2 Minggu Jelang Milad Nabi Muhammad Saw.
Assalamu’alaikum, Apa Kabar saudariku yang tenang dalam
penghambaan-Nya, yang tak bergosip, tak ”terbuka” dalam seminar, dalam Ta’lim,
sudut-sudut diary PinK, dan seterusnya. Semuanya kamu simpan dalam sanubari
yang dalam, kamu tidak ingin Tuhan cemburu bila kamu sesumbar, atau Jumawa bak Antasena
dalam perang Bratayuda. Kamu mungkin mengucap sumpah setia seperti Gajah Mada
dalam sumpah Palapanya. Untuk tak berkoar-koar dalam membangun castil pribadi.
Satu sisi kamu mungkin ingin seperti Cinderrela yang
kehilangan sepatu kacanya, lalu kamu berharap akan bertemu lelaki tampan bak
Nabi Yusup As yang memakaikan sepatu kacanya di telapak kaki mu yang timpang
karena hanya sebelah yang memakainya. Itu normal dan wajar saja, setelah di
evaluasi secara jujur lewat dialog hati dengan Kalam-Nya dan juga Sabda Nabi
Muhammad saw penghulu zaman. Aku yakin kamu ingin sepeti Cinderela berjubah
Khumaira. Julukan paling romantis yang diberikan Nabi Muhammad kepada Aisyah
istrinya.
Dasar kamu sholeh!
sensitif sekali sama Tuhan? seorang pangeren bak Nabi Yusuf yang perfomanya
mampu hipnotis dayang-dayang Julaiha hingga darah kelancangan mengalir dari
ruas-ruas jarinya karena matanya terbelalak mendapati muka yang jernih bagai Air
Zam-Zam, tak kau hiraukan bila
penampilannya bak Fir’aun yang congkak mengaku sebagai Tuhan. Kamu mungkin
terbesit ingin seperti dayang-dayang Julaiha, tapi aku yakin kamu simpan Untuk
Tuhanmu yang Pencemburu.
Pangeranmu yang kamu idamkan akan lebih sopan ketika
memakaikan sepatu kacanya yang hilang, karena kaki kananmu terbungkus 2 lipat
kaos kaki yang putih itu. Juga karena menghargai perjuanganmu yang
habis-habisan, jatuh bangun dalam membangun raksasa kepribadian yang kokoh di
hadapan Tuhan. Kaos kaki yang mungkin pernah menemanimu dalam ketegangan
Demontrasi menutut kebijakan penguasa yang tak sesedap Indomie. Atau bahkan
menemani kakimu yang meloncati pager tinggi ketika alat kekuasan negara mulai
sesumbar.
Sungguh indah pribadimu wahai saudariku. Kamu saudariku,
mungkin akan terpagut memangku kedua tanganmu dalam pipimu yang alami, tak
tersentuh bedak kosmetik ala artis. Karena Pangeranmu yang ingin suci, ikhlas,
menjajari langkahmu hanya lelaki biasa, bahkan teramat biasa, kalau boleh aku
menebak pasti kamu akan memberi nilai 7,5. Tapi aku tahu kamu. Hatimu yang
bermahkota kalam-Nya tidak melihat penampilan luarnya saja, kamu akan berusa
menjajari ku sampai ke palung hati yang terdalam. Begitu jua diri awak.
Tapi nilaimu yang kamu
kasih itu, aku terima dengan lapang dada kalau kamu mau tahu, soal face ku. Karena
terkadang kamu dan aku di hadapkan pada kondisi-kondisi yang menohok untuk
berpikir realistis, pragmatis, dramatis, Optimis/pesimis, Apatis/Responsif,
bahkan mungkin politis. Pokoknya akhirannya IS saja. Kamu pasti tahu arahnya. Dahi
kamu mungkin akan sedikit berkerut ketika melihat wajah asliku yang tak
tertutup lagi oleh pencahayaan kamera digital era modern ini. Lesung pipitmu
akan mereda ketika melihatnya, berbanding terbalik ketika kamu melihat cetakan
foto 4x6 yang tampak licin tanpa bintang-bintang menghias wajah.
