Kamis, 20 Desember 2012

Surat


2 Minggu Jelang Milad Nabi Muhammad Saw.
Assalamu’alaikum, Apa Kabar saudariku yang tenang dalam penghambaan-Nya, yang tak bergosip, tak ”terbuka” dalam seminar, dalam Ta’lim, sudut-sudut diary PinK, dan seterusnya. Semuanya kamu simpan dalam sanubari yang dalam, kamu tidak ingin Tuhan cemburu bila kamu sesumbar, atau Jumawa bak Antasena dalam perang Bratayuda. Kamu mungkin mengucap sumpah setia seperti Gajah Mada dalam sumpah Palapanya. Untuk tak berkoar-koar dalam membangun castil pribadi. 

Satu sisi kamu mungkin ingin seperti Cinderrela yang kehilangan sepatu kacanya, lalu kamu berharap akan bertemu lelaki tampan bak Nabi Yusup As yang memakaikan sepatu kacanya di telapak kaki mu yang timpang karena hanya sebelah yang memakainya. Itu normal dan wajar saja, setelah di evaluasi secara jujur lewat dialog hati dengan Kalam-Nya dan juga Sabda Nabi Muhammad saw penghulu zaman. Aku yakin kamu ingin sepeti Cinderela berjubah Khumaira. Julukan paling romantis yang diberikan Nabi Muhammad kepada Aisyah istrinya. 


            Dasar kamu sholeh! sensitif sekali sama Tuhan? seorang pangeren bak Nabi Yusuf yang perfomanya mampu hipnotis dayang-dayang Julaiha hingga darah kelancangan mengalir dari ruas-ruas jarinya karena matanya terbelalak mendapati muka yang jernih bagai Air Zam-Zam,  tak kau hiraukan bila penampilannya bak Fir’aun yang congkak mengaku sebagai Tuhan. Kamu mungkin terbesit ingin seperti dayang-dayang Julaiha, tapi aku yakin kamu simpan Untuk Tuhanmu yang Pencemburu. 

Pangeranmu yang kamu idamkan akan lebih sopan ketika memakaikan sepatu kacanya yang hilang, karena kaki kananmu terbungkus 2 lipat kaos kaki yang putih itu. Juga karena menghargai perjuanganmu yang habis-habisan, jatuh bangun dalam membangun raksasa kepribadian yang kokoh di hadapan Tuhan. Kaos kaki yang mungkin pernah menemanimu dalam ketegangan Demontrasi menutut kebijakan penguasa yang tak sesedap Indomie. Atau bahkan menemani kakimu yang meloncati pager tinggi ketika alat kekuasan negara mulai sesumbar. 

Sungguh indah pribadimu wahai saudariku. Kamu saudariku, mungkin akan terpagut memangku kedua tanganmu dalam pipimu yang alami, tak tersentuh bedak kosmetik ala artis. Karena Pangeranmu yang ingin suci, ikhlas, menjajari langkahmu hanya lelaki biasa, bahkan teramat biasa, kalau boleh aku menebak pasti kamu akan memberi nilai 7,5. Tapi aku tahu kamu. Hatimu yang bermahkota kalam-Nya tidak melihat penampilan luarnya saja, kamu akan berusa menjajari ku sampai ke palung hati yang terdalam. Begitu jua diri awak. 

            Tapi nilaimu yang kamu kasih itu, aku terima dengan lapang dada kalau kamu mau tahu, soal face ku. Karena terkadang kamu dan aku di hadapkan pada kondisi-kondisi yang menohok untuk berpikir realistis, pragmatis, dramatis, Optimis/pesimis, Apatis/Responsif, bahkan mungkin politis. Pokoknya akhirannya IS saja. Kamu pasti tahu arahnya. Dahi kamu mungkin akan sedikit berkerut ketika melihat wajah asliku yang tak tertutup lagi oleh pencahayaan kamera digital era modern ini. Lesung pipitmu akan mereda ketika melihatnya, berbanding terbalik ketika kamu melihat cetakan foto 4x6 yang tampak licin tanpa bintang-bintang menghias wajah. 

