Minggu, 14 April 2019

Pertempuran

BAB
Empat Puluh Delapan
Lanjutan

Aku dan Nara berpandangan senang. Kami berdua bersyukur dapat melalui semua ini dengan selamat. Kami berpelukan layaknya ABG ketika baru nikah.

Tak lama kemudian sebagian pasukan elit turun kebawah. Memeriksa keadaan. Dalam hitungan jam, para aparat kepolisian begitu terpukul dan kaget. Khususnya Polisi yang tak percaya kalau di dalam kastil bawah tanah ada penyimpanan narkoba dalam jumlah fantastis. Mereka shock di tempat yang seharusnya menjadi benteng perbaikan mental malah menjadi sarang nomor wahid penghacuran moral dan peradaban.

Polisi Saryo dan para prajurit elit menyalami kami berdua. Ada raut simpati yang mereka tunjukan kepada kami berdua. Mereka mengucapkan banyak terimkasih. Aku dan Nara naik ketas dengan tangga darurat yang di sediakan. Sampai diatas aku dan Nara kagum pada bangunan ini. Selain padang safanan yang maha indah, di kota kecil seperti ini ada kastil yang maha indah tetapi beraura menyeramkan.

Polisi Saryo sudah mendekat kepada kami berdua. Ia tersenyum kerja kerasnya menghasil temuan yang heboh. Ia menyalami kami berdua sekali lagi. Kali ini genggamannya lebih erat.


“Kali ini takkan ku ganngu kalian lagi, silahkan lanjutkan hidupmu yang sempat tertunda.” Polisi Saryo tampak tersenyum.

Aku dan Nara tertawa. Iseng-iseng aku berkomentar.

“ Sebenatar lagi bapak akan di angkat jadi presiden.”

Kali ini giliran dia yang tertawa. Giginya yang rata menambahkan kharisma tersendiri. Dia polisi yang jarang merokok. Hampir seluruh anak buahnya merokoh, tetapi ia sendiri hanya mengunyah permen.

“Tuhan punya takdir, ternyata Polisi Marno menangkap wanita yang salah. Ia termakan bujuk rayu Farah sebagai keponakannya untuk melakukan konspirasi jahat dan menjebloskan ke penjara, tetapi apa yang didapat Polisi Marno kejahatannya terbongkar. Ia kena batunya sekarang.”

“ Permainan mereka sudah berakhir.” Jawab Nara.

“ Justru ini baru di mulai.” Aku menyela.

“ Kami dengan para Polisi lainnya akan memutus mata rantai kejahatan Polisi Marno hingga hidup kalian tak di ganggu lagi.” Polisi Saryo berkata sambil meyelipkan senjata di kantongnya.

“ Aku percaya kalau Polisi masih punya harga diri untuk membrantas kejahatan di kota Purbalingga ini.” Jawabku.

“ Nara, Marko aku mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan kalian. Ku berharap awal pagi kalian akan menjadi indah dan tidak berbahaya seperti ini.”

“ Sama-sama pak. Kami berharap juga seperti itu.” Hampir bersamaan aku dan Nara menjawab. Polisi dan pasukan pilihan sudah banyak hilir mudik memeriksa temuan kami. Meraka kelihatan tak percaya dengan apa yang di saksikannya. Aku dan Nara makin terpana manakala melihat halikopter turun dan mendarat tak jauh dari kami. Segera Polisi Saryo menjelaskan kalau Halikopter itu yang akan mengangkut Narkoba yang jumlahnya sampai ribuan ton. Sebelum pamit pulang, Nara meminta satu hal kepada Polisi Saryo. Satu permintaannya adalah agar nama kami tidak di libatkan dalam kegiatan ini. Polisi Saryo menyanggupinya.

“ Apa yang kalian lakukan setelah ini.” Polisi bertanya sambil mengantarkan kami berdua ke sebuah mobil Pick Up.

“ Aku dan Nara ingin hidup normal seperti biasanya.” Jawabku.

“ Ku harap juga begitu. Dan aku mewakili seluruh pasukan elit dan Batalion Purbalingga mengucapkan terimakasih.”

“ Sama-sama, ku harap kami tidak perlu di panggil kembali untuk hal yang “remeh temeh”. Jawabku.

