Pagi
ini, di kebun luas milik Pak Sabar sedang ramai-ramaianya panen singkong. Ini
berimbas pada pulusi suara yang di sertai tawa canda ria para pemanen yang
hadir di kebun milik Pak Sabar. Para penghuni hewan sebelah seperti satu
kambing jantan, Satu Ayam Jantan, dan satu kucing. Pak sabar sengaja
meninggalkan satu-satu sebagai penghibur di kala bete dan boring. Semenjak
kelompok Kambing, Ayam, di jual ke pasar untuk menyokong pernikahan salah
seorang sauadaranya di kampung. Pak Sabar sering kesepian, makanya Pak Sabar
meninggalkan satu per satu hewan peliharaannya. Untuk kucing lain lagi
ceritanya. Menurut informasi yang di dapat, kucing betina peliharannya Pak
Sabar tewas di tabrak motor, sementara pengendaranya kabur lari tunggang
langgang.
“Cing udah sarapan belum, pagi ini
kayanya manusia pada seneng banget ya. Lihat saja tuh, Pak sabar dan manusia
yang lain tampak gembira memanen singkong rame-rame”. Jago bertanya sambil
sarapan beras yang di kasih Pak Sabar.
Pagi ini rupanya Pak Sabar sudah ke
kandang Ayam Jago untuk memberikan sarapan. Sementara Kucing dan Kambing
biasanya agak kesiangan. Rutinitas seperti ini sudah di pahami oleh ketiga
hewan tersebut. Kandang mereka bertiga berdekatan satu sama lain. Hingga bisa
bercerita satu sama lain. Kalau lagi males biasanya hanya menyapa. Hay Gais?.
Tapi biasanya masih pada ngantuk di
kandangnya masing-masing. “pertengkaran” hanya mereka yang bisa memahami.
“belum Go lagi males aja, ntar
siang-siangan ja deh.” Kucing jawab sambil bo-boan di rumput gajah tempat
dimana malas-malasan.
“Kasien deh kamu, lihat tempat berburu
kamu sekarang lagi di panen rame-rame buat di ambil singkongnya.” Kambing mulai
ngledek.
“Pagi-pagi udah ngajak berantem, udah!
Terusin aja makannya!, Kucing jawab dengan sewot.
“Jangan di ladenin cing, giginya lagi
sakit gara-gara makan daun putri malu.” Jago ngebelain.
“ Emm dua lawan satu nie..., ngga asik
banget.? Kambing cemberut dengar pembelaan Jago.
“Rakusih makannnya.” Kucing dapat
kesempatan untuk membales ucapan kambing barusan.
“ Bukan rakus Cing, emang ngga sengaja
makan rumput itu. Tukang kebun Pak sabar aja yang tega ngasih daun putri malu
malam-malam.” Kambing melas
“ Emang udah nasib kamu Bing.” Kucing
makin menang aja.
Jago
yang udah paham karakter teman-temannya. Ngebiarian ja perseteruan dua
sabahabatnya itu. Paling juga ntar akur lagi. Tapi kadang-kadang perlu di
kerasin dikit. “Volumennya.”
“Bing, Cing, liat Pak Sabar menuju
kemari.” Ayam Jago berteriak.
Mendengar
teriakan Ayam Jago yang keras, membuat Kambing dan Kucing menengok ke arah Pak
Sabar secara bersamaan. Lalu tanpa di komando Kucing dan kambing yang lagi
rebahan langsung menegakkan badannya.
“Pak Sabar emang baik banget ya...,
pagi-pagi sudah bawa makanan buat kita bertiga?. Komentar kambing.
“Kita..., Kamu ngga kali bing...,”
ledek Kucing.
“ Husss, pada diem napa. Orang pada
mau di kasih makan aja, masih pada berantem. Apalagi kalau ngga di kasih.”
Lagi-lagi Ayam Jago ngingetin.
“ Kucing, duluan tu Go.” Kambing mulai
nyari “kambing hitam”
“ Tuhh kan liciknya mulai keluar.
