Oki memandangi jam klasik hadiah dari Almarhum Ibunya yang masih bisa bertahanmenempel di dinding kamar
kontrakkannya. Jam ini merupakan pelipur lara bila rasa kangennya membuncah.
Sambil menyusui bayinya yang dari jam 2 malem itu tidak bisa tidur dengan
nyenyak. Oki terus memperhatikan jarum jam yang mengayun terus tanpa lelah. Jam
klasiknya tetap pada perfoma puncak.
Dengkuran Harry malam ini belum
terdengar. Sebagai istrinya Oki paham
betul kalau suaminya sampai malam ini masih terjaga dari tidur. Beberapa kali
Harry mengganti posisi badan agar bisa tidur. Oki hanya memperhatikan saja,
rasa gelisah yang di rasakan oleh suaminya. Karena dirinya sedang sibuk untuk
meninabobokan bayinya yang berjenis kelamin laki-laki itu.
Oki sedikit merasa lega, karena bayi
yang baru berumur 40 hari itu sekarang pelan-pelan mulai tenang dan nyaman
menikmati apa yang sedang di berikan oleh ibunya. Bayinya di goyang-goyangkan
agar lebih nyenyak tidur.
Sebuah tangan menyentuh pundak Oki
yang kukuh. Oki lalu menoleh ke arah suaminya yang memperlihatkan wajah penuh
beban. Oki yang sudah curiga akhir-akhir ini dengan kelakuan Harry sudah siap
untuk menghadapi resiko yang menyakitkan sekalipun
“ Ada apa Mas. Mau di bikinin kopi
atau teh.” Oki membalas sentuhan pundaknya dengan alasan penghargaan atas nama
cinta. Walau cinta Harry belum di rasa tulus dan nyampe ke hati Oki.
“ Nggak
usah, terimakasih. Ada yang mau aku bicarain sama kamu Ki,” Harry masih duduk terpaku di
depan Oki.
“ Apa itu Mas Harry.?”. jawab Oki
yang masih setia dan menunggu apa yang akan di bicarakan malam-malam begini.
“ Aku pengin nikah lagi Ki, sudah 3 bulan ini wanita yang ingin ku
nikahi ini ternyata sudah hamil 2 bulan. Dengan Wajah Innocentnya Harry itu
ternyata telah menghianatinya. Omongannya memang lembut, tapi kelakuannya
amatlah busuk. Begitu batin kecil Oki berkomentar.
Oki seperti kena strika 200 watt. Sedangkan kepalanya seperti
terkena cairan timah yang mendidih, dan hatinya seperti di cincang dengan silet
beracun. Apa yang dikhawatirkan oleh dirinya ternyata terbukti juga. Keluarga
besar Harry sudah memberi sinyal kepada Oki sewaktu pernikahan dirinya
berlangsung. Entah alasan apa Ibu Mertua
membisikki telingannya ketika memberi ucapan selamat.
“ Semoga awet ya pernikahannya.”
Bisik Ibu Mertua di telinga Oki yang sedang bahagia. Mendengar ucapan itu,
hatinya sedikit tersentak. Tapi rasa bahagia yang sedang di rasakan oleh Oki
mengalahkan warning dari Ibu Mertuanya. Karena sebagai wanita Invalid
mendapatkan laki-laki normal yang gagah adalah sesuatu yang sangat
membahagiakan. Kini mendengar kejujuran Harry yang telah selingkuh dengan
wanita lain. Oki seperti terbuka mata hatinya, kalau Harry memang laki-laki
yang teramat brengsek.
Setelah mengatakan tentang wanita yang
akan di nikahi setelah hubungan haram itu. Harry meninggalkan Oki yang sedang
duduk terpaku seperti vampir terkena kertas rajah. Wajahnya di tutupi dengan
kedua telapak tangannya yang kuat akibat bertahun-tahun memengagi kruk. Dadanya
membara mendengarkan ucapan Harry yang tega telah menghianati ketulusan
cintanya.
Oki ingin berteriak sekencang-kencangnya.
