Selasa, 04 Desember 2012

Persahabatan



Pagi ini, di kebun luas milik Pak Sabar sedang ramai-ramaianya panen singkong. Ini berimbas pada pulusi suara yang di sertai tawa canda ria para pemanen yang hadir di kebun milik Pak Sabar. Para penghuni hewan sebelah seperti satu kambing jantan, Satu Ayam Jantan, dan satu kucing. Pak sabar sengaja meninggalkan satu-satu sebagai penghibur di kala bete dan boring. Semenjak kelompok Kambing, Ayam, di jual ke pasar untuk menyokong pernikahan salah seorang sauadaranya di kampung. Pak Sabar sering kesepian, makanya Pak Sabar meninggalkan satu per satu hewan peliharaannya. Untuk kucing lain lagi ceritanya. Menurut informasi yang di dapat, kucing betina peliharannya Pak Sabar tewas di tabrak motor, sementara pengendaranya kabur lari tunggang langgang.
          “Cing udah sarapan belum, pagi ini kayanya manusia pada seneng banget ya. Lihat saja tuh, Pak sabar dan manusia yang lain tampak gembira memanen singkong rame-rame”. Jago bertanya sambil sarapan beras yang di kasih Pak Sabar.
          Pagi ini rupanya Pak Sabar sudah ke kandang Ayam Jago untuk memberikan sarapan. Sementara Kucing dan Kambing biasanya agak kesiangan. Rutinitas seperti ini sudah di pahami oleh ketiga hewan tersebut. Kandang mereka bertiga berdekatan satu sama lain. Hingga bisa bercerita satu sama lain. Kalau lagi males biasanya hanya menyapa. Hay Gais?. Tapi  biasanya masih pada ngantuk di kandangnya masing-masing. “pertengkaran” hanya mereka yang bisa memahami.
          “belum Go lagi males aja, ntar siang-siangan ja deh.” Kucing jawab sambil bo-boan di rumput gajah tempat dimana malas-malasan.
          “Kasien deh kamu, lihat tempat berburu kamu sekarang lagi di panen rame-rame buat di ambil singkongnya.” Kambing mulai ngledek.
          “Pagi-pagi udah ngajak berantem, udah! Terusin aja makannya!, Kucing jawab dengan sewot.  
          “Jangan di ladenin cing, giginya lagi sakit gara-gara makan daun putri malu.” Jago ngebelain.
          “ Emm dua lawan satu nie..., ngga asik banget.? Kambing cemberut dengar pembelaan Jago.
          “Rakusih makannnya.” Kucing dapat kesempatan untuk membales ucapan kambing barusan.
          “ Bukan rakus Cing, emang ngga sengaja makan rumput itu. Tukang kebun Pak sabar aja yang tega ngasih daun putri malu malam-malam.” Kambing melas
          “ Emang udah nasib kamu Bing.” Kucing makin menang aja.
Jago yang udah paham karakter teman-temannya. Ngebiarian ja perseteruan dua sabahabatnya itu. Paling juga ntar akur lagi. Tapi kadang-kadang perlu di kerasin dikit. “Volumennya.”
          “Bing, Cing, liat Pak Sabar menuju kemari.” Ayam Jago berteriak.
          Mendengar teriakan Ayam Jago yang keras, membuat Kambing dan Kucing menengok ke arah Pak Sabar secara bersamaan. Lalu tanpa di komando Kucing dan kambing yang lagi rebahan langsung menegakkan badannya.
          “Pak Sabar emang baik banget ya..., pagi-pagi sudah bawa makanan buat kita bertiga?. Komentar kambing.
          “Kita..., Kamu ngga kali bing...,” ledek Kucing.
          “ Husss, pada diem napa. Orang pada mau di kasih makan aja, masih pada berantem. Apalagi kalau ngga di kasih.” Lagi-lagi Ayam Jago ngingetin.