Saudariku wajahku kini ada 4 tanda bekas cacar yang ”meyerangku” pada usia 25 tahun. Satu usia yang membuat kesembuhan luka scar pada bekas jerawat, relatif lambat di banding bila cacar menyerang pada usia kecil. Diantaranya, 2 di hidung dan 2 di kening. Scar dihidung jadi mirip bekas tindikan preman pasar kaget, dan kening mirip titik pada kaum Budha. Tapi saudariku aku terima dengan damai, karena selalu ada hikmah yang akan ku tunai suatu saat. Di usiaku yang menginjak ke 28 kadang wajahku masih di hinggapi bintang-bintang, walaupun tak separah ketika ABG dulu. 

            Soal gigi.
            Gigiku tak serata para lelaki iklan Pepsodent, atau Close Up. Tapi tetap bersyukur gigiku tak setonggos papan seluncur. Semua normal saja layaknya gigi kaum Sudra, yang tetap menjaga kesehatannya. Gosok gigi sebelum tidur adalah mutlak bagiku, aku kadang merasa gigiku seperti meraung-meraung bila tertidur dalam gigi penuh sisa makanan.
            Soal Bibir.
            Bibirku Alhamdulillah, dalam keadaan fii ahsani taqwim. Tidak sumbing juga tidak maaf dower, walaupun setiap pandangan manusia tidak mesti benar. Semua karunia-Nya ada pesan yang harus di pecahkan para keturunan Adam As. Sehingga tak perlu berkecil hati atau mengeluh. Semuanya ada dalam Lauhul Mahfudz. Bibirku masih mampu mengucapkan huruf Mim, Ba, Fa. 

            Soal Hidung.
            Hidungku, syukur alhamdulillah tidak pesek juga tidak Mancung sekali. Semuanya masih wajar saja. Masih bisa menghirup oksigen yang di sediakan Free oleh alam. Saudariku aku tidak ingin mengilustrasikan keadaan ku pada Tokoh Sahabat Rasulullah, Seperti Mushab Bin Umair yang ketampanannya membuat pintu-pintu jendela di hangatnya pagi buru-buru di buka.  Karena  gadis-gadis ingin melukis di matanya rupa Mushab bin Umair ketika berjalan menyusuri rumah-rumah penduduk. Karena diriku tidak layak di bandingkan dengannya. Jubah Lusuhnya ketika sudah tersentuh oleh iman, masih lebih berharga di bandingkan dengan Motor Supra X 125 yang jadi tungganku. Tapi sanubari tetap ingin dekat dengan manusia yang di katakan oleh Rasulullah seperti Bintang-bintang di langit. 

            Soal Mata.
            Mataku, kelihatan sederhana, saking sederhanya Ibuku menyebutnya dengan mata Sayu, alias Letoy. But is Okey. Mungkin imbas dari penyakit yang dari kecil aku pernah rasakan. Penyakit Step membuat mataku sering menahan panas demam yang tinggi. Begitu ibuku bercerita. Maka sampai sekarang, teman-temanku agak segan memilihku sebagai Rois kerena performku yang kurang meyakinkan, di tambah kedua mataku yang tampak sayu, tidak ada aura ketegasan yang muncul dari balik lensa kedua mataku. Tidak sedang menyalahkan keadaan dan teman-teman, karena pada dasarnya aku tak punya bakat-bakat dalam hal leadhership. Atau bakat itu baru muncul ketika kondisi memberi tekanan dan amanah. Atau memang jiwaku yang terlalu seniman, sehingga aku tak cakap dalam soal ketegasan memberi kritik. Ataukah memang darahku yang selama ini mengalir dari gen Ayah dan Ibu tak berbakat untuk menjawab kritik dengan kritik. 

