Sudah lebih dari 10 orang temenku yang sudah ku kirim SMS dengan nada yang sama. Hanya nama dan julukan yang berbeda.
Assalamualikum. Mohon maaf Budi. Saya hendak menjual laptop. Saya lagi kepepet. Harganya murah Cuma 2 juta. Harga Aslinya 4 Juta. Kondisinya masih bagus. Terimakasih.
Begitu salah satu nada SMS-nya.
Aku menunggu sejenak. Apakah ada respon yang membuat pikiranku agak tenang. Karena sudah hampir 3 bulan cicilan motor SupraX-ku belum kunjung di cicil. Beberapa penagih sudah beberapa kali menyambangi kos-kosanku yang masih berlantai plur alias tanpa keramik. Masalah lain adalah ibuku di kampung sedang membutuhkan bantuan. Profesiku sebagai tenaga pengajar pada sebuah lembaga yang bergerak dalam Bimbingan belajar. Pas-pasan saja. Pas dibutuhkan tidak ada.
Beberapa penagih secara bergantian yang datang kekosanku kemarin. Sudah memberikan intonasi “mengancam” akan “membawa” motorku yang putih merah warnanya. Bila motorku di sita maka langkah kakiku akan terasa pincang jalannya. Karena setiap hari aku gunakan untuk mengajar.
Makanya malam ini. Sambil terus menunggu respon dari teman-teman. Aku sengaja pulang lebih telat di banding teman-teman lain sesama pengajar. Di lembaga bimbingan belajar dengan nama Iltizam. Di tempat inilah aku sekarang terpekur sendirian menatap kursi-kursi kosong, di tinggalkan murid-murid beberapa jam yang lalu. Suasana riang dan ceria beberapa jam yang lalu, berganti dengan kesunyian yang membosankan. Di tambah tidak lagi tidak ada kawan yang bisa di ajak bincang-bincang. Semuanya sudah pada pulang, meneruskan aktivitasnya masing-masing.
Aku duduk sendiri diatas kursi-kursi tempat biasa anak-anak mendengar dan menyimak para kakak-kakak yang sedang memberikan pelajarannya. Sengaja aku matikan lampu ruangan. Sehingga ruangan tampak remang-remang. Hanya ada sinar dari lampu dari ruangan sebelah yang dibiarkan terus menyala sampai pagi. Aku yang memegang kunci sendiri, memungkinkanku bisa lama-lama duduk berdiam diri diantara kursi-kursi itu.
Lebih dari lima menit aku tunggu respon dari teman-teman yang sudah aku SMS. Tapi nada penerima pesan dari handphone tidak masa kini tak besuara sama sekali. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam kurang 15 menit. Menunggu adalah pekerjaan yang membutuhkan energi kesabaran.
Pikiranku sudah mulai buntu. Kepada siapa lagi aku harus minta bantuan. Pikiranku mulai tersentak. Beberapa wali murid yang cukup dekat denganku, mungkin bisa membantu. Aku berharap beberapa dari ibu-ibu yang aku SMS dapat tersentuh dan tergerak hatinya. Mau berempati dengan kesulitan yang kuhadapi. Jari jemari mulai mengatur ulang isi SMS yang hendak ku kirim. Tinggal ganti nama dan sedikit penambahan.