Sabtu, 12 Januari 2019

HUJAN

Hujan sore deras. Ada kabut tipis yang turun menyelimuti desa Rawakalong. Eza dan Qq sudah mengendarai sepedanya untuk membelah hujan deras. Senyumnya mengembang seperti menemukan dunianya. Jarang sekali menolak hujan lebat. Kedua anak ini sudah terlibat dalam cengkraman hujan yang memukul-mukul tubuh kecilnya. Ada genangan air yang cukup untuk menenggelamkan sebagian roda-rodanya. Justru itulah tantangan sebenarnya. Mengenali hujan sampai hujan deras mampu membuat tubuhnya menciut kedinginan. Bibirnya bergetar baru mereka selesai menuntaskan hajatnya dengan hujan deras.

" Ayah!, Hujannya banyak, ngga berhenti-henti."

" Masih kuat." Tanya Ayah.

" Masih ayah."

Mereka kemudian menyambut kembali hujan deras dengan kekuatan penuh, semakin deras hujannya, maka dapat izin dari ayah semakin besar, daripada 'berperang' dengan gerimis. Negosiasinya akan cukup lama, bahkan adu argumen dengan Eza Qq akan terjadi. Lalu ujungnya, Ayahnya akan diberi label sesuai mereka, ayah 'nakal', ayah 'gitu'. Artinya mungkin ayah ngga asik, atau ngga bisa diajak kerjasama.

Hujan deras memangkas jarak dengan rasa takut untuk melanjutkan petualangan dengan hujan. Semoga menjadi putra-putri penakluk hujan. Yang dapat menggenggam hujan menjadi kepercayaan diri saat kemarau mental diuji. Hujan bagi Qq dan Eza adalah ruh bersepeda, jiwanya sangat terhibur, air pun menjadi hiburan ketika jiwanya mulai bosan. Atau mungkin bosan dengan ayahnya. Semoga tidak seperti itu. Ayah tetap berusaha menjadi teman dan sahabat, meski hujan bagimu adalah sebaik-baik sahabat.

0 Comments:

Posting Komentar