          “ Kucing, duluan tu Go.” Kambing mulai nyari “kambing hitam”
          “ Tuhh kan liciknya mulai keluar. Huh...dasar kambing item”. Kucing ngga mau kalah.
          “ Dasar kamu, kucing Alay.” Kambing bales lagi, sambil mengembik.
          “ he...Kambing bau..ngga pernah mandi. Pantesan manusia kalu deketin kamu pada tutup hidung. Orang jarang mandi.” Kucing mulai panas.
          Kambing mengembik tanda marah, Kucing pun ber-meong-meong tanda senang ngledekin temennya sendiri. Melihat “pertengkaran” yang kelihatan tidak habis-habis. Ayam jago berteriak.
          “ Kalian kenapa sih! Tiap mau makan pagi kerjaannya berantem mulu, sekali-kali pada akur kalau makan pagi dong!”. Ayam Jago mulai tensinya naik. Maklum Ayam Jago ini pernah di “karantina” dalam wadah kardus yang di penerangan lampu listrik, waktu masih baby.
          Kambing dan Kucing langsung pura-pura diem. Keduanya kenal betul kalau Ayam Jagi udah marah. Biasanya lehernya kelihatan memanjang. Lalu disusul dengan jalu yang di hentak-hentakkan ke tanah.
          Ayam Jago menarik nafas. Kedua sahabatnya memang punya keunikan tersendiri. Tapi kalau udah main kata-kataan suka pada emosi lalu berantem besar-besaran. Kalau makan besar mah enak. Ayam Jago jadi nyengir sendiri.
          “Sekarang kita bertiga sambut kedatangan Pak Sabar. Yang udah melihara kita dengan baik.” Perintah Ayam Jago, sambil berkokok. Di susul suara meong, dan embikannya kambing yang tampak terpaksa. 
          Sang Kucing agak kesel melihat sambutan dari kambing yang setengah-setengah kalau menyambut Pak Sabar yang membawa sarapan pagi.
          “Bing..., yang serius dong ngasih sambutannya. Ngga tau terimakasih ya..., Kucing nyeplos juga.
          “ Ya-ya.., repot amat kayanya. Mau makan pagi aja perlu sambutan segala. Pak Sabar aja ngga butuh tuh sambutan kita, yang di butuhin Pak Sabar adalah kita bertiga ini jangan buang kotoran sembarangan aja. ” Komen Kambing.
          “ Lue nyindir gue ni bing..., Ayam Jago merasa di hakimi oleh Kambing. Lue kan tahu Bing kalau gue punya penyakit lupa yang kronis.” Ayam jago tambah tensinya naik.
          “ Sory-Sory bukannya begitu. Itu peraturan dari Pak Sabar yam jago.” Ucap kambing yang sedikit merasa bersalah. Karena Ayam Jago sekarang adalah ketua dari mereka berdua. Dari ketiganya Ayam jagolah yang punya pikiran bijak di banding Kambing dan Kucing. Tapi satu-satunya etika yang belum di kuasai sampai sekarang adalah: Buanglah Kotoran pada tempatnya. Tapi untuk Ayam Jago, ada dispensasi. Maka perintahnya menjadi: Buanglah Kotoran pada temannya. Kenapa begitu, karena kambing dan kucing yang sering membuang kotoran Ayam jago ke kebun singkong milik Pak sabar yang baik hati tidak sombong, pandai mengaji, sedekah, berbagi, dan ngetukin pintu kamar anak-anaknya untuk sholat shubuh.
          Ayam jago menunduk sambil menatap kedatangan Pak sabar. Ayam Jago kalau tersinggung keluar kata-kata yang tidak biasa di gunakan oleh dirinya sendiri. Panggilan Loe ataupun Gue jarang di gunakan oleh Ayam Jago kecuali lagi marah ataupun tersinggung dengan perkataan kedua sahabatnya. Kucing dan Kambing sudah paham tabiat dari perangai ketua kelompoknya. Tapi kalau Ayam jago mengetahui perkataan sahabatnya benar, maka sikapnya kembali cair.