Tapi ia menahan diri. Tangisan yang histeris malah akan menimbulkan kepanikan penghuni
kontrakan di sebelahnya. Oki ingin menikmati sendiri duka laranya yang sekarang
berada di puncak penderitaan. Dalam ruangan kontrakkan yang sempit. Oki
menangis lirih, ia tahan sekuat tenaga agar tangisannya tidak pecah. Inilah
kenyataan pahit yang harus Oki alami.
***
Satu bulan kemudian.
Oki tidak sanggup lagi menahan
gejolak penghianatan yang di lakukan oleh Harry. Oki kemudian menelphone
keluarga besarnya di Solo. Oki ceritakan tentang perselingkuhan yang di lakukan
oleh suaminya sendiri. Semua keluarga besarnya di Solo sangat terpukul
mendengar kabar retak keluarga yang baru dibinanya. Dari keluarga besarnya di
kirimlah Hasan, adik Ayah Oki untuk menenangkan biduk rumah tangga Oki.
Satu hari kemudian sampailah paman
Hasan di Jakarta. Tepatnya di kontrakannya yang petak tiga. Paman Hasan Mendapati
keponakannya banyak murung dan tidak semangat lagi untuk beraktivitas. Oki
ceritakan kabar perselingkuhan Hary dengan wanita lain. Paman Hasan
mendengarkan dengan seksama.
“ Kamu harus kuat Ki..., inilah
mungkin cobaan paling berat yang sedang kamu alami. Kuncinya kamu harus tetap
dekat dengan Tuhan.” Paman menasehati Oki dengan lembut.
“Kejadian ini jangan sampai membuat
kamu putus asa, kakakmu pernah mengalami dan merasakan sendiri bagaimana
pahitnya di hianati oleh suaminya sendiri.” Oki mendengarkan dengan perhatian.
Lalu paman meneruskan kembali ceritanya.
“ Karena kakak mu tidak kuat menahan
kabar perselingkuhan yang di lakukan oleh suaminya. Kakak mu langsung jatuh
sakit. Beberapa bulan kemudian, kakak mu di panggil mengahadap-Nya. Semua
menyayangkan sikap Kakakmu, yang tidak bisa menerima kenyataan yang ada.
Akhirnya penyakit kanker datang menyerang tubuhnya. Ini mungkin salah satu dari
penyebab meninggalnya kakak mu itu.” Paman Hasan menceritakan kisah itu dengan
wajah mendung.
Malam semakin pekat. Perjalanan dari
Solo membuatnya tampak kelelahan, apalagi harus bercerita hal-hal yang
menyedihkan yang di alami oleh keponakannya sendiri. Paman Hasan minta
istirahat di kamar tengah dan meninggalkan Oki sendirian di kamar depan yang
serba sama ukurannya.
Oki mendengarkan kisah itu dengan
seksama. Walaupun Oki pernah mendengar kisah itu saudara-saudaranya. Tapi
mendengarkan sendiri dari lisan paman membuat Oki berjanji pada dirinya sendiri
kalau penghianatan berupa perselingkuhan yang di lakukan oleh Harrry tidak akan
membuat lumpuh dan patah semangatnya.
***
Jari kukuh Oki sedang menekan tombol telphone selulernya. Beberapa
saat kemudian terdengar dialog yang mencengangkan. Setelah berbasa-basi sebagai
mantu kepada Ibu mertuanya. Kemudian terjadilah dialog yang membuat hati Oki
semakin sedih dan kecewa berat sama kelakuan Harry, juga sama dirirnya sendiri
yang tak peka dengan kelakuan dan gelagat suaminya sendiri.
“ Lho..., Ibu kira kamu sudah tahu kalau Harry itu pernah nikah
beberapa kali, dan pernikahannya selalu gagal di tengah jalan.” Ibu mertua
kaget ketika Oki bertanya tentang kelakuan Harry yang belum di ketahuinya.
“Saya tahunya, kalau Harry adalah duda beranak satu. Dan soal
perceraiannya dengan istrinya yang lama sudah beres.” Oki menjawab pertanyaan
Ibu mertuanya dengan perasaan tercabik-cabik.
Kabar itu adalah kabar yang paling menyakitkan yang pernah Oki
alami. Perasaan kewanitaanya benar-benar tidak di hargai sama sekali oleh
Harry. Sementara Harry menganggap kalau pernikahan itu adalah bahan penelitian
yang memusingkan kepala. Kumpul kebo adalah hal yang paling di sukai oleh
Harry, tanpa status dan ikatan.
