Jumat, 11 Januari 2019

Tetes Air Mata

Sebuah cerita tentang ketergesa-gesaan. Sebuah keputusan yang berakibat pada harga iri yang terinjak-injak. Sebuah palu norma kesantunan, hingga berujung pada sebuah tetesan air mata yang begitu deras tak terbendung lagi. Kepribadian cacat tak utuh lagi, hanya kenangan buruk yang sering manjadi hantu, dan mengucapkan terimakasih kepada mulut yang mengatakan tidak pada sebuah rasa serta tentang kebusukan di balik jubah kepribadian.

Sikapku membuatmu tak banyak cakap
Sebuah rona nggak enak ada di mimikmu
Membuatku semakin bersalah
Ada kata-kata yang mengusik relung hatimu

Agustus yang ketus
Ada sikapku yang memelas
Pada rasa palsu yang terbatas
Pada hampa sebuah cemistry

Angkuh, Sok pede pada putusan rasa
Hinggap di daerah jantung
Hinggap pada iman yang lemah
Diriku tak serendah cita-citaku



Memeriksa keputusan rasa
Ada bayang-bayang kepedihan memutuskan
Pada kata tidak tuk sebuah rasa
Inilah parodi tentang sebuah sikap

Kala itu, ku tatap bayang-bayang kepedihan
Pada sudut-sudut mata
Bukan makna rasa, tapi ketidakenakan penolakan rasa
Hingga ku mengerti

Rasa tak bisa dipaksa
Rasa tak bisa dibeli dengan muka
Andai waktu bisa diputar
Ku akan meremidi itu semua

Hingga tak berbelang jejak
Hingga tak putus sebuah sohib
Ku yakini ku bersalah
Pada rasa bukan hak

Sebuah emosi yang tak terkontrol
Hingga panas api tak terasa
Hingga hati kandas
Hilang tak berbekas

Desa Kecil (Nanggerang) yang berbicara
Sebuah pelajaran sebuah rasa
Di balik busuknya kepribadian
Keluar dari mulut sang remaja

Kini ada tekad tuk tak jatuh pada lubang yang sama
Hingga ku mengerti kini pada sebuah rasa
Juli Agustus 2007

0 Comments:

Posting Komentar