Ayah dan Ibuku selalu mengajarkan untuk membalas keburukan yang di terima dengan perlakuan sebaliknya. Biarlah Tuhan yang membalasnya. Begitu nasihat kedua ortuku. Jujur saudariku letupan-letupan sebagai lelaki kadang muncul juga, ketika ketidak adilan menghampiri. Kenyataannya fed backny pun tak seemosi yang di perkirakan, emosi yang ku keluarkan kadang menyakitkan bagai kulit teriris sembilu, tapi bila itu salah. Penyesalannya akan menutupi dengan dinginya salju tindakan yang mulai terarah. Saudariku, aku tahu tak sehebat yang ku bayangkan.

            Saol Alis
            Alisku lumayan tebal, dan hitam. Tapi juga tidak seseram alis pada tokoh monster, atau karakter pada film yang menyeramkan. Akan memutih bila waktunya memutih. Ketika remaja menghampiri, sering ku oleskan air kelapa pada kedua alis berharap bisa tumbuh subur, semata memberikan pengahargaan terhadap rambut yang tumbuh untuk melindungi terpaan langsung pada keringat yang mengalir. Mungkin Saudariku kelebihan ku mungkin pada alis saja, alisku yang menurutku sangat indah. Tapi aku tidak tahu bagaimana komentarmu. Aku tunggu bila kita berjodoh. 

            Soal Rambut.
            Cukup subur, tapi kesehatannya perlu di pertanyakan lagi ole kamu wahai saudariku. Karena beberpa helai rambut sudah berubah warna menjadi keperak-perakan. Padahal dari lulus SMP aku tak pernah pake minyak rambut. Karena aku pernah trauma dengan trend pemakian minyak rambut. Kedaan rambutku banyak di hiasi oleh rambut yang memutih akibat overdosis dalam pamakain minyak rambut. Juga karena kerena seringnya berganti jenis minyak rambut. Mulai dari merk yang tradisional  hingga yang bergaya trendi. Merk yang traditional seperti, Air Kelapa, Air bonggol pisang yang didiamkan semalaman, air daun sirih pun pernah meresap dalam pori-pori. Tanco, Lavender, sampai minyak kemiri pernah mampir ke pori-poro kepalaku. Tapi alhamdulillah minyak goreng belum pernah ku jadikan eksperimen. Karena bukan kesehatan yang kuperoleh, rambutku akan bermahkotakan beratus lalat. Merek yang bergaya trendi seperi Brisk, Gatsby, dan lainnya. 

Di samping itu juga, berganti-ganti jenis Shampo, menambah semakin rusak rambutku dengan tumbuhnya uban di kepalaku. Setelah itu aku berazzam untuk tak mendekati minyak rambut, aku hanya memakai pembersih rambut alias sampho saja. Alhamdulillah kondisi sudah membaik, ya walaupun beberapa helai uban masih bisa di temukan sisa kerusakan hasil dari korban iklan. 

Soal Telinga.
Soal Kumis, Janggut, dan seterusnya.
Semoga kamu berkenan melihatnya. Bila garis takdir-Nya mempunyai titik temu. Karena aku dan kamu  tidak tahu arah titik itu hanya Dialah yang Maha Tahu. Tugas aku dan kamu hanya berusaha menjangkau Frekwensi-Nya. Tapi harapan bertemu titik itu dalam pertemuan yang didasari oleh kesadaran keimanan bukan semata hawa nafsu. Bila tidak, mungkin ada rencana lain yang lebih ajaib dari pemilik kata KUN FAYA KUN. Sekian dulu saudariku... dan Mohon Maaf. Terimakasih banyak sudah meluangkan waktu untuk melihat lipatan-lipatan dalam tulisan. Yang tidak sehalus kang Abik dalam novel-novelnya, tidak juga sepuitis Khalil Gibran.
                                                                                   
Pamulang 2, 19 Januari 2012
                                                                                    Pukul 3:30 Pagi.

0 Comments:

Posting Komentar