Oki memberanikan diri untuk mengorek lebih lanjut tentang siapa
sebenarnya Harry. Laki-laki yang kini masih berstatus sebagai suaminya. Kepada
Ibu mertua Oki melanjutkan pertanyaan.
“ Ibu..., Mohon di jawab dengan jujur, saya wanita keberapa yang di
nikahi oleh Harry.” Nada ucapan Oki masih sopan, walaupun hatinya sudah runtuh
rata. Seperti terlindas buldoser. Ibu mertua yang mendapatkan pertanyaan seperti
itu menjadi diam. Kini kebobrokan anak lelakinya benar-benar sudah kelewat
batas.
“ Mohon maaf Oki, kamu harus kuat mendengarnya. Dulu waktu Ibu
membisikimu dengan pernyataan. Rupanya kamu belum paham betul dengan ucapan
Ibu.” Ibu mertua ingin mengalihkan pembicaraan.
“ Iya Bu..., saya memang telah di bohongi. Tapi saya mohon sama
Ibu, agar kelak kematian saya tidak penasaran dan menghantui Ibu.” Oki
menakut-nakuti Ibu mertua dengan mati penasaran dan jadi hantu. Oki
melakukannya karena terpaksa.
“ Baiklah nak Oki..., sebenarnya Harry sudah menikah dengan tiga
orang wanita. Tapi semuanya tidak bisa di pertahankan alias gagal. Harry, sudah
Ibu anggap mati. Dia telah membuat citra keluarga tercoreng. Ibunya sendiri di
bohongi layaknya bocah kecil. Kamu yang kuat ya nak..., berarti kamu wanita
nomor empat yang telah jadi korban kebobrokan moral Harry.” Ibu mertua tulus
menceritakan.
Mendengar hal seperti itu, lutut Oki gemeteran. Oki buru-buru
menutup telphone nya. Setelah mengucapkan terimakasih. Oki duduk selonjoran di
kamar kontarakan sendirian. Udara di sekitarnya terasa berhenti.
Mengawang-awang tak berpartikel. Tubuhnya lemas seperti terkena lemparan granat pasukan kaveleri.
`Rasa sakit yang di derita kakaknya beberapa tahun yang lal, kini
benar-benar hinggap padanya. Sakit karena penghianatan suami yang di berikannya
rasa cinta yang tulus. Rasa sakitnya terlampau mendalam. Oki berjanji pada
dirinya sendiri, bahwa akan terus bertahan meski penghianatan Harry kepadanya
benar-benar nyata. Oki ingin menjerit menumpahkan beban berat yang sedang di
alaminya.
Paman Hasan sepulang membeli makanan mendapati keponakannya
tertidur diatas karpet sederhana yang biasa di gunakan untuk menyambut tamu.
Sebagai paman hatinya tersentuh melihat keponakannya hidup amat sederhana.
Padahal di Solo, tempat kelahirannya hidup dalam keadaan cukup. Rasa cinta yang
mendalam pada Harry membuatnya rela pergi merantau ke Jakarta bersama-sama.
Tapi yang di dapat kemudian adalah di hianati cintanya dengan berselingkuh sama
wanita lain, kemudian beralibi ingin menikahinya.
Pamah Hasan terpaksa membangunkan Oki untuk makan. Tubuh Oki perlu
asupan makanan dan minuman yang cukup. Keduanyapun makan dengan lahap. Selesai
makan pamah Hasan dan Oki ingin menggugat cerai Harry. Kabar perselingkuhan
Harry juga sudah tersebar luas di kalangan keluarga besarnya. Satu persatu kerabatnya
memberikan support, tetapi juga ada yang pura-pura tidak tahu. Oki membaca sms dari
sanak famili dengan perasaan tak menentu.
***
Kini tiga bulan sudah berlalu. Alkhirnya Oki resmi bercerai dengan
Harry. Oki sudah siap untuk untuk
menjalani kehidupannya sendirian tanpa pendamping laki-laki. Tapi melihat
perkembangan Oki yang agak terlambat dalam pemulihan semangatnya, maka paman
Hasan terpaksa membawa Oki ke Solo beserta anaknya. Menurutnya cara ini akan
membawa pengaruh positf bagi kesehatan jiwa dan pikirannya.
