Senin, 16 Juni 2025

I'M UNSTOPPABLE TODAY

BABAK 74
Seorang guru berusaha untuk tetap dalam tempat duduknya. Namanya tidak disebutkan dalam rangkaian kegiatan sesi foto, hanya orang-orang tertentu yang dipanggil untuk maju kedepan. Ketika para guru lain membujuknya untuk melangkah ke depan dan naik panggung, guru itu masih bersikukuh untuk ajeg di atas kursinya. Ia tidak sedang menunjukkan apakah dirinya penting atau tidak penting. Ia sedang menunjukkan kalau dirinya sedang menerapkan ukur diri agar tidak terlalu 'patuh' pada semua situasi. Ia memilih untuk mengukur dan menakar. Mana bagian yang mau ia ambil dan mana bagian yang bukan milik dirinya sendiri. Sederhana, kebanyakan orang belum memahaminya dengan tertib logika.

Setelah bujukan guru tidak mempan, maka petinggi yayasan dan jajarannya yang mengajaknya untuk berfoto ria. Dan wajahnya tidak lagi secerah tadi. Ia memendam kekesalan (kesel saja) tanpa berniata untuk mengkonfirmasi kenapa namanya tidak dipanggil untuk berfoto. Ia tidak sedang marah, hanya menempatkan diri pada tempat yang semestinya. Tak ingin melampaui peran dan tak ingin kelihatan dipenting-pentingkah, ini penting, sebab? entah lupa atau bukan, yang jelas kadang benak mempertanyakan seberapa pentingkah nama guru itu ada dalam runtutan kegiatan. Ia ingin menyaksikan kalau kesehatan mentalnya tetap terjaga. Ia maju kedepan dan ikut berfoto bukan kemauan para panitia acara pelepasan siswa yang dihadiri oleh walimurid dengan mata yang tajam alias fokus.

"Kan namanya nggak dipanggil." begitu ucapnya ketika sang guru itu sudah duduk yang sudah dipersiapan untuk orang lain. Ia ingin menunjukkan bagaiamana seharusnya orang memperlakukan orang. Ini sederhana soal namanya tak ada dalam barisan untuk dipanggil, ia tidak ngambek, marah, nggerundel, hanya ingin memastikan kalau dirinya tak ada di barisan depan, itu saja.

Ia berdiri dan melangkah dan duduk hanya menghargai panggilan seorang ketua yayasan, tak lebih. Jika para pemangku jabatan itu tak memanggilnya, ia pun tak ingin buru-buru melangkah maju kedepan. Ini saatnya menunjukkan bahwa orang harus mengorangkan orang lain. Sederhana, tetapi tak sesederhana yang kalian pikirkan. Justru karena guru itu tak merasa dirinya penting, maka ia berusaha untuk menolak ajakan dari panitia pelepasan kelulusan. Ia ingin jiwanya sehat, tak perlu menutupi rasa malu yang ia sedang tanggung untuk beberapa menit kedepan. Dan itu sangat membosankan, kalian harus menanggung beban malu untuk maju kedepan atas dasar 'kasihan' bukan orang yang masuk dalam daftar hadir yang dipentingkan (VVIP), kalian ingin mengasihani guru itu...tentu saja semua ingin memberikan tempat yang layak bagi guru itu (jika mereka masih punya sedikit empati). Pada hal yang sederhana guru itu tidak masuk dalam hitungan, apalagi pada hal-hal yang rumit. Memang ada wilayah untuk memantaskan (memaksakan) diri, tetapi apakah itu berlaku untuk semua guru, ayolah semua orang memiliki hak yang sama untuk diberi sedikit penghargaan. Bukan meminta penghargaan, ayolah jiwa manusia itu memerlukan itu, sekadar untuk menyehatkan mentalnya di hari-hari yang sedang tidak baik-baik saja.

Ia sedang melakukan timbangan atas dirinya sendiri agar nantiya tidak terlalu berharap pada keadaan, tetapi ia berharap pada Tuhan setelah bersimbah peluh dengan tidakan-tindakan. Semuanya berada pada level yang meyakinkan untuk diberi penghormatan. Hanya saja meminta penghormatan pada keadaan adalah seburuk-buruknya pecundang yang pernah muncul dan tersenyum atas topengnya yang bertahun-tahun dipahat diatas kompitisi berbalut sedikit kolaborasi, pada akhirnya ia akan memenangkan pertarungan atas lelahnya orang lain. Dan itu sejauh-jauhnya watak, jauhilah watak itu, karena semua manusia memiliki watak itu, hanya ingin menang atas kebijaksanaan lah yang mampu mengunci sifat picik dalam bejana rendah hati, bukan rendah diri.

Pada tahap paling nadir, guru itu menepuk bahunya sendiri dan melupakan apa adanya. Ia sedang memantaskan diri, memang saat ini, dirinya di mata orang lain, hanya pada tataran dibutuhkan saja (mungkin), lalu setelah acaranya selesai, air matanya yang sedari tadi ingin tumpah, ia tumpahkan dalam senyum dan jenaka seperti yang sering guru lihat, dan pada esok harinya ia sudah dalam armour sempurna yaitu menyembuhkan luka dan mengeringkannya dalam bentuk sebaik-baik doa, semuanya dimaksudkan agar hatinya tetap seluas langit dan bumi menerima segala takdir yang tengah dijalaninya. Pada puncaknya mengukur diri adalah bentuk kehormatan diri setelah orang menjatuhkannya berkali-kali.

Pada detik berikutnya adalah membuktikan pada semua orang yang pernah meragukan (bagaimana berbakatnya diri kita pada satu bidang), itulah sebaik-baiknya pembalasan, tak perlu balik menyakitinya hanya mengeluarkan semua karya yang pernah mereka ragukan. Itulah sebaik-baik alasan kuat untuk terus berkarya. Jika kalian pernah diragukan atas kemampuan, maka balaskan dengan berlipat-lipat karya dan sebanyak-banyak 'kesuksesan' yang sulit untuk dikejar, dibayangkan pun tak sanggup. Bila jatuh, maka bangkitlah dengan kekuatan penuh. Tetaplah percaya diri dan tak terhentikan.

Terimakasih untuk lagu yang penuh inspirasi; Sia - Unstoppable

0 Comments:

Posting Komentar