Saudariku wajahku kini ada 4 tanda bekas cacar yang
”meyerangku” pada usia 25 tahun. Satu usia yang membuat kesembuhan luka scar
pada bekas jerawat, relatif lambat di banding bila cacar menyerang pada usia
kecil. Diantaranya, 2 di hidung dan 2 di kening. Scar dihidung jadi mirip bekas
tindikan preman pasar kaget, dan kening mirip titik pada kaum Budha. Tapi
saudariku aku terima dengan damai, karena selalu ada hikmah yang akan ku tunai
suatu saat. Di usiaku yang menginjak ke 28 kadang wajahku masih di hinggapi
bintang-bintang, walaupun tak separah ketika ABG dulu.
Soal
gigi.
Gigiku
tak serata para lelaki iklan Pepsodent, atau Close Up. Tapi tetap bersyukur
gigiku tak setonggos papan seluncur. Semua normal saja layaknya gigi kaum
Sudra, yang tetap menjaga kesehatannya. Gosok gigi sebelum tidur adalah mutlak
bagiku, aku kadang merasa gigiku seperti meraung-meraung bila tertidur dalam
gigi penuh sisa makanan.
Soal
Bibir.
Bibirku
Alhamdulillah, dalam keadaan fii ahsani taqwim. Tidak sumbing juga tidak maaf
dower, walaupun setiap pandangan manusia tidak mesti benar. Semua karunia-Nya
ada pesan yang harus di pecahkan para keturunan Adam As. Sehingga tak perlu
berkecil hati atau mengeluh. Semuanya ada dalam Lauhul Mahfudz. Bibirku masih
mampu mengucapkan huruf Mim, Ba, Fa.
Soal
Hidung.
Hidungku,
syukur alhamdulillah tidak pesek juga tidak Mancung sekali. Semuanya masih
wajar saja. Masih bisa menghirup oksigen yang di sediakan Free oleh alam.
Saudariku aku tidak ingin mengilustrasikan keadaan ku pada Tokoh Sahabat
Rasulullah, Seperti Mushab Bin Umair yang ketampanannya membuat pintu-pintu
jendela di hangatnya pagi buru-buru di buka. Karena gadis-gadis ingin melukis di matanya rupa
Mushab bin Umair ketika berjalan menyusuri rumah-rumah penduduk. Karena diriku
tidak layak di bandingkan dengannya. Jubah Lusuhnya ketika sudah tersentuh oleh
iman, masih lebih berharga di bandingkan dengan Motor Supra X 125 yang jadi
tungganku. Tapi sanubari tetap ingin dekat dengan manusia yang di katakan oleh
Rasulullah seperti Bintang-bintang di langit.
Soal
Mata.
Mataku,
kelihatan sederhana, saking sederhanya Ibuku menyebutnya dengan mata Sayu,
alias Letoy. But is Okey. Mungkin imbas dari penyakit yang dari kecil aku
pernah rasakan. Penyakit Step membuat mataku sering menahan panas demam yang
tinggi. Begitu ibuku bercerita. Maka sampai sekarang, teman-temanku agak segan
memilihku sebagai Rois kerena performku yang kurang meyakinkan, di tambah kedua
mataku yang tampak sayu, tidak ada aura ketegasan yang muncul dari balik lensa
kedua mataku. Tidak sedang menyalahkan keadaan dan teman-teman, karena pada
dasarnya aku tak punya bakat-bakat dalam hal leadhership. Atau bakat itu baru
muncul ketika kondisi memberi tekanan dan amanah. Atau memang jiwaku yang
terlalu seniman, sehingga aku tak cakap dalam soal ketegasan memberi kritik.
Ataukah memang darahku yang selama ini mengalir dari gen Ayah dan Ibu tak
berbakat untuk menjawab kritik dengan kritik.
