Sekolahan Yang Memanggil Kepekaan
Bagi jiwa yang tidak memiliki hubungan dengan Tuhan-Nya maka ketersediaan nilai kesadaran akan hubungan-Nya, semakin mengecil. Kemuliaan-kemuliaan yang melekat pada setiap jiwa akan mengkerut jika tak terdapat secuil kepekaan dalam pikiran juga dadanya. Ia membiarkan karat mengganggu perjalanan nuraninya. Ia juga tak cepat-cepat mengkoreksi coretan itu dengan lafal-lafal dari langit, melepaskan begitu kehendak yang sempat terbesit dalam pikiran jernih. Ia rela menuangkan segelas gelap yang membutakan langkah-langkahnya, bahkan tongkatpun tak juga memberinya jalan kemudahan. Ia malah mengeratkan ikatan yang telah lama mengungkungnya diam-diam, lalu tanpa disadari muncul benjolan yang menyerap terus menerus kelembutan hingga tak berbekas.
Ketaknormalan
yang merajalela tak juga ditanggapi sebagai panggilan Tuhan agar ia
lekas-lekas mengoreksi catatan keimanannya. Jika tak sanggup ada
pilihan hati yang bisa menyokongnya menjadi detak-detak semangat dan
inspirasi bagi manusia lain. Sebagai cipatan-Nya insan menyediakan
secuil potensi agar gerak lisan dan jiwanya tak hitam jelaga. Sesekali
tisu putih yang berubah menjadi krecek akan terasa nikmat, jika tak
disadari keberadaannya.
Yang lain, penggerak roda pikiran
menjadi lebih mulus ketika semua fungsi tubuh mengarahkan pada
kebahagiaan yang hakiki. Insan menjadi lebih terpanggil pada kenyataan
hidup di depan matanya, meski statusnya sebagai insan 'papa' menjadi
incaran mulut-mulut yang miskin kasih sayang. Mereka juga butuh
pertolongan, tinggal menunggu momen saja.
Malaikat turun ke
bumi menyapa sang Nabi terakhir ingin menyampaikan mandat dari
Tuhan-Nya. Ia mengatakan "Wahai Nabi tak jauh dari Anda ada seorang
"Malang" yang nantinya akan masuk neraka." Setelah selesai ia melesat
pergi dari hadapannya.
Lalu lewatlah seorang ibu yang tengah
menggendong anaknya yang tak berhenti menangis sebab lapar yang
menohok. Wanita "malang" yang bekerja di tengah lumpur kegelapan tengah
menggigit sebagian kurmanya. Ia menghentikan gigitannya dan berjalan
tergesa-gesa menyambangi si anak dan memberikannya. Malaikat turun dan
menjalankan mandatnya bahwa si wanita "malang" itu akan menjadi
penghuni surga.
Level keibaan wanita "malang" itu pada level
yang membuatnya nasib si wanita berubah seketika, tidak perlu menunggu
waktu lama agar takdir si wanita "malang" menjadi takdir yang mulia.
Itulah definisi dari insan yang berfilantropi.
Jiwa yang keras
jua menjadi titik gelap hingga ia tak bisa menyerap kejadian dari
Tuhan. Bahkan Ahli kegiatan langit pun tak bisa membedakan sebuah
peristiwa. Ketika banjir melanda dan air sudah menyentuh lututnya,
menyentuh dadanya, bahkan ketika air sudah sampai loteng ahli kegiatan
langit tetap menolak semua pertolongan manusia. Ketika ia protes dengan
Tuhannya. "Mana pertolongan Mu" kata si ahli kegiatan langit. "Aku
sudah memberi pertolongan kepadamu sebanyak tiga kali" kata Tuhannya.
Hati yang keras telah membuatnya menolak semua kebenaran (pertolongan)
dari para penolongnya. (Hanya Tuhan Yang Tahu).
0 Comments:
Posting Komentar