Jumat, 21 Desember 2012

Garis Keturunan

Aku di takdirkan mendapat garis keturunan yang keras, bapakku seorang tentara yang sering bergerilya dari hutan satu ke hutan yang lainnya. Ibuku juga mantan relawan dokter pada pasukan yang di pimpin suaminya sendiri. Bertahun-tahun bergerilnya memimpin perjuangan melawan rezim diktaktor yang di pimpin oleh temannya sendiri, mengkibatkan di lema sendiri bagi Ayahku. Ketika dalam satu aksi baku tembak sedang berlangsung, pasukan yang di pimpin oleh Ayahku berhasil memukul mundur pasukan pemberontak yang di pimpin oleh temannya sendiri.

Dalam situasi yang menegangkan Ayahku berhasil menodongkan pistolnya tepat di kepala temannya. Adu argumen terjadi, sedang yang lainnya mengawasi dialog antar pemimpin itu. pistol yang Ayah pegang pelan-pelan di turunkan dan menghadap ke tanah. Di luar dugaan, tangan pemberontak itu menusukkan belati ke leher ayah dan kemudian menyayatnya secara melintang. Kejadiannya begitu cepat, salah satu anak buah Ayah langsung tanpa komando menusukkan bayonetnya ke punggung pemimpin pemberontak itu. bukan hasil kemenangan yang di dapat, tapi kesedihan yang kemudian melanda pleton yang di pimpin Ayahku. Begtulan kesimpulan yang selalu ku ingat. Kisah ini berhasil aku rekam dalam ingatanku. Hasil obrolan panjang dengan ibuku pada satu malam larut.


Kini takdir pun bersabda. Di bawag gerimis hujan dan suasana mencekam. Aku tiarap sambil mengarahkan senjataku pada jalan yang sering di lalui oleh musuh. Aku terpilih menjadi seorang sniper yang bertugas mematikan lawan tanpa negosiasi. Aku sering berjam-jam menunggu musuh yang ingin masuk kedalam perbatasan. Kini aksi yang ku jalankan sudah memasuki angka 280. Aku terpilih menjadi sniper sejak usia 20 th. Kini usiaku sudah genap 35 tahun. Aku juga hampir kehilangan pendengaran ketika menghindari  granat yang di lemparkan secara membabi buta kearah ku. Tapi Tuhan masih berkendak lain, aku berhasil sembuh dengan bantuan medis hasil team yang di bentuk oleh ibuku yang sudah sepuh.
Udara di atas tebing seperti ini memang dingin. Di tambah lagi dengan gerimis yang terus menerus. Fokus pada target adalah prinsipku sebagai seorang sniper. Arlojiku yang kupakai menujukkan pukul 3 pagi. Tapi pergerakan dari musuh belum juga kelihatan.
Menjelang pagi, satu pergerakan terjadi. Akupun mengarahkan senjataku pada arah pergerakan itu. ku Zoom bayangan hitam itu. ku teliti satu persatu kostum yang di pakai oleh musuh itu. dari senjata yang di pegangnya ternyata dia juga seorang sniper.
Aku terhenyak kaget, di balik  kostum  yang di pakai oleh sniper itu. aku sangat mengenalnya dengan baik. Ada gelang akar yang di pakai oleh sniper itu. aku berusaha mengingat gelang itu baik-baik. Aku berusaha de ja vu sebentar pada masa laluku.
Mataku melotot, adrenalinku terpacu. Gelang itu adalah gelang yang kuberikan pada adikku ketika baru lulus sekolah , sebagai  hadiah dari kelulusannya. Ku ambil kesimpulan bahwa yang ku bidik sekarang adalah adikku sendiri. Sebagai al gojo sniper yang masih menjunjung tinggi darah keturuanan, aku jadi bimbang sendiri.
Dalam kebimbangan dan keraguan itu, aku melakukan gerakan yang salah. Dalam sekejap, peluru sudah mulai melesat cepat di sampingku. Dalam kekalutan itu, aku memutuskan untuk keluar dari sarang. Sementara peluru tetap saja mengitari setiap langkah mundurku. Tetapi bukan peluru yang sedang ku pikirkan, tetapi kenapa lawanku sekarang adalah adikku sendiri. Yang beberapa puluh tahun yang lalu, ku ajari cara menggunkan senjata dan membidik lawan sesuai sasaran.
Aku menuruni tebing yang berbukit, dengan perasaan yang tercabik-cabik. Adikku yang polos itu sekarang berubah menjadi pembunuh bayaran yang tak kenal ampun....

0 Comments:

Posting Komentar