“ Di luar sana banyak orang yang menginginkan medali kerhormatan di awal pagi yang indah bersama dengan anggota pasukan lainnya. Kalian berdua adalah satu-satunya warga yang sudah banyak berjasa dalam hal penegakan hukum di kota kecil kita ini.”

“ Tak perlu repot, aku dan Nara bukan orang yang gila kehormatan, yang kuinginkan sekarang adalah dapat hidup seperti biasanya, tanpa senjata dan desingan peluru serta teka-teki yang membingungkan.”

“ Ya, sudahlah aku tidak bisa memaksa kalian.” Polisi Saryo menjawab kecewa. Aku bisa membaca raut mukanya.

Mobil Pick Up sudah berdiri di balik semak-semak tinggi. Warnanya bisa menyerupai warna dedauanan sekitar. Aku dan Nara hampir tidak mengenali sebelumnya kalau saja Polisi Saryo tidak memberi tahu.

Kami berdua berjabat tangan sekali lagi dengan Polisi Saryo, jadi seperti lebaran. Lalu masuk kedalam mobil Pick Up. Polisi Saryo menatap kami berdua.

“ Salam buat ibu kalian, semoga sehat selalu.”

“ Baik pa, Insya Allah aku sampaikan.” Jawabku.

Perjalananku dan kenangan dengan Polisi Saryo memang susah untuk di lupakan. Ada banyak hal yang kudapat dari seorang Polisi Saryo, di antaranya adalah perhatiannya kepada keamanan tanggung sebagai pengayom masyarakat. Bila seluruh Polisi bermental seperti maka tak usahlah di bikin KPK atau semacamnya.

Mobil Pick Up menderu membelah padang safana yang seperti tak ada ujungnya. Akhirnya aku bisa pulang kembali melihata anakku kembali. Ku genggam tangan Nara, ia pun tersenyum dan membalasa genggamanku.

“ Mas, besok pagi banget kita bisa jalan-jalan lagi membelah kabut tipis bersama Qaeser dan akan ku nyanyikan lagu-lagu indah untuk mengawali pagi kita dengan senyuman dan harapan yang indah tentang masa depan.”

“ Tidak hanya itu Na, kita akan menyambut pagi dengan rasa bersyukur kepada Allah telah menyealamatkan kita dari kondisi yang penuh cobaan dan tantangan. Inilah takdir Allah yang terus kita hadapi sepanjang hidup.”

Nara tersenyum, aku membalasnya dengan senyuman terindah. Genggaman tangan kami makin erat. Kastil yang berdiri gagah itu semakin kecil. Sebentar lagi atau berpuluh-puluh tahun mendatang akan menjadai sejarah yang menakjubkan. Mungkin akan menjadi ramai di kunjungi oleh wisatawan dan para arkeologi yang haus akan peradaban baru.

“ Ada banyak kisah yang ingin ku ceritakan kelak pada anak-anakku. Biarlah anakku menjadai pendengar pertama dalam kisah hidupku. Walau suatu saat kisah ini tak lagi menarik, tetapi setidaknya sudah mengisi peradaban kecilnya.”

“ Aku setuju dengan usulmu Mas, ceritamu akan membuat pegangan dalam hidup anak-anak kita nanntinya.”

“ Na, kamu tahu apa rasanya cinta yang kita perjuangkan selama ini.”

“ Ngga tahu Mas, memang cinta ada rasanya.”

“ Tentu ada. Rasa cinta kita ini seperti mesiu senjata api.”

Nara tersenyum.

Kepulan debu terbang membumbung tinggi ke angkasa. Seakan bosan dengan manusia yang kelewat batas memperlakukan bumi seenaknya. Mobil Pick Up yang kami naiki akan mengantarkan kami berdua ke desa Kaligondang. Semua itu atas perintah Polisi Saryo. Aku kangen sama Ibuku, Tiky, Wiro, Ibu mertua, dan juga anakku.

Aku kadang merasa iri kepada orang yang besar jiwa dan pikirannya begitu indah memperlakukan kaum sudra khususnya dan kaum lain dengan sebaik-baiknya perlakuan. Niscaya mereka akan terbangun dari tidurnya penuh dengan jiwa yang semangat. Karena pagi yang indah itu akan di susul dengan hangatnya mentari pagi mencerai-beraikan kabut tipis pagi yang dingin.

0 Comments:

Posting Komentar