Minggu, 13 Januari 2019

Novel Frans Maki

BAB 7
Burung Puyuh

" Saya belum dapat laporan dari orang tuanya tentang teman kalian yang katanya menghilang, mungkin sedang ke rumah nenek, atau sedang pergi ke luar kota." Jawab Pak Polisi, cepat sekali menyimpulkan sesuatu. Tangan kanannya mengambil gelas, dan menyeruput kopi hitam yang mengepulkan asap. Hari Ahad kami sudah "menyatroni" Polsek Kaligondang. Dari kami bertujuh. Frans, Hari, Jidon, Tama, Nur dan Aro, jelas bang Aris yang punya potensi suaranya lebih di dengar. Fisiknya yang menjulang tampak lebih dewasa dari usia sebenarnya.

"Tapi teman kami sudah seminggu tak masuk sekolah, tak ada surat dari rumah. Wali kelas juga kebingungan mengenai anak didiknya yang "menghilang" tak meninggalkan jejek." Sambung bang Aris, kata-katanya mirip kepala sekolah berusia sepuh".

" Bapak atau Ibu guru kalian sudah menjenguk kerumah." Tanya Pak Polisi.

" Sudah Pak, kami sendiri yang ke sana di temani sama ibu guru." Jawab Frans.

" Lalu."

" Ada ayahnya di rumah. Yang aneh bapaknya malah seperti orang gila kalau ditanya perihal anaknya kemana." Jawab bang Aris.

" Aneh, betul yang kalian laporkan." Pak Polisi mulai menganggap serius laporan kami.

" Betul." Jawab kami kompak."

" Sebutkan alamatnya. Nanti ada tim dari kepolisian yang akan memeriksa." Pak Polisi mencatat alamat yang kami berikan. Tanpa dosa, Pak Polisi memberi instruksi kepada kami untuk segera meninggalkan ruangannya. Pak Polisi yang berkumis tebal, tahi lalat besar diatas bibirnya menghela nafas, mungkin baru kali ada kejadian aneh di desa Kaligondang. Salah satu desa yang aman."

" Pak Kami boleh ikut." Bang Aris begitu semangat, heran biasanya agak cuek.

" Tidak perlu, lebih baik kalian tunggu saja beritanya. Jangan macam-macam kalian. Sekarang pulanglah." Pinta Pak Polisi.

Kami pulang dengan pertanyaan masing-masing. " Setelah ini apa yang akan kita lakukan." Tanya Frans kepada teman-temannya.

" Kita tunggu saja." Jawab bang Aris. Frans berpikir kalau bang Aris tak benar-benar memihak kepada anggota Kopi Anjing.

" Bang Aris tak simpati kepada teman kami." Tanya Tama.

" Enggak Tam, cuma berpikir realistis saja."

" Lebih Realistis kalau kita langsung menyelidiki langsung ke rumah teman kita, mengintai dari jarak jauh." Usul Jidon.

" Bener juga." Sambung Hari. " Bagaimana Frans, kau setuju kan."

" OK, kalau begitu kita kesana sekarang. Nur dan Aro, kalian pulanglah duluan. Jangan susul kami, dan jangan kasih tahu sama orang rumah, kecuali diantara kami ada yang tidak kembali."

Biasanya mereka akan merajuk minta ikut, kali ini tidak, mungkin mereka tahu kalau tempat yang kami tuju bukan area bermain, tetapi area untuk misi yang cukup bernyali. Kami memutar arah perjalanan, Aro dan Nur sudah berlari kencang tanpa sempat berbicara. Aro beberapa kali menengok kebelakang, memastikan kalau kami baik-baik saja.

" Sebelum ke rumah teman kita, ada tempat spesial yang harus kita lihat, itu tempat kami sering berburu, siapa tahu teman kita menginap di salah satu rumah pohon yang kita buat, karena malas sekolah siapa tahu dia di sana, bagaimana." Kata Frans memberi ide.

" Tempat apa itu." Tanya bang Aris.

" Hutan Tepi sawah, di sana banyak bersarang burung Puyuh, hutannya tak begitu lebat. Pohon Kelapa, Sengon, Albasia, Pisang, Tebu, dan banyak pohon singkong, banyak tumbuh disana" Jawab Frans.

Kami sepakat untuk memutar jalan, tak menelusuri jalan ke arah rumah teman kita. Kami memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Matahari belum terlalu tinggi, biasanya masih ada sisa kawanan burung Puyuh yang sedang mencari sarapan pagi. Biji-bijian, serangga, binatang kecil, bunga dan daun adalah makanan pokok untuk mereka yang hidup berkoloni.

0 Comments:

Posting Komentar