Sabtu, 09 Agustus 2025

Mengobati Luka Pengasuhan

BABAK 96
Seorang guru sekali waktu pulang dari sekolah mengaduh kesakitan. Ada luka gigitan pada salah satu kakinya. Ia pergi ke UKS untuk mengobati lukanya. Petugas UKS merasa khawatir ada luka penyertanya, yaitu ada lebam dan kebiruan-biruan. Sang guru tak menceritakan detil ceritanya. Ia hanya meringis ketika petgas UKS mengusapnya dengan cairan khusus anti tetanus. "Apakah ini luka gigitan hewan?" tanyanya. Sang guru hanya menggeleng. "ini hanya luka biasa." jawabnya. Petugas itu membalut luka dan memberinya beberapa obat anti biotik. Guru itu keluar dari ruang UKS sambil menutupi wajahnya sekilar. Lalu tersenyum pada seorang anak yang sekarang bersama ibunya.

"Maaf saya harus memberi Ibu."

"Tak apa, aku berterima kasih. Bagaiman lukamu."

"Its OK, Everithing is OK."

"Saya minta maaf, saya akan..."

"Aku pikir, putra ibu tak perlu diberi hukuman yang terlalu keras, ini hanya kejadian yang sama sekali tidak terduga. Sebuah kecelakaan yang tiba-tiba terjadi, maaf saat ini aku tidak bisa berbicara dengan teratur, mungkin saya perlu istirahat saja."

"Anda tak perlu khawatir, saya akan "menghukumnya" dengan cara lain."

"Yah, itu lebih baik."

Esok paginya guru datang kembali ke sekolah. Jalannya sedikit pincang, murid-muridnya sudah di kursinya masing-masing. Ada ketegangan yang bisa dirasakan olehnya. "Good Morning, how are you today?" sapanya. Mata sang guru mencari seorang siswa dan matanya bertubrukan dan ia tersenyum. Ia berdiri dan berjalan ke arahnya. Lalu ia menyodorkan selembar kertas dan tiga tangkai bunga yang dipetiknya dipinggir jalan.

IAM SORRY, begitu isi kertasnya. Dan sang Ibu Guru memeluknya anak kecil yang baru beberapa hari duduk di bangku kelas satu. Adegan itu membuatnya mengucek mata lebih pagi di banding hari biasanya.

Ia merasa lega, Ibunya telah mengajarinya dengan baik. Bahwa hukuman bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah. Kadang penjelasan dan diskusi yang sederhana dapat menyelamatkan si kecil dari luka, karena mungkin bentakkan yang tak logis, dan sederet nasihat yang jatuhnya intimidasi.

Ketegasan kalau membawa luka mendidih yang berkepanjangan. Apalagi dengan minus pendampingan yang tidak efektif. Mungkin cocok bagi yang satu tetapi belum cocok untuk yang lain. Ketika ketegasan yang menitikberatkan pada kognitif terlalu ketat akan menghasilkan individu yang mudah terserang oleh rasa bosan, meskipun sifantnya kasuistis, tetapi itu sering terjadi.

Ketegasan memang diperlukan, jika memang itu dibutuhkan, khusus pada peraturan tertentu, tetapi ketika masuk dalam ranah pembelajaran wilayah ketegasan itu menjelma dalam bentuk yang lain misalnya, pola keteraturan yang terus diulang-ulang, dengan variabel yang bisa sangat beragam.

Contoh lain, penyeragaman dalam menghafal dan capaian hafalan itu sendiri merupakan bagian personal yang melibatkan unsur pengalaman sendiri, tentu saja dengan melibatkan semua unsur yang dalam tubuh seseorang.

0 Comments:

Posting Komentar