Sampai di Solo Oki mulai menata kembali hati dan pikirannya dari
awal lagi. Nama Harry ingin di hapus dalam memory nya yang dalam. Kekalutan perasaan Oki
benahi dan di salurkan kepada hal-hal
yang positif. Oki jadi rajin mengikuti seminar parenting yang diadakan
oleh komunitas pengusung perubahan dalam kehidupan keluarga. Oki berusaha untuk
tidak terbayang-bayangi oleh label wanita nomor empat. Sebuah label yang pernah
menghacurkan kepercayaan dirinya terhadap hidup yang sedang di jalaninya.
Kehidupan di Kota Solo sedikit-demi sedikit mulai berpengaruh pada
pikiran dan kegaluan hatinya. Tempat kelahirannya membuat Oki menjadi semakin percaya diri untuk menghadapi
masa depan yang siapapun tidak tahu akan ujung pangkalnya. Selain itu Oki juga
tidak ingin gegabah bila ada lelaki yang menaruh hati padanya. Pengalaman pahit
yang ia lalui bersama Harry sudah cukup untuk menjadi cambuk yang
menghalanginya kembali bersikap bodoh.
Hari bertambah waktu dan tidak pernah mundur untuk mengulang semua
kejadian yang telah berlalu begitu cepat. Semua peristiwa akan terekam dalam
setiap ingatan pikiran yang terdalam. Cara menyikapi sebuah peristiwa baik yang
pahit ataupun manis akan berpengaruh pada kehidupan yang akan di jalani. Perputaran
kejadian pun akan silih berganti bagai perputaran siang dan malam.
Sikap dan cara memandang suatu masalah inilah yang sedang di
biasakan oleh Oki. Tak punya cara lain, selain memperbaiki dan menerima
peristiwa yang menyakitkan itu sebagai loncatan level hidupnya kearah yang
lebih baik. Oki mulai paham bahwa dirinya tidak hidup sendirian di dunia ini.
Ada Tuhan yang selalu menyertai setiap langkah dan geraknya.
Oki sadar bahwa cinta dan penghianatan selalu menghiasi setiap
drama percnitaan. Hanya kesetiaan yang dapat mengikis rasa hianat dalam setiap
manusia. Oki menyadari kalau benteng pernikahannya sekarang tidak lagi mempan
melawan serangan musuh. Bahkan kini bentengnya telah roboh di terpa
ketidaksetiaan Harry yang bobrok. Oki menata ulang kembali rasa kesetiaan,
pengorbanan, penghargaan, saling memahami, mengerti, dan belajar terus menerus
dari kesalahan. Lalu kemudian Oki persembahkan rasa itu semua pada anaknya yang
terus tumbuh dan berkembang.
Begitulah falsafah hidup hidup yang jadi pedoman hidupnya. Sikap
inilah yang di rasakan Oki sebagai cara hidup yang benar. Waktu jugalah yang
akan memberikan sebuah kedewasaan berpikir. Oki menyadari bahwa hidup harus
terus berjalan. Ada banyak tangga yang harus Oki capai satu persatu.
Oki harus terus melangkah dan tetap menapaki setiap jengkal
kehidupannya. Karena ada dermaga yang harus terus di singgahi. Menjalani hidup
tanpa semangat dan cita-cita bagaikan hidup di lorong sempit nan gelap. Cahaya
tak akan masuk ke dalamnya.
Ada begitu banyak hal yang ingin Oki sampaikan kepada
saudara-saudaranya, terutama pamannya. Tapi apakah setiap masalah harus di
ceritakan kepada sang paman. Oki ingin melatih kepribadiannya agar lebih tabah dan
tegar dalam menghadapi gempuran masalah.
Oki melewati waktunya dengan
anak semata wayangnya. Di lewati harinya dengan harapan serta semangat setiap
melihat wajah sang anak yang terus tumbuh sehat. Bila hujan tiba, Oki duduk di
teras rumah sambil memandangi hujan yang turun dengan deras. Inilah karunia
Tuhan yang Maha indah dan perkasa. Langit putih bersih di sana. Hemm
indahnya..., guman Oki.
0 Comments:
Posting Komentar