Ayah dan Ibuku selalu mengajarkan
untuk membalas keburukan yang di terima dengan perlakuan sebaliknya. Biarlah
Tuhan yang membalasnya. Begitu nasihat kedua ortuku. Jujur saudariku
letupan-letupan sebagai lelaki kadang muncul juga, ketika ketidak adilan menghampiri.
Kenyataannya fed backny pun tak seemosi yang di perkirakan, emosi yang ku
keluarkan kadang menyakitkan bagai kulit teriris sembilu, tapi bila itu salah. Penyesalannya
akan menutupi dengan dinginya salju tindakan yang mulai terarah. Saudariku, aku
tahu tak sehebat yang ku bayangkan.
Saol Alis
Alisku
lumayan tebal, dan hitam. Tapi juga tidak seseram alis pada tokoh monster, atau
karakter pada film yang menyeramkan. Akan memutih bila waktunya memutih. Ketika
remaja menghampiri, sering ku oleskan air kelapa pada kedua alis berharap bisa
tumbuh subur, semata memberikan pengahargaan terhadap rambut yang tumbuh untuk
melindungi terpaan langsung pada keringat yang mengalir. Mungkin Saudariku
kelebihan ku mungkin pada alis saja, alisku yang menurutku sangat indah. Tapi
aku tidak tahu bagaimana komentarmu. Aku tunggu bila kita berjodoh.
Soal
Rambut.
Cukup
subur, tapi kesehatannya perlu di pertanyakan lagi ole kamu wahai saudariku.
Karena beberpa helai rambut sudah berubah warna menjadi keperak-perakan.
Padahal dari lulus SMP aku tak pernah pake minyak rambut. Karena aku pernah
trauma dengan trend pemakian minyak rambut. Kedaan rambutku banyak di hiasi
oleh rambut yang memutih akibat overdosis dalam pamakain minyak rambut. Juga
karena kerena seringnya berganti jenis minyak rambut. Mulai dari merk yang
tradisional hingga yang bergaya trendi. Merk
yang traditional seperti, Air Kelapa, Air bonggol pisang yang didiamkan
semalaman, air daun sirih pun pernah meresap dalam pori-pori. Tanco, Lavender,
sampai minyak kemiri pernah mampir ke pori-poro kepalaku. Tapi alhamdulillah
minyak goreng belum pernah ku jadikan eksperimen. Karena bukan kesehatan yang
kuperoleh, rambutku akan bermahkotakan beratus lalat. Merek yang bergaya trendi
seperi Brisk, Gatsby, dan lainnya.
Di samping itu juga, berganti-ganti jenis Shampo,
menambah semakin rusak rambutku dengan tumbuhnya uban di kepalaku. Setelah itu
aku berazzam untuk tak mendekati minyak rambut, aku hanya memakai pembersih
rambut alias sampho saja. Alhamdulillah kondisi sudah membaik, ya walaupun
beberapa helai uban masih bisa di temukan sisa kerusakan hasil dari korban
iklan.
Soal Telinga.
Soal Kumis, Janggut, dan seterusnya.
Semoga kamu berkenan melihatnya. Bila garis takdir-Nya
mempunyai titik temu. Karena aku dan kamu tidak tahu arah titik itu hanya Dialah yang
Maha Tahu. Tugas aku dan kamu hanya berusaha menjangkau Frekwensi-Nya. Tapi
harapan bertemu titik itu dalam pertemuan yang didasari oleh kesadaran keimanan
bukan semata hawa nafsu. Bila tidak, mungkin ada rencana lain yang lebih ajaib
dari pemilik kata KUN FAYA KUN. Sekian dulu saudariku... dan Mohon Maaf. Terimakasih
banyak sudah meluangkan waktu untuk melihat lipatan-lipatan dalam tulisan. Yang
tidak sehalus kang Abik dalam novel-novelnya, tidak juga sepuitis Khalil
Gibran.
Pamulang 2, 19 Januari 2012
Pukul
3:30 Pagi.
0 Comments:
Posting Komentar