Selasa, 29 Januari 2019

Tentang Umar

2. Lelaki dari Kesamen

Umar pernah bercerita kepada anak-anaknya. Terutama kepada kedua anak lelakinya. Bahwa Ia pernah menjalani masa-masa sulit semasa mudanya. Kesulitan kadang membuat anak lelakinya antara tertawa dan sedih. Umar pernah di sunat pada satu masa dengan kondisi perdukunan yang masih menjadi tempat favorit untuk bertanya hal-hal yang bersifat ganjil. Keberadaan dukun sesungguhnya menjadi terpinggirkan karena kehilangan tempat dan banyak saingan. Mantri juga menjadi profesi yang menjanjikan lengkap dengan perlakuan-perlakuan istimewa. Umar menjadi "sasaran" mantri yang mungkin sedang magang, karena mantri sesungguhnya sedang keliling untuk memenuhi undangan sunat masal. Umar pernah di sunat oleh seorang mantri yang beken dan menjadi orang terakhir dalam hal memotong kulup laki-laki.

Selesai sunat Umar tak mengalami bius seperti yang terjadi pada zaman modern sekarang, Umar mengklaim kalau dirinya setelah di sunat harus pergi ke sebuah sungai yang paling jernih airnya. Lalu berendam sampai menjelang sore. Syukurlah tak terjadi peristiwa mengerikan, yakni banjir tiba-tiba yang bisa menghanyutkan para perenang berbakat sekalipun. Anak lelakinya mendengarkan ayahnya dengan seksama. Umar melanjutkan ceritanya. Bahwa ketika berendam di sungai, ibunya menemani sambil terus mengawasi, siapa tahu anak lelakinya yang paling gagah menjadi santapan buaya air. Apalagi dari balik alat vitalnya masih menetes darah segar. Mungkin lain cerita, kalau Umar berendam di sungai Amazon, ikan Piranha akan menjadi buas mencium darah segar orang habis sunat. Menjelang sore Umar menggigil gemerutuk giginya, kakinya putih pucat, wajah lelah, ibunya diatas senang. Bius tradisional akan membantu anak lelakinya untuk tidur malam tanpa merintih kesakitan. Lelaki dari Kesamen telah melangkapi ibadahnya sebagai seorang muslim. Umar meraih baju dan ibunya memberi handuk bersih. Di tangan kanannya memegang rantang susun yang akan di berikan kepada putra kebanggannya.


Malam hari, kata Umar kepada anaknya. Umar memakai sarung baru lengkap dengan koko dan peci di kepala, ayahnya dengan bangga mengundang beberapa tetangga untuk berdoa dan syukuran atas keselamatan putranya menjalani ritual kelaki-lakiannya. Ayahnya yang masih gagah mengingatkan Umar akan kasih sayang seorang ayah kepada anaknya. Sampai nanti sebuah peristiwa merenggut kehangatan keluarganya. Tanpa dosa seorang tetangga yang tak di pilih untuk menjadi pasangan hidupnya, rela meracuni ayahnya lewat makanan yang dikirim ke rumahnya. Tetangga yang sakit hati karena tak dipilih menjadi istrinya membubuhkan racun diatas peyek dan dikirimkan lewat kurir kepada adik Umar ketika Ibunya tak di rumah. Tapi Umar tak menceritakan bagian ini, anaknya masih terlalu muda untuk memahami kesulitan hidupnya. Lelaki dari Kesamen pantang menyerah ketika terhimpit sampai sulit bergerak, semakin terhimpit lelaki dari Kesamen menjadi makin solid memecahkan ujian sampai berkeping-keping.

Anaknya mengantuk. Umar lalu menggendong tubuh anaknya ke kamar dan di tidurkan di atas amben yang beralaskan klasa (tiker pandan) yang semakin licin karena usia. Umar menyentuh lembut bahu istrinya yang sedang menjahit pakaiannya karena sobek ketika di kenakan membuat selokan di rumah gedong tempo hari. Lampu minyak menerangi Nara. Sebagai istri Umar, Nara memahami, lelaki dari Kesamen adalah sebaik-sebaik teman dan suami. Umar menjauh dari Nara dan memutar Radio mini berkekuatan aki, mencari siaran wayang kulit, BBC London, atau acara gendu-gendu rasa. Suara-suara dari radio membuat anak lelakinya tertidur pulas. Umar menatap Nara yang masih menjahit, ada aura kecantikan sekar kedaton yang terbungkus baju kesederhanaan, sikap pantang menyerah, kokoh, teguh, tekun, ulet, ada semacam paket madrasah di kedua tangannya yang tak segan-segan memegang ani-ani untuk memotong padi. Lelaki dari Kesamen mulai mendengkur, Nara menatap dengan cinta.

0 Comments:

Posting Komentar