Huh...dasar kambing item”. Kucing ngga mau kalah.
“ Dasar kamu, kucing Alay.” Kambing
bales lagi, sambil mengembik.
“ he...Kambing bau..ngga pernah mandi.
Pantesan manusia kalu deketin kamu pada tutup hidung. Orang jarang mandi.”
Kucing mulai panas.
Kambing mengembik tanda marah, Kucing
pun ber-meong-meong tanda senang ngledekin temennya sendiri. Melihat
“pertengkaran” yang kelihatan tidak habis-habis. Ayam jago berteriak.
“ Kalian kenapa sih! Tiap mau makan pagi
kerjaannya berantem mulu, sekali-kali pada akur kalau makan pagi dong!”. Ayam
Jago mulai tensinya naik. Maklum Ayam Jago ini pernah di “karantina” dalam
wadah kardus yang di penerangan lampu listrik, waktu masih baby.
Kambing dan Kucing langsung pura-pura
diem. Keduanya kenal betul kalau Ayam Jagi udah marah. Biasanya lehernya
kelihatan memanjang. Lalu disusul dengan jalu yang di hentak-hentakkan ke
tanah.
Ayam Jago menarik nafas. Kedua
sahabatnya memang punya keunikan tersendiri. Tapi kalau udah main kata-kataan
suka pada emosi lalu berantem besar-besaran. Kalau makan besar mah enak. Ayam
Jago jadi nyengir sendiri.
“Sekarang kita bertiga sambut
kedatangan Pak Sabar. Yang udah melihara kita dengan baik.” Perintah Ayam Jago,
sambil berkokok. Di susul suara meong, dan embikannya kambing yang tampak
terpaksa.
Sang Kucing agak kesel melihat
sambutan dari kambing yang setengah-setengah kalau menyambut Pak Sabar yang
membawa sarapan pagi.
“Bing..., yang serius dong ngasih
sambutannya. Ngga tau terimakasih ya..., Kucing nyeplos juga.
“ Ya-ya.., repot amat kayanya. Mau
makan pagi aja perlu sambutan segala. Pak Sabar aja ngga butuh tuh sambutan
kita, yang di butuhin Pak Sabar adalah kita bertiga ini jangan buang kotoran
sembarangan aja. ” Komen Kambing.
“ Lue nyindir gue ni bing..., Ayam
Jago merasa di hakimi oleh Kambing. Lue kan tahu Bing kalau gue punya penyakit
lupa yang kronis.” Ayam jago tambah tensinya naik.
“ Sory-Sory bukannya begitu. Itu
peraturan dari Pak Sabar yam jago.” Ucap kambing yang sedikit merasa bersalah.
Karena Ayam Jago sekarang adalah ketua dari mereka berdua. Dari ketiganya Ayam
jagolah yang punya pikiran bijak di banding Kambing dan Kucing. Tapi
satu-satunya etika yang belum di kuasai sampai sekarang adalah: Buanglah
Kotoran pada tempatnya. Tapi untuk Ayam Jago, ada dispensasi. Maka perintahnya
menjadi: Buanglah Kotoran pada temannya. Kenapa begitu, karena kambing dan
kucing yang sering membuang kotoran Ayam jago ke kebun singkong milik Pak sabar
yang baik hati tidak sombong, pandai mengaji, sedekah, berbagi, dan ngetukin
pintu kamar anak-anaknya untuk sholat shubuh.
Ayam jago menunduk sambil menatap
kedatangan Pak sabar. Ayam Jago kalau tersinggung keluar kata-kata yang tidak
biasa di gunakan oleh dirinya sendiri. Panggilan Loe ataupun Gue jarang di
gunakan oleh Ayam Jago kecuali lagi marah ataupun tersinggung dengan perkataan
kedua sahabatnya. Kucing dan Kambing sudah paham tabiat dari perangai ketua
kelompoknya. Tapi kalau Ayam jago mengetahui perkataan sahabatnya benar, maka sikapnya
kembali cair.
