulit kami yang bercampur dengan keringat. Polisi Saryo memberi aba-aba kepada pasukan elit di sisi lain untuk merengsek masuk kedalam kastil melalui gerbang utama. Aku dan Nara keluar mengikuti pergerakan Polisi Saryo dan seorang Sniper. Ia menepuk bahuku ketika berdiri dan berjalan paling depan. Bahasa tubuhnya mengatakan: “Terimakasih Marko, kau telah menyelamatkan kepalaku.” Bahasa tubuh kadang menjadi lebih mengena ketimbang bahasa mulut yang basi-basi. Dari arah semak-semak sebuah benda di lempar kearahku dan tepat di bawah kakiku.

“Granat!.” Lari Marko dan Tiarap!.” Polisi Saryo teriak.

Aku lari 3 meter sekuat tenaga dan melompat ke arah semak lebat kemudain berlindung di balik pohon besar, lalu kemudian terdengar letusan hebat. Jantungku seperti tercerabut. Sebuah bidikan dari Sniper tepat mengenai pelempar granat, semak-semak tak membuat Sniper kehilangan Insting. Setelah itu Sniper, Nara dan Polisi Saryo menghampiriku setelah letusan granat dan melumpuhkan pelempar granat tersebut.

“Kau tidak apa-apa Mas.” Nara panik.

“Aku baik-baik saja. Lalu keluar dari semak.”

Kami berdiri bersama pasukan elit menuju lokasi tempur. Tampak mayat-mayat musuh tewas terkapar. Juga dua mayat yang terkapar di balik semak-semak. Pasukan musuh pelempar granat telat di lumpuhkan terlebih dahulu oleh Sniper. Musuh pelempar granat luput dari sasaran Sniper. Nara memberikan tepuk tangan ketika aku berhasil menembak kedua musuh tersebut.

Beberapa pasukan musuh menahan sakit tertembus peluru di paha dan kakinya. Mereka mutlak menjadi tawanan. Satu orang musuh yang berbaju paling beda tampak tewas sambil memegang botol minuman keras. Ia tertembus peluru seorang Sniper ketika ingin bangkit mengambil senjata. Kematian lebih dulu menjemputnya. Semua musuk menggunakan topeng hitam legam.

“ Pak Saryo, setelah ku periksa ternyata semua pasukan masuk mempunyai Tato burung Gagak dan sebagian burung Rajawali.” Lapor salah satu pasukan berbadan kekar.

Wajah Polisi Saryo tampak tegang mendengar berita tersebut. Tanpa menunggu Polisi Saryo langsung menuju ke tempat kejadian. Aku dan Nara mengukitinya dari belakang. Jantungku belum juga reda akibat adrenalinku yang naik cepat. Sampai di sana Polisi Saryo terkejut.

“ Siapa mereka Pak.” Tanyaku.

“ Mereka adalah mantan pasukan khusus yang di kirim untuk menyelesaikan tugas-tugas berat. Sebagian masih muda dan sebagian lagi berusia diatas 50 tahun. Mereka pernah melakukan pelanggaran kode etik perang hingga di pecat dalam kesatuan. Mereka pasti di hasut oleh Polisi Marno untuk melakukan pekerjaan keji.”

Polisi Saryo juga memeriksa mantan pasukan khusus yang telah jadi tawanan. Mereka memupunyai Tato yang sama. Tato Burung Gagak dan Rajawali.

“ Arti Tato Burung Gagak dan Burung Rajawali apa Pak.” Nara bertanya sambil mengelap keringat di keningnya.

“ Tato Burung Gagak berarti Pasukan yang khusus untuk melumpuhkan para prajurit. Sementera Burung Rajawali bertugas melumpuhkan gedung dan alat perang lainnya. Yang jelas mereka semua pernah merasakan pertempuran sengit dan beratnya medan tempur.”

Polisi Saryo memeriksa satu persatu tawanan yang bertopeng. Jantungku berpacu melihat tawanan yang punya tatapan sama ketika penyerangan sebuah Kantor Polisi di Desa Kaligondang. Aku jadi makin penasaran, inilah saat yang tepat untuk mengetahui siapa orang itu sebenarnya. Para tawanan itu di buka topengnya oleh anak buah Polisi Saryo satu persatu. Aku dan Nara berdiri tak jauh dari Polisi Saryo yang sedang mengawasi pertunjukkan yang menagangkan.


0 Comments:

Posting Komentar