          “Bantu ingetin Aku ya... Cing, Bing, agar tidak buang kotoran sembarangan.” Ayam Jago berkata bijak pada dua sahabatnya.
          “Oke Go, aku berusaha semampunya.” Respon Kucing dengan wajah meyakinkan.   
          “Hemm, kaya paling bener aja. Dari kita bertiga sebenarnya kamulah Cing yang paling tidak di sukai kotorannya oleh manusia. Lihat aja di toko Pupuk, mana ada pupuk kotoran kucing.” Sengit Kambing.
          “ Oke...Bing memang kotoranku tidak di produksi jadi pupuk, tapi aku punya kedisiplinan tidak buang kotoran sembarangan. Coba lihat kamu, kalau lagi kepepet dijalanan kamu kan buang kotoran sembarangan.” Sorry Go bukan lagi ngatain kamu.”
          Ayam Jago mengangguk. “Kalian ini memang ampun deh. Baru akur langsung berantem lagi.” Ayam Jago tak bosen ngingetin.
          “Oh...Mau ngomongin kotoran ni!. Oke!. Tantang Kambing.
          “Oke Siapa takut.” Kucing ngga mau kalah.
          “Diam Kalian!. Berisik banget, sekarang mau sarapan nie. Ntar kalau Pak Sabar tahu kalau kita sedang berantem maka beliau bisa tak jadi ngasih sarapan pagi.” Ayam Jago komentar bijak mirip orang tua yang teramat tua.   
          “Emang manusia bisa ngerti omongan kita Go?.” Kambing nyletuk sambil nahan ketawa.
          “ O ya-ya..., benar juga.” Ayam juga mengangguk.
          Mau ngga mau maian kata-kataan sesaat di hentikan. Keduanya anti kalau lagi sarapan masih adu mulut. Bagi keduanya sama sekali tidak beretika. Apalagi bagi Ayam Jago.  
Pak Sabar sudah ada di depan kandang mereka masing-masing. Kambing tersenyum ngledek karena dapat duluan sarapan paginya. Baru kemudian di susul dengan kucing. Pak Sabar melihat sarapan Ayam Jago sudah hampir habis. Pak Sabar lalu menaburkan beras di hadapan Ayam Jago. Ayam Jago merasa terimakasih sambil berkokok panjang. Keren sekali. Pak Sabar tersenyum melihat ekspresi Ayam Jagonya yang punya suara indah ketika berkokok.
Kucing yang sedang rebahan di rumput gajah, melihat Pak sabar menaruh sereal kesukaannya langsung masuk kedalam kandangnya.
Merasa sudah cukup memberikan sarapan kepada ketiga hewan peliharaan yang menjadi penghibur ketika pagi. Pak Sabar kemudian berlalu meninggalkan ketiga hewan tersebut, kembali melihat kebun singkongnya yang sedang di panen.
Sejenak suasana di kandang Kucing, Kambing, dan Ayam Jago menjadi kondusif. Ketiganya sedang sibuk menelan makanan. Sesekali Ayam Jago berdehem di sela-sela makanan. Ini kebiasaan dari orok katanya. Keduanya sahabatnya mafhum.
Di sela-sela yang sedang makan pagi. Ayam Jago ngga tahan untuk Pups. Kucing yang sedang makan, jagi ngga selera. Begitu juga dengan Kambing. Sesaat kambingpun menghentikan aktivitas makan paginya. Keduanya menatap Ayam Jago dengan perasaan jengkel.
“Liat-liat dong Go, kalau mau Pups jangan sembarangan begini. Kami jadi gimana gitu. Jangan mentang-mentang kamu leader, seenaknya kamu buang air besar.” kucing yang biasanya bisa menahan emosinya. Kesel juga ngeliatnya. Kambing pun ikut berguman panjang.
