Seorang lelaki tua tegesa-gesa menutup pintu dengan slot besar kayu kelapa. matanya mengkilat menekan situasi. Selepas menyelot, langkahnya tergopong mematikan lampu minyak. Istrinya ingin menyela. Sebuah bunyi desis menyuruhnya diam. "masuk ke kamar" bisiknya. ketiga anaknya memegangi tubuhnya.
Setelah anaknya tertidur. istrinya merayap mencari suaminya yang masih terdengar nafasnya, ia duduk di kursi rambang buatannya sendiri. kayunya dari pohon jengkol. Menyerutnya dengan alat sederhan.
"Ada apa kang?" dalam logat purbalingga.
"Mereka sedang mengajak untuk melawan" bisik lelaki tua,
"Gusti Pangeran, tetangga kita bagaimana? ( maksudnya Aki Dalang versi penulis)
"Masuk" jawabnya lebih pelan, hampir tidak terdengar, suata jangkrik di pinggir rumah mengintimidasi obrolan dini hari itu.
Sampai sekarang rekam ingatan terus meraung mememuhi rongga kepala bernama ingatan. Proses menuangkan dalam tulis, sebagai bentuk apresiasi terhadap ingatan yang diucapkan oleh pemilik sejarah itu. Yang kemudian diwariskan kepada cucu di rumah yang sama tempat mereka melawan gelap dan kecemasan.
Menulis itu membuat ingatan tentang situasi tertentu menjadi lebih terhormat dari semua situasi, jika tidak di ikat dalam bentuk tulisan situasi itu akan kabur bersama kematian dan tarian waktu. Apalagi ditindak lanjuti pada pendokumentasian yang lebih rapih, ingatan itu akan dibaca kemudian sebagai sejarah yang bernada sejarah itu sendiri, bukan mengubah nada sejarah sesuai kebutuhan 'Era' yang kemudian anak cucu nanti berdebat lalu meninggalkan sejarahnya sendiri.
0 Comments:
Posting Komentar