“Bantu ingetin Aku ya... Cing, Bing,
agar tidak buang kotoran sembarangan.” Ayam Jago berkata bijak pada dua
sahabatnya.
“Oke Go, aku berusaha semampunya.”
Respon Kucing dengan wajah meyakinkan.
“Hemm, kaya paling bener aja. Dari
kita bertiga sebenarnya kamulah Cing yang paling tidak di sukai kotorannya oleh
manusia. Lihat aja di toko Pupuk, mana ada pupuk kotoran kucing.” Sengit
Kambing.
“ Oke...Bing memang kotoranku tidak di
produksi jadi pupuk, tapi aku punya kedisiplinan tidak buang kotoran
sembarangan. Coba lihat kamu, kalau lagi kepepet dijalanan kamu kan buang
kotoran sembarangan.” Sorry Go bukan lagi ngatain kamu.”
Ayam Jago mengangguk. “Kalian ini
memang ampun deh. Baru akur langsung berantem lagi.” Ayam Jago tak bosen
ngingetin.
“Oh...Mau ngomongin kotoran ni!. Oke!.
Tantang Kambing.
“Oke Siapa takut.” Kucing ngga mau
kalah.
“Diam Kalian!. Berisik banget,
sekarang mau sarapan nie. Ntar kalau Pak Sabar tahu kalau kita sedang berantem
maka beliau bisa tak jadi ngasih sarapan pagi.” Ayam Jago komentar bijak mirip
orang tua yang teramat tua.
“Emang manusia bisa ngerti omongan
kita Go?.” Kambing nyletuk sambil nahan ketawa.
“ O ya-ya..., benar juga.” Ayam juga
mengangguk.
Mau ngga mau maian kata-kataan sesaat
di hentikan. Keduanya anti kalau lagi sarapan masih adu mulut. Bagi keduanya
sama sekali tidak beretika. Apalagi bagi Ayam Jago.
Pak
Sabar sudah ada di depan kandang mereka masing-masing. Kambing tersenyum
ngledek karena dapat duluan sarapan paginya. Baru kemudian di susul dengan
kucing. Pak Sabar melihat sarapan Ayam Jago sudah hampir habis. Pak Sabar lalu
menaburkan beras di hadapan Ayam Jago. Ayam Jago merasa terimakasih sambil
berkokok panjang. Keren sekali. Pak Sabar tersenyum melihat ekspresi Ayam Jagonya
yang punya suara indah ketika berkokok.
Kucing
yang sedang rebahan di rumput gajah, melihat Pak sabar menaruh sereal
kesukaannya langsung masuk kedalam kandangnya.
Merasa
sudah cukup memberikan sarapan kepada ketiga hewan peliharaan yang menjadi penghibur
ketika pagi. Pak Sabar kemudian berlalu meninggalkan ketiga hewan tersebut,
kembali melihat kebun singkongnya yang sedang di panen.
Sejenak
suasana di kandang Kucing, Kambing, dan Ayam Jago menjadi kondusif. Ketiganya
sedang sibuk menelan makanan. Sesekali Ayam Jago berdehem di sela-sela makanan.
Ini kebiasaan dari orok katanya. Keduanya sahabatnya mafhum.
Di
sela-sela yang sedang makan pagi. Ayam Jago ngga tahan untuk Pups. Kucing yang
sedang makan, jagi ngga selera. Begitu juga dengan Kambing. Sesaat kambingpun
menghentikan aktivitas makan paginya. Keduanya menatap Ayam Jago dengan
perasaan jengkel.
“Liat-liat
dong Go, kalau mau Pups jangan sembarangan begini. Kami jadi gimana gitu.
Jangan mentang-mentang kamu leader, seenaknya kamu buang air besar.” kucing
yang biasanya bisa menahan emosinya. Kesel juga ngeliatnya. Kambing pun ikut
berguman panjang.