“Sorry Bing, Cing, Aku kemarin sore pas di lepas sama Pak Sabar. kebanyakan makan cacing tanah. Jadi ya...begini akibatanya. Sekali aku minta maaf. Ntar biar aku yang bersiin kotorannya.” Ayam Jago meminta maaf dengan wajah pucat. 
Melihat wajah pucat Ayam jago. Keduanya jadi tak enak. Lalu tanpa di minta, keduanya sudah memaafkan. Kejadian seperti sudah berungkali terjadi pada Ayam Jago. Bila meminta maaf.
Sesaat kemudian langkah besar Pak Sabar menghampiri kandang ketiga hewan tersebut, dan membuka kandang kambing dan Ayam jago. Lalu membiarkan pintu itu  terbuka lebar-lebar. Melihat itu ketiganya langsung ceria. Sedang kandang kucing seringkali tak di kunci, karena kadang-kadang sering begadang di pos ronda sama teman-temannya. Biasanya bicarain soal harga barang yang makin meroket hingga ke planet mars.
Ayam Jago dan Kambing langsung keluar, dan nyantai-nyantai di depan kandangnya masing-masing. Di susul dengan langkah ringah Kucing yang nyantai. Adu mulut dan pertengkaran pagi  seoalah-olah lenyap tak berbekas. Mungkin bawaan lapar kali ya...
“Cing..., ceritain dong masa paling sulit ketika masih jadi pengembara. Tidak punya majikan, dan hidup dari kolong satu ke kolong yang lain.” Kambing membuka percakapan yang agak serius.
“Iya...ceritaain dong.” Bales Ayam Jago.
 “Kalian berdua pada serius. Ntar pada ngetawain aku lagi.” Kucing negesin sekali lagi.
“Serius Cing...?,” Kambing dan Ayam Jago serempak menjawab.
          Okelah kalau kalian pada maksa.
Sebelum aku bertemu dengan Pak Sabar, aku dulunya hidup dari gang satu pindah ke gang yang lain. Tidak punya rumah kecil seperti halnya kucing-kucing orang kaya. Aku hidup bersama teman-teman di sebuah gang buntu. Aku ingat sekali itu hari senin, pas hujan gerimis yang tak henti-henti. Pada saat aku dan teman-temannya sedang kelaparan yang tak tertahankan. Aku dan teman-teman di kejutkan dengan kedatangan seorang  nenek-nenek yang mengantarkan kami makanan beruba daging dan ikan yang masih segar, dan bukan sisa lagi. Hal ini berlangsung lama.
“Terus Cing...,” Kambing merespon cerita kucing dengan serius. Pelan-pelan Kambing mendekati kucing di sampinya. Lalu mendekatkan tubuhnya.
          “Cie..., yang sedang akrab nie.”  Ayam jago godain mereka berdua.
Keduanya hanya menatap Ayam jago dengan ramah tanpa tendensi tertentu. Dalam situasi seperti ini Ayam Jagolah yang merasa yang paling sensitif. Karena mengingat suaminya yang tak pernah setia, mudah kawin seenaknya. Tanpa memperdulikan perasaanya. Tapi Ayam Jago pandai sekali menyembunyikan kegalaunnya.
Lalu aku dan teman-temannya di bawa kerumah oleh  sang nenek. Keadaan kami makin terawat. Tapi kebahagian itu hanya sejenak dan tampak seperti mimpi. Kalian tahu teman, suatu malam yang udaranya panas. Aku di kejutkan dengan sinar yang menyala-nyala. Kami yang sengaja di tempatkan di rumah menemani nenek yang sebatang kara, trekejut dan takut sekali. Ternyata ketika kami membuka pintu kamar, sinar itu ternyata adalah api yang berkobar-kobar.
