Jumat, 18 Januari 2019

Novel Frans Maki

Bab 7
Burung Puyuh
Lanjutan Cerita


Di benak kami sedang dilanda badai kecemasan. Tama terseret arus sungai kecil yang menguap. Hari dan Jidon berlari di belakang Frans dan bang Aris. " Bertahanlah Tama!, kami akan menolong!." Suara Frans menggema. Hari dan Jidon bergumam tak jelas. Mungkin saling menyalahkan, saat ini begini tak baik saling beradu siapa yang benar dan salah. Langkah besar bang Aris sedikit mengendurkan urat ketegangan. Hari yang badannya paling gemuk makin tertinggal jauh, Jidon mulai kelelahan. Hobinya bukan berlari, setiap menjelang tidur di malam hari, setelah mengerjakan PR, Jidon membantu orang tuanya membungkus ratusan "kacang bandung" kedalam plastik. Lalu diantarkan ketika liburan.

" Kenapa kamu berhenti bang!." Frans bertanya cemas.

" Lihat, Tama mulai kehabisan tenaga, abang akan mencegat di tengah arus. Di ujung sana ada tikungan, nah sekarang bantu abang." Bang Aris lari lebih cepat kearah tikungan setelah dialog singkat. Kami mengikutinya susah payah. Galah dari rotan yang panjangnya hampir lima meter ia ulurkan ke kami. Sementara ia sendiri memegang ujungnya dan melompat menceburkan tubuh jangkungnya kedalam sungai kecil yang berarus deras. Kami panik ketika bang Aris oleng tubuhnya, tapi kami sigap menarik galah yang terhubung dengan tangan bang Aris, ia pun cepat menyeimbangkan tubuhnya. Pada saat begini kami sepakat untuk melepaskan kebencian yang kami sematkan pada bang Aris bila moodynya kambuh.


" Kalian siap-siap tarik abang!." Bang Aris serius sekali. Bola matanya tajam, rambut gelombangnya terkibas sejenak, bahasa tubuhnya menggambarkan kepedulian. Diantara mereka yang paling kenal tabiat bang Aris adalah Frans. Frans yang melihat bang Aris berubah seperti itu, membuat matanya menitikkan air mata.

" Ya!." Kami serempak menjawab.

Tama yang mulai timbul tenggelam karena terkuras tenaganya. Kedua tangannya menjulur keatas karena panik, kemampuan berenangnya tak membantu. Tangan kanan bang Aris yang kuat, menangkap tubuh Tama yang menyedihkan. Mengendalikan dua orang sekaligus dengan arus kuat tak mudah. Hari yang pernah dijuluki "Gajah bengkak" oleh musuhnya ketika duel sepakbola kampung, mencondongkan tubuhnya kebelakang untuk menahan tubuh bang Aris dan Tama sekaligus. Frans dan Jidon bersimbah peluh menerik kuat-kuat bang Aris naik permukaan, kami melepaskan galah dengan hembusan nafas kuat. Nyawa kami seperti terlepas dari raga, lalu kembali lagi.

Tama duduk lemas, dan memuntahkan air yang diminumnya tak sengaja. Wajahnya pucat, tapi bibirnya tersenyum. Kami lega melihatnya. " Hampir saja, terimaksih ya." Kata Tama sambil berdiri mengumpulkan tenaga. " Makasih bang Aris." Ia menjabat tangan bang Aris. Bang Aris mengangguk hormat. Sepuluh meter di depan kami, seekor burung Puyuh lewat anggun mengingatkan teman kami, Faisal yang belum di temukan, lalu burung puyuh itu lari masuk semak-semak. Kami berdiri dan melanjutkan perjalanan.

0 Comments:

Posting Komentar