“Sorry
Bing, Cing, Aku kemarin sore pas di lepas sama Pak Sabar. kebanyakan makan
cacing tanah. Jadi ya...begini akibatanya. Sekali aku minta maaf. Ntar biar aku
yang bersiin kotorannya.” Ayam Jago meminta maaf dengan wajah pucat.
Melihat
wajah pucat Ayam jago. Keduanya jadi tak enak. Lalu tanpa di minta, keduanya
sudah memaafkan. Kejadian seperti sudah berungkali terjadi pada Ayam Jago. Bila
meminta maaf.
Sesaat
kemudian langkah besar Pak Sabar menghampiri kandang ketiga hewan tersebut, dan
membuka kandang kambing dan Ayam jago. Lalu membiarkan pintu itu terbuka lebar-lebar. Melihat itu ketiganya
langsung ceria. Sedang kandang kucing seringkali tak di kunci, karena
kadang-kadang sering begadang di pos ronda sama teman-temannya. Biasanya
bicarain soal harga barang yang makin meroket hingga ke planet mars.
Ayam
Jago dan Kambing langsung keluar, dan nyantai-nyantai di depan kandangnya
masing-masing. Di susul dengan langkah ringah Kucing yang nyantai. Adu mulut
dan pertengkaran pagi seoalah-olah
lenyap tak berbekas. Mungkin bawaan lapar kali ya...
“Cing...,
ceritain dong masa paling sulit ketika masih jadi pengembara. Tidak punya
majikan, dan hidup dari kolong satu ke kolong yang lain.” Kambing membuka
percakapan yang agak serius.
“Iya...ceritaain
dong.” Bales Ayam Jago.
“Kalian berdua pada serius. Ntar pada
ngetawain aku lagi.” Kucing negesin sekali lagi.
“Serius
Cing...?,” Kambing dan Ayam Jago serempak menjawab.
Okelah kalau kalian pada maksa.
Sebelum
aku bertemu dengan Pak Sabar, aku dulunya hidup dari gang satu pindah ke gang
yang lain. Tidak punya rumah kecil seperti halnya kucing-kucing orang kaya. Aku
hidup bersama teman-teman di sebuah gang buntu. Aku ingat sekali itu hari
senin, pas hujan gerimis yang tak henti-henti. Pada saat aku dan teman-temannya
sedang kelaparan yang tak tertahankan. Aku dan teman-teman di kejutkan dengan
kedatangan seorang nenek-nenek yang
mengantarkan kami makanan beruba daging dan ikan yang masih segar, dan bukan
sisa lagi. Hal ini berlangsung lama.
“Terus
Cing...,” Kambing merespon cerita kucing dengan serius. Pelan-pelan Kambing
mendekati kucing di sampinya. Lalu mendekatkan tubuhnya.
“Cie..., yang sedang akrab nie.” Ayam jago godain mereka berdua.
Keduanya
hanya menatap Ayam jago dengan ramah tanpa tendensi tertentu. Dalam situasi
seperti ini Ayam Jagolah yang merasa yang paling sensitif. Karena mengingat
suaminya yang tak pernah setia, mudah kawin seenaknya. Tanpa memperdulikan
perasaanya. Tapi Ayam Jago pandai sekali menyembunyikan kegalaunnya.
Lalu
aku dan teman-temannya di bawa kerumah oleh
sang nenek. Keadaan kami makin terawat. Tapi kebahagian itu hanya
sejenak dan tampak seperti mimpi. Kalian tahu teman, suatu malam yang udaranya
panas. Aku di kejutkan dengan sinar yang menyala-nyala. Kami yang sengaja di
tempatkan di rumah menemani nenek yang sebatang kara, trekejut dan takut
sekali. Ternyata ketika kami membuka pintu kamar, sinar itu ternyata adalah api
yang berkobar-kobar.