Aku dan teman-teman mengeong sekeras-kerasnya. Sang nenek bangun dan mengampiri kami sambil berkata: “Tenang kalian pasti selamat. Tenang saja.” Aku ingin menangis bombay tapi aku takut menganggu konsentrasi nenek yang ingin menyelamatkan kami berdua.
Sementara api sudah semakin parah. Aku yang paling muda diantara teman-teman. Di selamtkan terlebih dahulu oleh sang nenek lewat saluran air yang terbuat dari paralon. Tanpa takut sama sekali nenek itu lalu memasukanku ke paralon itu, akupun bisa bisa selamat. Dari bawah aku bisa mendengar teman-teman pada mengeong dengan keras. Lalu keesokan harinya aku jumpai nenek baik itu sedang memeluk teman-temanku yang berjumlah 5 ekor itu, dalam keadaan sudah tak beryawa dengan seluruh tubuhnya gosong terpanggang api.
Aku meninggalkan mereka dengan perasaan sedih. Akupun mulai terlunta-lunta dan sering mendapatkan penyiksaan dari beberapa mahluk yang bernama manusia. Aku kadang pulang ke persembunyian dengan kaki pincang-pincang karena di pukul dengan keras di kira mengambil ikan asin yang sudah basi. Padahal aku hanya melihat dari jauh ikan asin yang sedang di jemur itu. Sementara pelakunya sedang menyantap ikan asin itu sambil menertawanku yang pincang-pincang.
Pada kesempatan lain, aku coba mengikuti kemanapun arah pedagang sayur. Berharap dapat serpihan ikan atau telor ikan. Dengan pincang-pincang aku mengikutinya. Tapi hanya rasa lapar yang kudapat. Bahkan aku  dapat tendangan keras dari salah satu manusia yang sedang membeli ikan asin. Karena postur tubuh dan buluku yang mirip dengan kucing Cleptoy itu. Mendapati diriku yang kerap mendaptkan ketidak adilan itu. Akupun berusaha menjauh. Lalu berjalan tanpa arah. Beberapa hari aku berjalan. Dalam perut kosong, aku beritirahat di bawah pohon singkong yang rindang dan luas. Dari situ aku berusaha untuk menangkap belalang untuk mengganjal perutku yang semakin kecil.    
          Dalam keputusasaan itu, telingaku menangkap langkap besar manusia. Aku pasrah saja. Di luar dugaan, tubuhku di rengkuh dengan lembut oleh tangan manusia itu. Beberapa hari kemudian aku mengatahui kalau yang merawatku adalah Pak Sabar. akupun merasakan kalau hatinya begitu lembut.
          Setelah itu, aku bertemu dengan kalian. Yang lucu tapi tidak imut..., kucing mulai kembali pongahnya. Kucing berkata kepada keduanya sambil meneteskan air mata. 
          Ayam Jago dan Kambing mendengarkan dengan serius. Ketiganya saling berpelukan. Kucing dengan pelan berbisik pelan di telingan Kambing dan Jago: terimakasih ya..., Aku sayang kalian berdua. Kambing dan Ayam Jagopun membalasnya dengan serupa. Tiba-tiba kambing Kentut bau sekali. Kucing dan Ayam jago tentu berang, lalu melepaskan pelukan. Ternyata pelukan kambing begitu erat. Kambing tertawa melihat temannya begitu tersiksa. Di susul kemudian Ayam Jago dan Kucing pun tertawa melihat kambing yang merasa kebauan. Karena gas (kentut) dari Kucing dan Ayam jago.
          Gerimis pagi mulai turun. Kebun singkong kini berubah menjadi lahan kosong siap ditanami dengan pohon lain. Kambing, Kucing, dan Ayam Jago kembali ke kandangnya masing-masing. Ketiganya menatap hujan gerimis dengan santai. Ketiganya merasa dalam satu. Satu nasib satu persaudaraan. Terasa indah dan menentramkan.

0 Comments:

Posting Komentar