Aku
dan teman-teman mengeong sekeras-kerasnya. Sang nenek bangun dan mengampiri
kami sambil berkata: “Tenang kalian pasti selamat. Tenang saja.” Aku ingin
menangis bombay tapi aku takut menganggu konsentrasi nenek yang ingin
menyelamatkan kami berdua.
Sementara
api sudah semakin parah. Aku yang paling muda diantara teman-teman. Di
selamtkan terlebih dahulu oleh sang nenek lewat saluran air yang terbuat dari
paralon. Tanpa takut sama sekali nenek itu lalu memasukanku ke paralon itu,
akupun bisa bisa selamat. Dari bawah aku bisa mendengar teman-teman pada mengeong
dengan keras. Lalu keesokan harinya aku jumpai nenek baik itu sedang memeluk
teman-temanku yang berjumlah 5 ekor itu, dalam keadaan sudah tak beryawa dengan
seluruh tubuhnya gosong terpanggang api.
Aku
meninggalkan mereka dengan perasaan sedih. Akupun mulai terlunta-lunta dan
sering mendapatkan penyiksaan dari beberapa mahluk yang bernama manusia. Aku
kadang pulang ke persembunyian dengan kaki pincang-pincang karena di pukul
dengan keras di kira mengambil ikan asin yang sudah basi. Padahal aku hanya melihat
dari jauh ikan asin yang sedang di jemur itu. Sementara pelakunya sedang
menyantap ikan asin itu sambil menertawanku yang pincang-pincang.
Pada
kesempatan lain, aku coba mengikuti kemanapun arah pedagang sayur. Berharap
dapat serpihan ikan atau telor ikan. Dengan pincang-pincang aku mengikutinya.
Tapi hanya rasa lapar yang kudapat. Bahkan aku
dapat tendangan keras dari salah satu manusia yang sedang membeli ikan
asin. Karena postur tubuh dan buluku yang mirip dengan kucing Cleptoy itu.
Mendapati diriku yang kerap mendaptkan ketidak adilan itu. Akupun berusaha
menjauh. Lalu berjalan tanpa arah. Beberapa hari aku berjalan. Dalam perut
kosong, aku beritirahat di bawah pohon singkong yang rindang dan luas. Dari
situ aku berusaha untuk menangkap belalang untuk mengganjal perutku yang
semakin kecil.
Dalam keputusasaan itu, telingaku
menangkap langkap besar manusia. Aku pasrah saja. Di luar dugaan, tubuhku di
rengkuh dengan lembut oleh tangan manusia itu. Beberapa hari kemudian aku
mengatahui kalau yang merawatku adalah Pak Sabar. akupun merasakan kalau
hatinya begitu lembut.
Setelah itu, aku bertemu dengan
kalian. Yang lucu tapi tidak imut..., kucing mulai kembali pongahnya. Kucing
berkata kepada keduanya sambil meneteskan air mata.
Ayam
Jago dan Kambing mendengarkan dengan serius. Ketiganya saling berpelukan.
Kucing dengan pelan berbisik pelan di telingan Kambing dan Jago: terimakasih
ya..., Aku sayang kalian berdua. Kambing dan Ayam Jagopun membalasnya dengan
serupa. Tiba-tiba kambing Kentut bau sekali. Kucing dan Ayam jago tentu berang,
lalu melepaskan pelukan. Ternyata pelukan kambing begitu erat. Kambing tertawa
melihat temannya begitu tersiksa. Di susul kemudian Ayam Jago dan Kucing pun
tertawa melihat kambing yang merasa kebauan. Karena gas (kentut) dari Kucing
dan Ayam jago.
Gerimis pagi mulai turun. Kebun
singkong kini berubah menjadi lahan kosong siap ditanami dengan pohon lain.
Kambing, Kucing, dan Ayam Jago kembali ke kandangnya masing-masing. Ketiganya
menatap hujan gerimis dengan santai. Ketiganya merasa dalam satu. Satu nasib
satu persaudaraan. Terasa indah dan menentramkan.
0 Comments:
Posting Komentar